Pria paruh baya menahan nafasnya saat dia mendengar ucapan Barata. Dia sama sekali tidak bisa mempercayai Barata. Dengan keadaan yang dia lalui, pria paruh baya ini tidak lagi bisa menaruh kepercayaannya pada orang lain. Jadi, ketika dia mendengar ucapan Barata yang begitu serius. Ketika dia melihat Barata yang melihat dirinya dengan tatapan serius dan tajam, dia menggelengkan kepalanya dan mengatur nafasnya.
“Huft ... meskipun aku tidak mengatakannya dan kau akan melepaskan kami. Aku tidak bisa mempercayaimu, jadi aku akan mengatakannya. Sebelumnya aku hanyalah seorang prajurit yang sudah meletakkan senjatanya. Aku tinggal di desa yang sama dengan mereka. Pada saat dunia dilanda kekacauan, termasuk para pendekar yang kehilangan kekuatannya. Aku sedang melatih para pemuda ini untuk menjadi seorang prajurit.”“Setelah dunia kehilangan keseimbangannya. Aku membawa mereka, dan meninggalkan desa. Memimpin mereka menghadapi makhluk-makhluk mengKesepakatan terjalin di antara mereka, dan Barata diantar oleh pria paruh baya itu menuju ke wilayah Paviliun Sambarung. Barata melihat bagaimana para pemuda serta orang-orang yang mengikuti pria paruh baya ini terlihat seperti ketakutan ketika pria paruh baya ini mengikutinya, dan mengantarnya menuju ke Paviliun Sambarung.Dia tidak tahu mengapa mereka harus menunjukkan sikap seperti itu. Bagaimanapun juga, situasi yang nantinya akan dia hadapi masihlah sebuah tanda tanya. Untuknya situasi semacam ini cukuplah berbahaya dan berpotensi untuk menjadi sebuah pertarungan yang mematikan. Namun, Barata tidak merasa bila itu adalah hal yang buruk.“Apa yang kau ketahui tentang Paviliun Sambarung ini selain dari kekejaman mereka yang berada di luar batas wajar? Seberapa kuatkah kelompok ini? Berapa jumlah anggota mereka? Siapa saja yang harus aku waspadai ketika bertarung dengan mereka? Kalau kau tahu tentang hal itu, katakan saja padaku. Aku harus mengetahu
Ruangan yang sebelumnya dipenuhi dengan suara rintihan serta suara nafsu seksual yang menggebu-gebu telah berubah menjadi hening. Tempat yang semula dipenuhi warna yang terang telah sepenuhnya berubah menjadi merah. Namun, perempuan-perempuan yang telah di nodai dan direnggut kebebasannya tak mengetahui apa-apa termasuk mereka yang belum terbunuh. Semua itu terjadi karena Barata menggunakan ilusi untuk mengaburkan pandangan mereka.Dia membunuh pria-pria itu satu per satu dan membunuhnya dengan tindakan yang kejam. Mereka yang dia targetkan tidak dia pengaruhi dengan ilusi. Dia membiarkan targetnya sadar, sehingga saat dia menyerangnya dan menancapkan belatinya. Pria itu akan merasakan rasa sakit yang teramat dalam. Akan tetapi, ketika belati itu menancap ke tubuh targetnya, Barata mengaktifkan Teknik {Ilusi Manusia} sehingga targetnya merasakan suatu kengerian yang tak terbayangkan.“Ampun ... argh!!! Argh!!! Tidak ... jauhkan makhluk itu dariku ...
Barata melepaskan serangan yang cepat. Langkah kaki serta ayunan senjatanya sama cepatnya, sehingga Lumbayang terkesiap. Lumbayang menahan serangan itu dengan bilah pedangnya, tapi dia tetap terdorong mundur. Lumbayang menatap Barata dengan dingin sambil mengatur nafasnya. Dia merasakan kekuatan yang menghantam dirinya tidaklah kecil.“Bajingan busuk ini yang mengacau di wilayahku, rupanya. Tua Bangka Bau Tanah yang tak punya otak berani membuat wilayahku yang damai menjadi kacau, dan melakukan serangan seperti ini. Tidak ada hukuman yang pantas untukmu selain kematian. Aku akan menyiksamu Tua Bangka!!! Akan aku kuliti dan cabut gigimu satu per satu, akan aku patahkan setiap anggota tubuhmu, dan akan aku cincang kau!!!” seru Lumbayang yang diliputi api amarah.Saat Barata mendengarnya, dia hanya terkekeh. Dia tidak peduli dengan ancaman omong kosong itu. Sudah berapa banyak orang yang mengancamnya, dan mereka yang melakukan hal tersebut berakhir
Lumbayang mengumpulkan energi di kedua tangannya dan sebuah cahaya berwarna hitam muncul di cakarnya. Dia menatap Barata dengan nafsu membunuh yang kuat, senyumnya juga sangat menakutkan. Dia mengayunkan dua cakarnya dengan seluruh kekuatannya, dan dua gelombang energi lepas dari kedua cakarnya. Lumbayang tidak hanya menggunakan serangan itu saja, tapi dia juga bergerak maju dan bersiap untuk menyerang lagi.Barata tak menghindari serangan itu, tapi dia menggunakan Teknik {7 Sayatan Angin} dari Pusaka Sabit Bulan untuk menghadang serangan lawannya. Dia benar-benar mengerahkan kekuatannya untuk menahan serangan tersebut. Dia mengayunkan sabitnya sebanyak tujuh kali dalam kecepatan yang cukup tinggi, dan ia benar-benar menampilkan kekuatan yang besar.Benturan energi terjadi tatkala serangan Lumbayang bertemu dengan serangan Barata. Dari benturan itu terdengar suara ledakan yang kuat serta angin yang tak biasa. Barata sedikit terdorong mundur begitu juga deng
Ketika Barata melihat tawanannya, dia sama sekali tidak menunjukkan rasa belas kasihan pada mereka. Tidak peduli bagaimana mereka melihatnya, dia sama sekali tidak peduli dengan mereka. Barata hanya merasa jika semua yang terjadi di sini memang seharusnya terjadi. Tidak mungkin dia akan menunjukkan belas kasihan ataupun rasa ibanya kepada mereka.Dia segera memanggil pria paruh baya yang menunggunya. Barata hanya berpikir untuk segera membawa orang-orang ini ke wilayahnya sehingga dia bisa memanfaatkan tenaga mereka untuk membangun wilayahnya ataupun memperkuat pasukannya. Dia sama sekali tidak merasa terkejut ketika para tawanannya menunjukkan reaksi yang begitu buruk. Sudah sewajarnya untuk mereka merasa takut pada dirinya."Sudah aku katakan bukan? Mulai detik ini kalian semua adalah tawananku. Jadi, jangan pernah berharap untuk mendapatkan sikap baik dariku. Tindakan yang telah kalian lakukan sebelumnya tidak mungkin bisa di maafkan. Di saat situasi tid
Bowo melaksanakan segala perintah yang diberikan oleh Barata. Dia berhasil menyelesaikan pembangunan pagar serta gudang. Dia juga membangun dua menara pemantau sederhana di titik-titik yang sudah di tunjuk. Selama Barata meninggalkan Lembah Kehidupan, dia lah yang memimpin seluruh kelompok. Dia juga sudah merasa tenang setelah melihat Sopo Barungan yang sadar serta para pejuang lainnya sudah membaik.“Bagaimana keadaanmu, Sopo Barungan? Apa kau merasa ada sesuatu yang aneh dengan tubuhmu? Kita tidak memiliki seorang ahli pengobatan sehingga penanganan para pejuang yang terluka cukuplah buruk. Istirahatlah kalau kau merasa buruk dengan semua itu,” ucap Bowo. Dia memperhatikan cara Sopo Barungan berjalan yang mana dia masih tertatih-tatih. Dia merasa jika keadaan Sopo Barungan belum sepenuhnya membaik, sehingga dia mengisyaratkan pada pria itu untuk beristirahat. Bagaimanapun juga situasi di Lembah Kehidupan cukup damai. Setelah pertarung
Sebelumnya, ketika Barata sedang berjalan menuju ke Kadipaten Swangiri. Dia menyaksikan pemandangan yang sungguh membuat orang menjadi gila. Sebelum dia sampai di Kadipaten Swangiri, dia melihat suatu kegilaan yang tidak masuk akal. Di mana dia melihat ada ribuan zombie yang berkeliaran di jalan, dan dia juga melihat ada zombie monar juga. Ketika Barata mengingat pemandangan gila itu, dia hanya bisa mengusap dahinya.Barata menceritakan apa yang dia lihat pada Bowo serta Sopo Barungan saat dia bertemu dengan mereka. Dia sama sekali tidak menyembunyikannya karena dia berpikir jika menyembunyikan peristiwa segila itu pasti hanya akan membuat situasi menjadi lebih gila lagi. Jadi, lebih baik mengatakannya sedari awal sehingga dia bisa mengantisipasi kejadian tersebut. Dia memberitahukan pemandangan itu pada mereka berdua, dan dia juga mengingatkan mereka untuk tidak mengendurkan kewaspadaan serta pertahanannya.“Apa yang kau katakan itu benar, Tuan? Sial
Saat dia menatap bulan penuh yang menunjukkan keindahan serta pesonanya. Barata teringat akan istrinya. Dia merindukannya, dan perasaan itu benar-benar buruk. Dia tidak ingin konsentrasinya teralihkan oleh sesuatu karena saat ini dia sedang berada pada kondisi yang tidak tepat untuk merasakan perasaan semacam ini. Namun, siapa yang bisa mengatakan jika merindukan seseorang harus melihat waktu? Jika memang rindu ya rindu, kenapa pula harus memikirkan yang lainnya. Barata mengatur nafasnya agar dia menjadi tenang dan tidak memikirkan perasaan yang baru saja masuk ke dalam hatinya. Dia tidak menolak perasaan itu, hanya saja, dia tidak ingin merasakan perasaan semacam itu di waktu seperti ini. Barata menghela nafas sambil menenangkan perasaannya. Dia benar-benar merasa benaknya tak karuan saat ini. “Haish ... mengapa aku merindukanmu di waktu seperti ini? Apakah kau ingin menyertaiku dalam pertarungan nanti? Sayangku ... aku tidak bisa menolak perasaan ini, tapi