Chapter: 92. Situasi apa ini?Alya berjalan mendekat ke arah Elvario dan Sanae dengan langkah yang mantap, namun tatapannya tajam seperti sedang mengukur setiap inci dari sosok di hadapannya. Di sisi lain, Azalea juga berjalan mendekat ke arah El dan Sanae, ekspresinya datar tapi matanya menyipit penuh kecurigaan. Sementara itu, dokter Keysha juga berjalan sedikit lebih lambat, kedua tangannya menyilang di depan dada, bibirnya membentuk garis tipis. Tatapan dari dua gadis itu, yaitu Alya dan Azalea terasa benar-benar menusuk. Seolah-olah mereka sedang berusaha “menguliti” El hidup-hidup hanya dengan pandangan mata. Bahkan Keysha yang biasanya lebih santai, kali ini terlihat sangat waspada. Menyadari atmosfer yang mulai terasa menekannya, Elvario segera melepaskan pelukan Sanae dengan gerakan cepat namun tidak kasar. Dia berdehem singkat, mencoba memecah ketegangan. Sanae, yang baru menyadari bahwa pelukannya tadi cukup lama, langsung menunduk dalam-dalam. Pipi gadis Jepang itu memerah, dan suaranya terdengar
Last Updated: 2025-08-12
Chapter: 91. Tamu? Elvario berdiri sejenak di depan cermin di ruang ganti, memastikan rambutnya sudah tertata dan wajahnya tidak lagi terlalu pucat. Sisa ketegangan operasi tadi mulai mereda, tapi bukan berarti pikirannya tenang, bayangan Alya yang bergelayut manja di lengannya tadi masih terasa seperti bekas panas yang sulit hilang.Ia menghela napas, mengunci loker, lalu mendorong pintu keluar. Suara langkah sepatunya bergema pelan di lorong, hingga matanya tertuju pada sosok yang duduk di kursi tunggu.Alya.Gadis itu masih di sini. Duduk dengan kaki bersilang, gaun birunya tampak memantulkan cahaya lampu rumah sakit. Rambut panjangnya jatuh di sisi wajah, dan begitu melihat El, bibirnya langsung merekah dalam senyum lebar. Senyum yang tidak hanya sekadar ramah, tapi ada rasa lega di sana, seperti seseorang yang akhirnya bisa bernapas setelah menahan diri terlalu lama.“Dokter El,” panggilnya, suaranya ringan namun menyiratkan kebahagiaan yang sulit ditutupi.El mendekat, langkahnya tenang, meskipun
Last Updated: 2025-08-11
Chapter: 90. Gadis bergaun biru Pintu ruang operasi terbuka, udara dingin dari lorong IGD menyambut langkah Elvario yang baru saja menanggalkan sarung tangan steril. Rasa lelah masih menempel di otot-otot tangannya, sisa ketegangan dari operasi barusan belum sepenuhnya hilang. Rambutnya sedikit basah oleh keringat yang terperangkap di bawah penutup kepala bedah, dan matanya masih menyisakan sorot tajam seorang dokter yang baru saja bertarung melawan kematian. Namun, pemandangan yang menyambutnya di depan membuatnya terhenti sesaat. Di sana, berdiri seorang gadis bergaun biru lembut yang tampak kontras dengan lorong rumah sakit yang putih dingin. Rambut panjangnya yang hitam berkilau jatuh di bahunya, mata indahnya langsung berbinar begitu melihat El. Wajahnya segar, namun menyimpan guratan lega, seolah baru saja melepaskan kekhawatiran yang ia tahan sejak lama. “Dokter El…” panggilnya pelan, tapi penuh emosi. Sebelum El sempat merespons, gadis itu—Alya—sudah melangkah cepat dan… bruk! memeluknya erat. Begi
Last Updated: 2025-08-10
Chapter: 89. Menyelamatkan nyawa Pintu ruang operasi terbuka lebar, suara alat monitor berpadu dengan hiruk-pikuk tim bedah yang bersiap. Bau khas antiseptik bercampur aroma besi darah segera memenuhi hidung Elvario begitu ia masuk. Tanpa jas putihnya, ia sudah mengenakan pakaian bedah steril, scrub hijau, masker, dan sarung tangan lateks yang menempel rapat di kulit. Di atas meja operasi, pasien laki-laki itu sudah terbaring, intubasi terpasang dengan ventilator yang memompa napasnya secara mekanis. Monitor jantung menunjukkan denyut yang lemah namun masih bertahan di angka 90-an, tekanan darah rendah 70/40, saturasi oksigen naik sedikit menjadi 90% setelah chest tube tadi terpasang. “Dokter, pasien sudah diberikan dua liter kristaloid dan satu kantong darah O negatif,” laporan seorang perawat anestesi, suaranya cepat namun terlatih. “Namun tekanan darah masih drop.” El mengangguk singkat, matanya fokus. Waktu mereka sempit. Setiap menit yang terbuang bisa menjadi perbedaan antara hidup dan mati. “Scalpel,
Last Updated: 2025-08-10
Chapter: 88. Pasien lagi Keesokan paginya, El sudah berangkat menuju rumah sakit. Ia menghela napas pelan, menatap gedung rumah sakit yang berdiri kokoh di depannya. Sudah hampir empat hari ia tidak berlarian untuk menolong pasien darurat di sana, dan sebaliknya, ia malah berbaring tak sadarkan diri di ranjang VIP. Ada rasa rindu yang aneh dalam hatinya, rasa rindu pada hiruk-pikuk IGD, pada aroma antiseptik, bahkan pada suara monitor yang berdengung tanpa henti. Begitu mobilnya memasuki gerbang rumah sakit, suara raungan sirene langsung memecah ketenangan pagi. Sebuah ambulans berbelok tajam ke arah IGD dengan lampu strobo merah-biru yang berkedip-kedip. Refleks, El memutar kemudi dan berhenti di dekat jalur darurat. Ia tak sempat memikirkan jas dokter yang masih terlipat rapi di kursi belakang karena kakinya sudah bergerak cepat turun dari mobil. Di depan, pintu belakang ambulans terbuka keras. Dua paramedis melompat turun, wajah mereka tegang, lalu menarik brankar beroda yang di atasnya terbari
Last Updated: 2025-08-10
Chapter: 87. Pelukan rindu “Sudah, jangan banyak bicara soal itu lagi. Yang penting sekarang kamu sudah sadar… dan sehat seperti biasa,” kata Tuan Saya, tapi nada suaranya menyimpan nada lega yang sulit disembunyikan. Ia lalu mendekat, menyelipkan satu tangannya di belakang punggung El, sementara tangan satunya menahan siku pemuda itu. Gerakannya hati-hati sekali, seakan El adalah barang rapuh yang mudah pecah. “Ayo, pelan-pelan. Jangan terburu-buru, nanti pusing,” ujarnya sambil membantu El duduk tegak. El menghembuskan napas pelan. Otot-otot punggungnya kaku, tapi ia mencoba untuk tidak menunjukkan kalau ia masih agak lemas. “Saya baik-baik saja, sungguh. Kalau terus diperlakukan seperti ini, saya bisa-bisa tambah malas bergerak,” ucapnya sambil tersenyum tipis. Tuan Sujana hanya menatapnya sebentar, lalu menggeleng. “Kau ini memang keras kepala…” gumamnya, sebelum merogoh saku jasnya dan menekan nomor di ponselnya. “Masuk,” katanya singkat setelah sambungan diangkat. Tak lama, salah satu pengawal b
Last Updated: 2025-08-10
Chapter: Bab 106 TamatMona masih terdiam, wajahnya memucat, tubuhnya perlahan gemetar. Informasi yang baru saja ia terima terasa seperti badai—membuat segalanya berputar dan kabur di kepalanya. Namun Ansel belum selesai. “Dan satu lagi,” ucapnya, kini dengan nada lebih tajam, menusuk. “Hendrik Hartono tidak mati bunuh diri di penjara.” Mona menoleh cepat, matanya terbelalak. “Apa maksudmu…?” Ansel menatap pria paruh baya di seberang dengan dingin yang mengancam. “Dia yang mengatur kematian Hendrik. Mengubahnya seolah-olah itu bunuh diri, padahal itu pembunuhan yang disabotase dari dalam.” Pria itu mengangkat alisnya pelan, seolah tak merasa bersalah sedikit pun. “Hendrik tahu terlalu banyak. Dia mulai panik. Kalau aku biarkan, dia bisa buka suara—dan itu akan merugikan semua pihak.” “Termasuk kau,” potong Ansel tajam. “Karena jika dia bicara, semuanya akan tahu kalau selama ini dalangnya adalah kau. Kau yang menarik tali dari balik bayangan. Meracuni Dante, lalu menyingkirkan siapa pun yang bisa
Last Updated: 2025-04-11
Chapter: Bab 105Beberapa minggu setelah Mona melahirkan Arshaka, Ansel kemudian meminta izin kepada Lidia untuk membawa istrinya itu ke suatu tempat. Dan mertuanya itu senang karena diberi waktu lama untuk bermain dengan cucunya. "Kita akan kemana?" Mona bertanya saat dia dan Ansel berada di dalam mobil yang dikemudikan oleh suaminya. "Ke suatu tempat. Aku ingin menunjukkan sesuatu padamu," jawab Ansel, sembari fokus menatap jalanan di depan sana. Mendengar jawaban Ansel, Mona tak bertanya lagi. Ia hanya menggenggam jemari suaminya yang bebas satu, membiarkan keheningan menyelimuti mereka sambil menanti kejutan yang akan datang. Mobil yang Ansel kendarai akhirnya berhenti di depan sebuah bangunan yang sangat familiar—kantor polisi. Mona mengernyit heran, pandangannya menelusuri papan nama besar di atas gedung itu. “Apa… kita ada urusan di sini?” gumamnya pelan, hampir seperti bicara pada diri sendiri. Namun sebelum sempat bertanya lebih lanjut, Ansel sudah keluar dari mobil dan mengitar
Last Updated: 2025-04-11
Chapter: Bab 104 Beberapa jam setelah persalinan Cahaya lembut dari lampu di sudut ruangan menciptakan bayangan hangat di wajah Mona yang tertidur pulas. Di pelukannya, Arshaka tampak damai, sesekali menggerakkan tangan mungilnya seolah sedang bermimpi. Ansel duduk di samping ranjang, tubuhnya bersandar santai tapi tetap waspada. Di antara jemarinya yang kokoh, ia menggenggam tangan kecil anaknya dengan hati-hati, seolah takut kekuatannya yang luar biasa bisa melukai makhluk sekecil itu. Dia menatap wajah mungil itu dalam diam. Hidung kecil, bibir mungil, dan alis tipis yang entah mengapa membuat hatinya terasa penuh. “Arshaka,” bisiknya pelan, seolah sedang menguji nama itu di lidahnya. “Kau bahkan belum bisa membuka mata, tapi kau sudah mengubah segalanya.” Ada senyum samar di wajah Ansel—bukan senyum sinis, bukan senyum licik, tapi senyum yang lembut, tulus, dan langka. Tangannya yang besar membenarkan selimut bayi itu dengan gerakan sangat hati-hati, lalu berpindah menyentuh pipi Mon
Last Updated: 2025-04-11
Chapter: 103Beberapa jam kemudian Suasana di dalam kamar perawatan semakin tegang. Mona kini terbaring dengan tubuh sedikit miring, keringat membasahi dahinya. Nafasnya semakin berat, tangannya menggenggam erat lengan Ansel setiap kali kontraksi datang. "Ahh…!" Mona meringis kesakitan saat gelombang kontraksi kembali menghantam. Ansel langsung mencondongkan tubuhnya, tangannya mengelus rambut Mona dengan lembut. "Mona, tahan sebentar… Aku di sini." Dokter kembali masuk untuk memeriksa perkembangannya. Setelah beberapa saat, dia mengangkat wajah dengan ekspresi serius. “Sekarang sudah pembukaan delapan.” Mata Ansel semakin gelap. “Apa dia masih harus menunggu lama?” Dokter tersenyum tipis, berusaha menenangkan. “Dari perkembangannya, sepertinya tidak akan lama lagi. Nyonya Mona, Anda harus tetap tenang dan mengatur napas. Jika terus panik, akan lebih sulit nantinya.” Mona mengangguk lemah, meskipun rasa sakit yang terus meningkat hampir membuatnya tidak bisa berpikir. Namun, saat
Last Updated: 2025-03-16
Chapter: Bab 102Dokter memasang sarung tangannya dan mulai memeriksa kondisi Mona dengan teliti. Ansel berdiri di sisi ranjang, matanya tak lepas dari wajah istrinya yang menahan napas. Beberapa saat kemudian, dokter mengangkat wajahnya dan tersenyum kecil. "Seperti yang kami duga, Nyonya sudah memasuki pembukaan satu." Mona menghembuskan napas lega, meskipun di dalam hatinya tetap ada sedikit kegelisahan. Namun, berbeda dengan Ansel. Wajah pria itu sama sekali tidak menunjukkan ketenangan. "Pembukaan satu," ulangnya dengan suara datar, tetapi ada ketegangan yang terasa di baliknya. "Berarti Mona akan semakin kesakitan setelah ini?" Dokter mengangguk. "Kontraksi akan semakin sering dan intens. Tapi ini masih tahap awal, jadi butuh waktu sebelum benar-benar siap untuk melahirkan." Ansel tidak menjawab. Rahangnya semakin mengeras, dan tatapan matanya seakan menyelidik, mencari kepastian. "Aku masih baik-baik saja, Ansel," ujar Mona dengan suara lembut, berusaha menenangkan suaminya. A
Last Updated: 2025-03-15
Chapter: Bab 101Setelah memastikan Mona baik-baik saja, Ansel tetap berada di rumah sakit hingga larut malam. Mona akhirnya tertidur karena kelelahan, sementara Ansel duduk di sofa di dalam kamar VIP, menatap layar ponselnya dengan tatapan dingin. Richard berdiri di sudut ruangan, menunggu perintah. "Bagaimana situasinya?" tanya Ansel pelan, suaranya terdengar lebih berat di tengah keheningan malam. Richard sedikit menunduk. "XG Group benar-benar runtuh. Sahamnya anjlok hingga level terendah, dewan direksi kacau, dan pemegang saham utama mulai menjual aset mereka. Sepertinya mereka tidak akan bisa bangkit lagi." Ansel tidak bereaksi langsung. Dia hanya memutar cangkir kopinya yang sudah dingin di tangan. Ansel tersenyum kecil, tapi sorot matanya tetap tajam. "Bagus," gumamnya. Suasana ruangan terasa semakin dingin. Richard menatap Ansel dengan sedikit ragu, lalu memberanikan diri untuk bertanya, "Apa yang akan kita lakukan selanjutnya, Jenderal?" Ansel meletakkan cangkirnya ke meja d
Last Updated: 2025-03-14