“Sudahlah, Saga, kamu jangan mengkhawatirkan si Badar. Ingat, dia itu sering merundung kamu dulu. Dia manusia paling bejat di hidup kamu. Cukup tanamkan hal itu dalam-dalam di kepalamu agar kamu tidak perlu buang-buang energi untuk sesuatu yang tidak perlu. Kita sudah sangat bekerja keras hari ini.”
Sagara mengangguk, sepertinya ini memang bukan momen yang tepat untuk mendiskusikan masalah Badar dengan kedua temannya. Mereka tampak sangat kelelahan. Meski sama-sama diberi tugas berat tapi Sagara tidak sekuyu Omen, dia masih terlihat segar dan tampan seperti biasanya. Apalagi tadi dia sempat sembahyang Isya di masjid sekolah sekaligus didaulat menjadi imam salat.
Momen ini menambah nilai plus dari Sagara versi sekarang. Tidak pernah terpikir di benak semua orang bahwa Sagara memiliki kemampuan melantunkan ayat suci dengan sangat baik. Suaranya merdu dan bacaannya tartil. Sagara mendapat pujian dari petinggi sekolah yang kebetulan berjamaah di sana tak
“Doi? Apa itu?”“Hm, kumat begonya,” kesal Omen, “Doi itu gebetan atau orang spesial buat kamu. Tyana spesial kan buat kamu?”“Iya,” jawab Sagara tanpa ragu, sontak Tyana tersedak makanannya sendiri. Ia buru-buru mengambil air mineral dan meneguknya sesegera mungkin.“Wanjir! Pengakuan macam apa ini?” heboh Omen sampai nasi yang ada di mulutnya tumpah-tumpah. Saga berkata seperti itu setelah Omen menyuap nasi soalnya.“Aku menjawab apa adanya, kamu bertanya apakah Tyana spesial buatku? Maka jawabannya ya, dia spesial. Kamu juga spesial. Kalian temanku sudah pasti kalian spesial.”Senyum Tyana mendatar, ternyata Sagara masih menganggapnya teman tidak lebih dari itu.“Ini kunyuk satu memang susah diajak serius. Maksud saya bukan spesial sebagai teman tapi lebih dari itu. Saya tidak masalah kok kalau kalian menjalin hubungan asmara, serius deh. Asal jangan kacangin sa
Sagara melakukan cara terbaik dan tercepat untuk tiba di kediamannya demi menemui Ningsih. Lelaki itu tidak yakin apakah Ningsih mau menemaninya atau tidak, yang jelas Sagara harus memastikannya sendiri agar dia bisa tidur nyenyak. Sagara ini memang tipikal orang yang tidak tenang sebelum memenuhi janji. Saat di Ambarwangi dulu, dia rela berjalan menembus hutan sejauh 1 KM hanya untuk mencarikan bunga langka untuk hadiah ulang tahun Larasati. Kawan seperguruan tercantik yang dia punya, sayangnya hanya perempuan itu yang tidak takluk pada mantra cinta pendekar Gara.Alih-alih suka, Larasati malah memiliki perasaan benci pada Sagara. Dia menilai Sagara terlalu sombong ketika diberi gelar pendekar nomor satu di Ambarwangi. Secara ilmu batiniah, pria itu belum pantas menyandang gelar setinggi itu. Ah, entah mengapa ketika memikirkan Ningsih malah bayangan Larasati yang muncul. Apa kabarnya perempuan galak itu? Apakah dia selamat dari peperangan tempo hari?Drrgg!Su
Tok! Tok! Tok!Sagara celingukan agar ketukannya terhadap jendela kamar Ningsih tidak mengganggu ketenangan orang-orang. Ia berani melakukan itu karena mendengar masih ada suara lalu lalang di kamar Ningsih.Tok! Tok! Tok!Ketuk Sagara lagi lebih hati-hati, “Ningsih,” panggilnya pelan. Upaya penuh ketegangan itu membuahkan hasil. Jendela kamar Ningsih terbuka dan muncullah sosok gadis manis bersurai hitam legam yang panjang. Saat malam hari rambut itu digerai begitu saja, Ningsih sudah mengenakan piama tidur panjang warna hijau tosca.“Saga,” gumam Ningsih dalam hati.Sagara melambai sambil memasang senyum lebar, “Hai,” sapanya.“Kamu ngapain di sini malam-malam?” tanya Ningsih tanpa suara namun tangannya bergerak memberi isyarat.“Aku mau minta maaf sama kamu soal janjiku pagi tadi. Aku berjanji untuk menemanimu ke suatu tempat tapi aku malah pulang telat. Tadi di sekolah sibuk ba
Badar tertunduk frustrasi sambil sesekali memukulkan kepalanya ke tembok. Sulit ia duga, keputusannya kembali ke Tribakti setelah cuti lama justru menjadi jurang menuju neraka yang sebenarnya. Lelaki itu yakin para musuhnya di luar sana sedang berpesta karena kini Badar resmi dipenjara dengan status masih tersangka.Hari ini dia baru mendapat kabar bahwa Wati dibebaskan karena terbukti tidak bersalah. Sedangkan dirinya tak terselamatkan karena pihak kepolisian tetap bersikukuh bahwa Badar adalah pengedar utama narkoba di Tribakti.Preman XII IPS 3 itu diperiksa semalaman dan diinterogasi habis-habisan. Badar terlalu lelah berontak sehingga dia lebih memilih diam dan mengabaikan semua pertanyaan polisi. Tidak peduli jika mereka mengancam akan memukulinya dia tidak bersikap kooperatif.Selama kurang lebih lima hari empat malam ia ditahan tak satu pun keluarga yang beritikad menjenguknya. Sepertinya mereka memang sudah tidak peduli pada nasib anak itu. Mau Badar di
“Kau harus mau bekerja sama denganku dalam menghancurkan Tribakti,” tukas Sagara singkat, padat, lugas.Badar tercenung sebentar, kemudian kedua pundaknya terlihat bergetar seperti sedang menahan tawa. Tak lama setelah itu tawa yang tertahan dia keluarkan sekeras mungkin. Ya, itu adalah bukti rasa geli Badar terhadap ucapan Sagara barusan.“Astaga Sagara ... lo ini sebenarnya kerasukan apa, hah? Dari awal kemunculan lo sejak hilang sikap lo jadi semakin hancur. Gue rasa bukan hanya otak lo yang amnesia. Tapi sistem saraf dalam diri lo udah rusak semua!”(Kampret ini Bocah, dia menganggap ucapanku bercanda rupanya.)“Tawaranku terdengar lucu bagimu?”“Ya! Lebih dari lucu, gue bisa ngakak sampai nanti subuh kayaknya, ha ha ha. Parah banget lo, ada gunanya juga kedatangan lo ke sini. Minimal gue bisa ketawa karena kerecehan lo, Sampah.”Badar masih lanjut menertawakan Sagara sampai keluar
“Konspirasi?” cicit Badar.Sebenarnya dia tidak ingin meyakini semua ucapan Sagara yang terkesan gila. Anehnya hati kecil lelaki itu menuntun untuknya membenarkan semua perkataan Sagara. Di tengah kekalutan dan rasa kecewa mendalam yang Badar sembunyikan, dia digempur dilema tentang keputusan apa yang harus ia pilih sekarang. Menyambut baik uluran tangan musuh yang selama ini ia anggap menjijikkan atau mempertahankan gengsinya dan hidup di penjara entah sampai kapan.“Ya, aku yakin ada konspirasi yang melibatkan orang-orang penting Tribakti dari kasus narkoba ini. Dalang utamanya ada di sekolah itu tapi aku tidak tahu siapa dia. Kata teman-temanku, kau sudah dua tahun tinggal kelas. Selain itu, jaringan pertemananmu juga luas. Kau berkawan dengan beberapa anak Gapus dan Gunar, bukan? Sepertinya kau sangat tahu tentang sekolah itu. Aku perlu orang sepertimu untuk melancarkan aksi ini.”“Lo sedang meminta pertolongan atau
Setelah mengunjungi Badar dan membuat beberapa kesepakatan dengan anak itu, Sagara bergegas pulang untuk menemui Ningsih. Ya, ini hari Sabtu, hari yang dijanjikan Sagara untuk mengajak gadis itu jalan-jalan ke pasar malam. Bentuk penebusan dosa karena Senin lalu dia melupakan janjinya pada gadis menarik itu.Dia sudah berusaha mengenyahkan ketertarikan pada pribadi Ningsih yang sederhana namun begitu memikat hatinya. Sayangnya Sagara gagal, sulit mengabaikan dan pura-pura tidak merasakan apa-apa pada Ningsih. Jadi biarlah perasaannya mengalir dengan alami. Toh tidak ada salahnya juga karena saat ini dia sedang bersemayam di tubuh remaja yang seusia Ningsih. Tak akan ada yang berani menyangsinya karena menyukai gadis yang umurnya berbeda jauh dengan pendekar Gara.Sebelum masuk ke gang menuju rumahnya, Sagara sempat mampir ke minimarket dan membeli cokelat ukuran sedang. Dia ingin memberikan makanan manis itu pada Ningsih. Kata orang, perempuan di dunia ini sangat menyu
Suasana sedikit mencair saat keempat remaja itu tiba di pasar malam. Mereka melupakan sejenak perasaan tak nyaman yang sempat singgah di hati masing-masing. larut dalam euforia keramaian orang-orang di sana. Menaiki berbagai wahana khas pasar malam seperti bianglala, kora-kora, ombak banyu, dan yang paling seru adalah ketika mereka masuk ke rumah hantu. Omen beberapa kali memeluk Sagara sambil jerit-jerit ketika jelmaan aneka dedemit muncul di hadapannya.Bahkan ada salah satu pocong yang kena bogem Omen karena dia lompat ke hadapan laki-laki itu secara tiba-tiba. Si pocong sampai terjungkal dan harus bangun dibantu Sagara dan Tyana. Omen meminta maaf sambil memejam karena wajah pocong itu sangat menyeramkan. Sagara hanya bisa tertawa lepas saja melihat tingkah sahabat gilanya itu.Keseruan demi keseruan terus mereka cetak sepanjang dua jam berkeliling di pasar malam. Ketika lelah menyapa, keempatnya memutuskan istirahat sejenak di tempat tukang bakso. Tentu bukan seka