Share

121. Rasa yang menyesakkan

Penulis: Cutegurl
last update Terakhir Diperbarui: 2025-09-03 21:28:42

Kata-kata itu menggema di ruangan, membuat beberapa dari mereka menunduk haru. Azalea menggenggam tangannya sendiri, mencoba menahan emosi. Elvario hanya berdiri tegap, namun di dalam dadanya ia merasakan kebanggaan yang sulit dijelaskan.

“Saya, mewakili pihak rumah sakit, dengan bangga memberikan penghargaan ini kepada kalian.” Sang direktur memberikan piagam simbolis pada perwakilan tim. Tepuk tangan riuh terdengar di ruangan.

“Selain itu,” lanjutnya, “sebagai bentuk apresiasi, kalian akan diberikan cuti selama dua hari penuh untuk beristirahat. Gunakan waktu ini dengan baik, pulihkan diri, dan kembalilah dengan semangat yang lebih kuat.”

Wajah rombongan langsung berbinar. Senyum, tawa kecil, dan bisikan syukur terdengar di antara mereka. Dua hari libur terasa seperti hadiah yang luar biasa setelah pekan-pekan melelahkan.

Bagi Elvario, itu kesempatan emas. Ia sudah bertekad untuk tidak menyia-nyiakan waktu itu bersama Azalea.

Setelah pertemuan usai, rombongan keluar dari r
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Dokter Jenius: Tangan Emas Sang Penyembuh    123. Tidak bisa menerima kenyataan

    Namun, bagi Alya, kata-kata itu adalah pisau tajam yang menusuk tanpa ampun. Ia menoleh perlahan, dan tatapannya jatuh pada Azalea. Sorot matanya penuh dengan emosi campur aduk, rasa kaget, sakit, marah, dan tidak rela. “Kamu…” suaranya parau, nyaris seperti bisikan. “Kamu benar-benar menjalin hubungan dengan Dokter El?” Mata Alya menatap Azalea dengan tajam. Seperti pisau yang siap melukainya kapan saja. Azalea bergeming. Ia tidak pernah menyangka harus berhadapan dengan tatapan setajam itu. Ada rasa bersalah yang samar, meski ia tahu ia tidak melakukan kesalahan apa pun. Alya melangkah maju, suaranya meninggi, kini penuh emosi. “Azalea! Kamu tahu kan, aku sudah menyatakan perasaanku padanya lebih duku. Aku bahkan mengatakannya di depan ayahku! Kenapa kamu melakukan ini padaku, Dokter Azalea?” Rasa sakit yang teramat besar terlihat jelas dari mata Alya. Dia benar-benar syok dengan kebenaran yang baru saja diketahuinya. Alya melanjutkan kata-kata penuh amarahnya. “Dokter Azalea

  • Dokter Jenius: Tangan Emas Sang Penyembuh    122. Dia kekasihku

    El yang berusaha untuk melepaskan pelukan Alya padanya merasa kewalahan, karena Alya menempel erat di dadanya. Tubuh Alya bergetar, dan ketika ia mendongak, wajahnya tampak memerah dengan mata yang berkaca-kaca. “Dokter El… aku… aku benar-benar mencemaskanmu,” ucap Alya terbata, suaranya pecah di antara isak kecil. “Beberapa hari ini aku tidak bisa tidur… aku hanya bisa menatap layar tv, membaca berita, mendengar kabar tentang tsunami itu… dan setiap kali aku melihat berita terbarunya, aku merasa takut. Aku takut, kalau korban yang dibawa dengan tandu itu, salah satunya kamu?” Tangannya semakin erat menggenggam baju Elvario, seakan ia takut pria itu akan lenyap begitu saja. Air matanya jatuh, membasahi kain baju El yang masih berdebu karena perjalanan panjangnya. “Aku… aku hampir gila, Dokter El… aku tidak bisa makan dengan baik karena terus memikirkan kamu. Ayahku bilang kalau kamu pasti baik-baik saja, tapi… hatiku tidak bisa tenang. Aku takut… aku takut kamu tidak akan kemb

  • Dokter Jenius: Tangan Emas Sang Penyembuh    121. Rasa yang menyesakkan

    Kata-kata itu menggema di ruangan, membuat beberapa dari mereka menunduk haru. Azalea menggenggam tangannya sendiri, mencoba menahan emosi. Elvario hanya berdiri tegap, namun di dalam dadanya ia merasakan kebanggaan yang sulit dijelaskan. “Saya, mewakili pihak rumah sakit, dengan bangga memberikan penghargaan ini kepada kalian.” Sang direktur memberikan piagam simbolis pada perwakilan tim. Tepuk tangan riuh terdengar di ruangan. “Selain itu,” lanjutnya, “sebagai bentuk apresiasi, kalian akan diberikan cuti selama dua hari penuh untuk beristirahat. Gunakan waktu ini dengan baik, pulihkan diri, dan kembalilah dengan semangat yang lebih kuat.” Wajah rombongan langsung berbinar. Senyum, tawa kecil, dan bisikan syukur terdengar di antara mereka. Dua hari libur terasa seperti hadiah yang luar biasa setelah pekan-pekan melelahkan. Bagi Elvario, itu kesempatan emas. Ia sudah bertekad untuk tidak menyia-nyiakan waktu itu bersama Azalea. Setelah pertemuan usai, rombongan keluar dari r

  • Dokter Jenius: Tangan Emas Sang Penyembuh    120. Apakah sekarang berarti resmi?

    "—kalau begitu… aku bersedia," bisik Azalea, air mata kebahagiaan terus mengalir di pipinya. Elvario tersenyum lega. Senyum yang begitu tulus hingga matanya ikut berbinar. Ia menggenggam erat tangan Azalea, menyalurkan kehangatan yang menjalar ke seluruh tubuh wanita itu. "Kamu tidak akan menyesal, Azalea. Aku janji," ucap El, suaranya bergetar karena emosi. Azalea menggeleng pelan, menghapus air matanya dengan punggung tangan. "Aku percaya padamu, El. Aku percaya pada kita." Hening sejenak menyelimuti mereka, namun kali ini bukan keheningan yang canggung, melainkan keheningan yang penuh makna. Mereka saling bertatapan, seolah sedang membaca pikiran masing-masing. Tiba-tiba, suara batuk kecil memecah suasana. Seorang perawat berdiri di ambang pintu, tampak sedikit salah tingkah. Mungkin ia melihat momen manis antara El dan Azalea yang saling berpandangan penuh cinta. "Maaf mengganggu, Dokter Elvario, Dokter Azalea. Ada panggilan darurat. Seorang pasien membutuhkan bantua

  • Dokter Jenius: Tangan Emas Sang Penyembuh    119. Beri aku jawaban

    “Apa kamu mau, menjadi kekasihku?” Tiba-tiba, hening menyelimuti bangsal rumah sakit itu dengan begitu pekat, seakan semua suara di luar ruangan berhenti hanya untuk memberi ruang bagi satu pertanyaan sederhana yang baru saja keluar dari bibir Elvario. Pertanyaan yang menggetarkan udara, menembus jantung, dan membuat waktu terasa berjalan lambat. Azalea terdiam. Matanya membesar, napasnya tercekat. Ia memandangi El seolah tidak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar. Wajahnya memanas, dan mungkin kini sudah semerah tomat busuk, jantungnya berdegup begitu kencang hingga terasa menyakitkan di dalam dadanya. Kata-kata El barusan bergema berulang kali di kepalanya: “Apa kamu mau, menjadi kekasihku?” Tangannya yang menggenggam map laporan pasien bergetar halus. Seakan tubuhnya sendiri tidak tahu bagaimana harus merespons apa yang baru saja dikatakan oleh El. Perasaan bahagia, cemas, dan takut bercampur jadi satu, menciptakan pusaran emosi yang membuatnya ingin menangis sekal

  • Dokter Jenius: Tangan Emas Sang Penyembuh    118. Tiba-tiba?

    Hari-hari setelah bencana itu berjalan dengan tempo yang berbeda. Tidak ada lagi teriakan panik, tidak ada lagi dentuman runtuhan yang membuat jantung meloncat. Yang tersisa hanyalah jejak kesunyian yang berbaur dengan suara mesin alat berat, sesekali diselingi panggilan petugas dari pengeras suara. Sudah hampir seminggu berlalu sejak tsunami menyapu kota pesisir ini. Kini, keadaan perlahan berangsur terkendali. Dari ratusan korban yang dilaporkan hilang, sebagian besar sudah ditemukan, baik dalam keadaan selamat maupun tidak. Hanya segelintir nama yang masih tercatat dalam daftar pencarian. Tim SAR masih bekerja, menyusuri puing-puing bangunan yang rata dengan tanah, dan mengangkat reruntuhan demi reruntuhan dengan kesabaran yang tak pernah mereka lepaskan. Korban yang selamat sebagian besar kini tinggal di posko pengungsian. Tenda-tenda biru berjejer rapi di lapangan besar yang dijadikan pusat penampungan sementara. Di sana, para relawan menyalurkan makanan, air bersih, dan obat-

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status