Chapter: Bab 106 TamatMona masih terdiam, wajahnya memucat, tubuhnya perlahan gemetar. Informasi yang baru saja ia terima terasa seperti badai—membuat segalanya berputar dan kabur di kepalanya. Namun Ansel belum selesai. “Dan satu lagi,” ucapnya, kini dengan nada lebih tajam, menusuk. “Hendrik Hartono tidak mati bunuh diri di penjara.” Mona menoleh cepat, matanya terbelalak. “Apa maksudmu…?” Ansel menatap pria paruh baya di seberang dengan dingin yang mengancam. “Dia yang mengatur kematian Hendrik. Mengubahnya seolah-olah itu bunuh diri, padahal itu pembunuhan yang disabotase dari dalam.” Pria itu mengangkat alisnya pelan, seolah tak merasa bersalah sedikit pun. “Hendrik tahu terlalu banyak. Dia mulai panik. Kalau aku biarkan, dia bisa buka suara—dan itu akan merugikan semua pihak.” “Termasuk kau,” potong Ansel tajam. “Karena jika dia bicara, semuanya akan tahu kalau selama ini dalangnya adalah kau. Kau yang menarik tali dari balik bayangan. Meracuni Dante, lalu menyingkirkan siapa pun yang bisa
Last Updated: 2025-04-11
Chapter: Bab 105Beberapa minggu setelah Mona melahirkan Arshaka, Ansel kemudian meminta izin kepada Lidia untuk membawa istrinya itu ke suatu tempat. Dan mertuanya itu senang karena diberi waktu lama untuk bermain dengan cucunya. "Kita akan kemana?" Mona bertanya saat dia dan Ansel berada di dalam mobil yang dikemudikan oleh suaminya. "Ke suatu tempat. Aku ingin menunjukkan sesuatu padamu," jawab Ansel, sembari fokus menatap jalanan di depan sana. Mendengar jawaban Ansel, Mona tak bertanya lagi. Ia hanya menggenggam jemari suaminya yang bebas satu, membiarkan keheningan menyelimuti mereka sambil menanti kejutan yang akan datang. Mobil yang Ansel kendarai akhirnya berhenti di depan sebuah bangunan yang sangat familiar—kantor polisi. Mona mengernyit heran, pandangannya menelusuri papan nama besar di atas gedung itu. “Apa… kita ada urusan di sini?” gumamnya pelan, hampir seperti bicara pada diri sendiri. Namun sebelum sempat bertanya lebih lanjut, Ansel sudah keluar dari mobil dan mengitar
Last Updated: 2025-04-11
Chapter: Bab 104 Beberapa jam setelah persalinan Cahaya lembut dari lampu di sudut ruangan menciptakan bayangan hangat di wajah Mona yang tertidur pulas. Di pelukannya, Arshaka tampak damai, sesekali menggerakkan tangan mungilnya seolah sedang bermimpi. Ansel duduk di samping ranjang, tubuhnya bersandar santai tapi tetap waspada. Di antara jemarinya yang kokoh, ia menggenggam tangan kecil anaknya dengan hati-hati, seolah takut kekuatannya yang luar biasa bisa melukai makhluk sekecil itu. Dia menatap wajah mungil itu dalam diam. Hidung kecil, bibir mungil, dan alis tipis yang entah mengapa membuat hatinya terasa penuh. “Arshaka,” bisiknya pelan, seolah sedang menguji nama itu di lidahnya. “Kau bahkan belum bisa membuka mata, tapi kau sudah mengubah segalanya.” Ada senyum samar di wajah Ansel—bukan senyum sinis, bukan senyum licik, tapi senyum yang lembut, tulus, dan langka. Tangannya yang besar membenarkan selimut bayi itu dengan gerakan sangat hati-hati, lalu berpindah menyentuh pipi Mon
Last Updated: 2025-04-11
Chapter: 103Beberapa jam kemudian Suasana di dalam kamar perawatan semakin tegang. Mona kini terbaring dengan tubuh sedikit miring, keringat membasahi dahinya. Nafasnya semakin berat, tangannya menggenggam erat lengan Ansel setiap kali kontraksi datang. "Ahh…!" Mona meringis kesakitan saat gelombang kontraksi kembali menghantam. Ansel langsung mencondongkan tubuhnya, tangannya mengelus rambut Mona dengan lembut. "Mona, tahan sebentar… Aku di sini." Dokter kembali masuk untuk memeriksa perkembangannya. Setelah beberapa saat, dia mengangkat wajah dengan ekspresi serius. “Sekarang sudah pembukaan delapan.” Mata Ansel semakin gelap. “Apa dia masih harus menunggu lama?” Dokter tersenyum tipis, berusaha menenangkan. “Dari perkembangannya, sepertinya tidak akan lama lagi. Nyonya Mona, Anda harus tetap tenang dan mengatur napas. Jika terus panik, akan lebih sulit nantinya.” Mona mengangguk lemah, meskipun rasa sakit yang terus meningkat hampir membuatnya tidak bisa berpikir. Namun, saat
Last Updated: 2025-03-16
Chapter: Bab 102Dokter memasang sarung tangannya dan mulai memeriksa kondisi Mona dengan teliti. Ansel berdiri di sisi ranjang, matanya tak lepas dari wajah istrinya yang menahan napas. Beberapa saat kemudian, dokter mengangkat wajahnya dan tersenyum kecil. "Seperti yang kami duga, Nyonya sudah memasuki pembukaan satu." Mona menghembuskan napas lega, meskipun di dalam hatinya tetap ada sedikit kegelisahan. Namun, berbeda dengan Ansel. Wajah pria itu sama sekali tidak menunjukkan ketenangan. "Pembukaan satu," ulangnya dengan suara datar, tetapi ada ketegangan yang terasa di baliknya. "Berarti Mona akan semakin kesakitan setelah ini?" Dokter mengangguk. "Kontraksi akan semakin sering dan intens. Tapi ini masih tahap awal, jadi butuh waktu sebelum benar-benar siap untuk melahirkan." Ansel tidak menjawab. Rahangnya semakin mengeras, dan tatapan matanya seakan menyelidik, mencari kepastian. "Aku masih baik-baik saja, Ansel," ujar Mona dengan suara lembut, berusaha menenangkan suaminya. A
Last Updated: 2025-03-15
Chapter: Bab 101Setelah memastikan Mona baik-baik saja, Ansel tetap berada di rumah sakit hingga larut malam. Mona akhirnya tertidur karena kelelahan, sementara Ansel duduk di sofa di dalam kamar VIP, menatap layar ponselnya dengan tatapan dingin. Richard berdiri di sudut ruangan, menunggu perintah. "Bagaimana situasinya?" tanya Ansel pelan, suaranya terdengar lebih berat di tengah keheningan malam. Richard sedikit menunduk. "XG Group benar-benar runtuh. Sahamnya anjlok hingga level terendah, dewan direksi kacau, dan pemegang saham utama mulai menjual aset mereka. Sepertinya mereka tidak akan bisa bangkit lagi." Ansel tidak bereaksi langsung. Dia hanya memutar cangkir kopinya yang sudah dingin di tangan. Ansel tersenyum kecil, tapi sorot matanya tetap tajam. "Bagus," gumamnya. Suasana ruangan terasa semakin dingin. Richard menatap Ansel dengan sedikit ragu, lalu memberanikan diri untuk bertanya, "Apa yang akan kita lakukan selanjutnya, Jenderal?" Ansel meletakkan cangkirnya ke meja d
Last Updated: 2025-03-14
Chapter: 9. Mengejutkan Semua orang langsung bergerak cepat mendengar suara El yang tegas. Tak ada satu pun yang berani bersuara, bahkan Direktur Rumah Sakit Medical hanya bisa mengangguk patuh, seolah nalurinya tahu—ini bukan saatnya bermain prosedur. Karena yang sedang terbaring kritis di ruang ICU itu bukan sembarang pasien.Itu adalah cucu dari Tuan Sujana, sosok tertinggi dalam daftar kekuasaan di kota ini. Bukan hanya donatur utama rumah sakit tersebut, tapi secara teknis—pemilik sebenarnya dari tempat ini. Setiap ubin, setiap alat medis, bahkan gaji beberapa kepala divisi... semua bisa saja menghilang dalam satu petikan jarinya.Dan sekarang, satu-satunya harapan hidup bagi cucu kecilnya... adalah dokter yang bukan spesialis jantung.Lampu ruang operasi menyala terang, menusuk pandangan siapa pun yang masuk. Suhu ruangan menurun beberapa derajat, namun tangan-tangan di dalamnya sibuk, bergerak cepat seperti orkestra tanpa musik. Setiap instrumen dikeluarkan. Setiap alat dicek ulang. Di tengah kekacau
Last Updated: 2025-06-16
Chapter: 8. Kepanikan Suasana di lobby rumah sakit masih diselimuti bisik-bisik dan ketegangan. Semua orang menunggu—siapa sosok yang dimaksud oleh Tuan Sujana? Siapa penyelamat cucunya?Langkah sepatu terdengar menggema di lantai rumah sakit.El maju ke depan, menyibak kerumunan dengan jas dokternya yang rapi dan pas membalut tubuhnya. Sikapnya tenang, tetapi aura dominannya langsung menarik perhatian semua orang di ruangan itu. Ia tidak berjalan tergesa. Tidak pula mencoba menyembunyikan kehadirannya.Ia berhenti tiga langkah di depan Tuan Sujana.“Bagaimana kondisinya sekarang?” tanyanya langsung, tanpa basa-basi. Suaranya rendah namun mengandung tekanan yang membuat orang lain menahan napas.Tuan Sujana mengerutkan alisnya.“Jantungnya sempat mengalami ventricular fibrillation akibat benturan. Apalagi, dia memang punya kelainan jantung bawaan, VSD. Kalau keterlambatan penanganan terjadi lebih dari lima menit, dia tidak akan bertahan,” lanjut El, tenang. “Tapi saya yakin, setelah pemasangan defibrillato
Last Updated: 2025-06-15
Chapter: 7. Mencari penyelamat Kedua korban itu segera dilarikan ke rumah sakit. Sementara itu, pria mabuk yang mengemudi secara ugal-ugalan turut dibawa dengan pengawalan ketat dari pihak kepolisian.Polisi mulai meminta keterangan dari beberapa saksi mata di lokasi kejadian. Sedangkan El, setelah memastikan segalanya terkendali, memilih kembali ke kedai milik kedua orang tuanya untuk membantu melayani pelanggan."El, sebaiknya kamu bersiap berangkat kerja sekarang. Kamu seorang dokter—dan dokter harus tepat waktu serta bertanggung jawab terhadap pasiennya!"Suara ayahnya, Bambang, terdengar tegas namun penuh pengertian."Ayah yakin bisa mengurus semuanya?" tanya El ragu."Tentu saja. Lagipula, penglihatan ibumu juga mulai membaik. Jangan khawatir, kami bisa menghandle semua ini."El mengangguk, lalu menatap jam di pergelangan tangannya. Sif kerjanya hampir dimulai. Ia pun buru-buru pulang, mandi, berganti pakaian, dan mengendarai sepeda motornya menuju rumah sakit.Setibanya di sana, El langsung disambut dengan s
Last Updated: 2025-06-10
Chapter: 6. Kecelakaan Setelah selesai mengobati mata ibunya, El disuruh beristirahat di kamar yang sudah disiapkan oleh kedua orang tuanya. Meski rumah itu sempit dan tua, kamar El tampak terawat. Seprei bersih, rak kayu di sudut ruangan, dan kipas kecil yang berderit pelan di langit-langit. El merebahkan tubuhnya di atas ranjang. Kasurnya tak seempuk kasur di rumah lamanya, tapi ada rasa hangat yang sulit dijelaskan. Namun saat memejamkan mata, bayang-bayang masa lalu itu menyeruak. Tama. Sara. Pengkhianatan mereka. Tangan El mengepal erat. Nafasnya terhenti sejenak. Kebencian itu mencuat lagi, begitu kuat hingga terasa menyesakkan dada. Tapi malam menuntutnya untuk tenang. Ia memaksakan diri tidur, agar esok tak menjadi lebih berat dari hari ini. ★ Keesokan harinya, suara riuh dari dapur dan depan rumah membangunkan El. Ia melirik ponselnya. Masih pukul 04.30 pagi. Langit masih gelap, tapi semangat pagi di rumah itu sudah menyala. El bangkit, lalu berjalan keluar kamar. “Ayah...” panggil El
Last Updated: 2025-06-07
Chapter: 5. Menyembuhkan Perjalanan menuju rumah orang tuanya terasa begitu sunyi dan juga sangat lama. Ibu pemilik kedai itu duduk di jok belakang motor, menunjukkan arah sambil sesekali menatap punggung Elvario yang membisu. Ia tahu, pemuda itu sedang menahan sesuatu yang dalam—lebih dalam dari sekadar rindu.Motor itu akhirnya berhenti di depan sebuah rumah kecil yang tampak sederhana. Dindingnya mulai kusam, dan halaman depannya dipenuhi tanaman liar yang tumbuh tanpa terurus. Tapi lampu di beranda menyala hangat, seakan masih ada secercah harapan di dalamnya.“Itu rumahnya. Ketuk saja pintunya, orang tuamu ada di dalam. Aku pamit ya, Nak,” ujar wanita tadi lembut. El mengangguk pelan. "Terima kasih karena sudah mengantarku, ya, Bu," ujar El, menunduk hormat. Wanita itu kemudian tersenyum kecil dan mengangguk. Ia melangkah meninggalkan El sendirian sembari menatap rumah yang didalamnya ada kedua orang tuanya.Ep lalu melangkah perlahan ke depan pintu.Ia mengangkat tangannya, hendak mengetuk… namun rag
Last Updated: 2025-05-19
Chapter: 4. Bertemu masa lalu Setelah menyelesaikan operasi darurat yang menegangkan, Elvario berjalan keluar dari ruang bedah dengan langkah tenang. Wajahnya tak menunjukkan lelah sedikit pun, meski bajunya bernoda darah dan sarung tangannya baru saja dilepas. Tatapannya tetap tajam, penuh perhitungan. Begitu kembali ke UGD, langkahnya terhenti. Di lorong yang lengang, seorang wanita berdiri membelakanginya. Rambut panjang bergelombang itu tampak familiar. Jas dokter yang melekat di tubuh rampingnya membingkai siluet yang pernah ada dalam hidup Elvario—seseorang yang seharusnya sudah lama ia kubur dalam ingatan. Wanita itu menoleh. Mata mereka bersirobok. Detik itu juga, dunia wanita itu seolah runtuh. "E-El...?" gumamnya lirih, tangan terangkat menutupi mulutnya. Tubuhnya mundur satu langkah, seakan menghadapi hantu dari masa lalu. Napasnya tercekat, jantungnya berdegup liar. Wajahnya memucat seketika. Elvario tidak menunjukkan reaksi berarti. Ia hanya memandang datar, lalu mengalihkan tatapannya
Last Updated: 2025-05-19