Putra Titisan Dewa

Putra Titisan Dewa

Oleh:  nataliuzone  On going
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
10
7 Peringkat
25Bab
11.6KDibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Tinggalkan ulasan Anda di APP

Saat berusia tujuh tahun, Arya Tarachandra berhasil memukul mundur gerombolan penjahat dan bajak laut ganas, yang diketuai oleh seorang pendekar aliran hitam ganas, Sagara Caraka. Dunia persilatan sontak menjadi ingar bingar karenanya. Siapakah Arya yang kemudian saat dewasa dijuluki Ksatria Bulan itu? Ia dikenal sebagai putra tanpa ayah yang dilahirkan oleh Dasimah, gadis Desa yang diasingkan oleh ibunya karena mengandung tanpa ada pria yang mau bertanggung jawab. Beberapa dedengkot aliran putih mengenali ilmu yang digunakan Arya Tarachandra sebagai ilmu yang mirip dengan Ajian Suci Darah Bulan, yang hilang seratus tahun lalu seiring raibnya keberadaan Manusia Setengah Dewa, Sanatana. Apa hubungan Arya dan Sanatana?

Lihat lebih banyak
Putra Titisan Dewa Novel Online Unduh PDF Gratis Untuk Pembaca

Bab terbaru

Buku bagus disaat bersamaan

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen
user avatar
Rmdni
izin promo thor. Genre: Fantasi Lokal, Fiksi Lokal. judul: Legenda: Nusantara akan memuat hal hal berbau legenda, cerita rakyat, mitos mitos lokal Nusantara. jangan lupa mampir ya buat baca ...
2022-05-24 23:44:54
0
user avatar
Zack Arya
sampah kyak gini harusnya dibuang
2022-03-26 09:25:01
0
user avatar
Sape Piye
mantap jalan cerita nya...tapi knp ngak ad update ny???semangat thor...jgn jd sampah
2022-02-17 05:26:39
2
user avatar
Triwahyuni Triwahyuni
ceritanya bagus kak, lanjut...
2022-02-01 09:56:06
1
user avatar
Is RanD
Widih. Asyik nih...
2022-02-01 02:40:22
3
user avatar
Akhena Jun
Genjot terus, Mbak Author. Gak sabar nunggu Arya dewasa terus ena² sama Pujaratih hihihihi.
2022-01-29 12:02:28
1
user avatar
nataliuzone
Selamat Membaca
2022-01-11 17:03:52
3
25 Bab
1. PROLOG: Manusia Setengah Dewa
Seratus tahun sebelum Rajendra Sanjaya menjadi penguasa Nagri Jaya Dwipa …"Sanatana keparat! Hari ini jangan sebut aku Badiran Wasesa, jika tak mampu mengirim nyawamu ke Neraka!"Badiran Wasesa meludah darah ke tanah. Hantaman lawan yang terlambat dihindari menimbulkan luka dalam yang tidak ringan. Tokoh sesat itu menatap bengis pada sosok serba putih, Sanatana.Yang ditatap berdiri tenang-tenang saja. "Nyawaku mungkin memang akan jatuh ke dalam lubang neraka, Badiran Wasesa. Tapi tidak hari ini, dan tidak di tanganmu."“Cuih!” Badiran Wasesa meludah lagi. "Jangan terlalu jumawa, Sanatana keparat!"Sanatana tersenyum samar. "Terimalah kenyataan kalau Partai Tengkorak Hitam tidak akan pernah terwujud di dunia persilatan, Badiran Wasesa. Setelah kematianmu sesaat lagi, sisa-sisa tokoh golongan hitam yang berhasil lolos dariku akan tercerai berai, dan segera
Baca selengkapnya
2. Riwayat Arya Trachandra
Tersebutlah seorang bocah ajaib, putra perawan suci bernama Dasimah yang mengandung tanpa berhubungan badan dengan sebarang lelaki. Dasimah diasingkan selama masa mengandungnya yang singkat dan ajaib. Persalinannya lancar, atau demikianlah yang Dasimah yakini. Ia tidak sepenuhnya sadar selama masa persalinannya.Setelah mengandung selama tak lebih dari tujuh hari, Dasimah menjadi ibu bagi seorang putra yang mengenalkan dirinya sebagai Arya Tarachandra, ia mengaku sebagai putra titisan. Untuk mengetahui bagaimana Dasimah sampai bisa jadi perawan terpilih, kita akan berkunjung ke suatu hari bersejarah dalam hidup Dasimah, Sri Wedari, dan Arya Tarachandra sendiri ....Hari itu hujan rintik-rintik sedang mengguyur Dukuh Telagasari. Gerimis ini sudah berlangsung sejak pagi, dan tidak kunjung berubah menjadi hujan lebat hingga sore menjelang. Di beranda gubuk mereka, Dasimah sudah tidak bisa lagi menahan diri lebih lama. Tidak ada apa pun di dapur mereka ya
Baca selengkapnya
3. Kehamilan Ajaib
Di gubuknya, Sri Wedari tidak bisa duduk tenang lagi. Hari sudah sepenuhnya gelap, namun Dasimah tak kunjung pulang dari mencari umbi-umbian, padahal hujan sudah berhenti sejak senja turun. Wanita tua itu hilang sabar. Cemasnya sudah sampai ubun-ubun.Tidak menunggu lama, diraihnya obor dari tiang beranda gubuknya dan pergi tergesa-gesa. Sri Wedari tidak cukup berani untuk masuk hutan sendirian di tengah gelap malam begini rupa. Jadi ia memaksa beberapa pemuda dukuh untuk mengawaninya mencari Dasimah."Gila, tengah malam buta begini hendak ke hutan. Apa tidak bisa menunggu sampai esok pagi saja?""Ibunya Dasimah memang sudah gila sejak dulu.""Iya, kalau dia waras, pasti sudah sejak lama dia membiarkan salah satu dari kita mengawini Dasimah. Jadi mereka berdua tidak perlu pontang-panting setengah mati bekerja menghidupi diri.""Jangan-jangan Sri Wedari memang tidak mau Dasimah kawin dan dia ditinggal membusuk sendiria
Baca selengkapnya
4. Perempuan Dalam Pasungan
Pada sisi Barat kaki Bukit Raya, terdapat sebuah telaga kecil berair jernih. Dari atasnya, air terjun setinggi pohon jati mencurah pelan dan lamat-lamat, menimbulkan bunyi gemericik sepanjang waktu. Suasana terasa sejuk bahkan di kala matahari sedang ganas-ganasnya. Ke sanalah Sri Wedari membawa Dasimah, konon untuk menjalani hukumannya.Hari itu juga, sebuah gubuk kecil dibangun warga dukuh di dekat telaga, atas keinginan Sri Wedari. Untuk permintaannya itu, Sri Wedari akan membayar dengan bekerja tanpa upah di sawah warga yang membantunya membuatkan gubuk pengasingan buat Dasimah.“Mengapa harus di sana, Sri Wedari? Dasimah akan menjalani hukuman di tempat biasa!” protes kepala dukuh saat Sri Wedari mengutarakan keinginannya.“Maksudmu, di kaki bukit sebelah Utara yang jauhnya hampir setengah harian perjalanan dari gubukku?” Sri Wedari melotot garang. “Di mana hati nuranimu, Jamitro! Kau buta tidak m
Baca selengkapnya
5. Sabda Dewa
Dasimah yakin dirinya tidak salah mendengar. Sosok orang tua serba putih yang memperkenalkan dirinya sebagai Sanatana itu memberi tahu bahwa dirinyalah yang kini menumpang hidup di rahimnya. Terdengar begitu sulit untuk diterima akal sehat.“Apa aku sedang bermimpi?” Dasimah berkata lirih seolah bertanya pada dirinya sendiri.Jelmaan Sanatana itu tersenyum lagi. “Tidak, Cah Ayu. Kau tidak sedang bermimpi," jawabnya.“Saat ini aku memang belum nyata. Kau melihatku sebagai penjelmaan diriku sebelum menitis ke dalam rahimmu.”“Aku tidak mengerti, Ki ....”"Pada saatnya nanti kau akan mengerti dengan sendirinya, Cah Ayu. Sekarang, dengarkan aku baik-baik.”Dasimah berhenti bersuara. Seolah ada kuasa tak terlihat yang membungkam mulutnya dan membuat telinganya kian awas, saat sosok jelmaan di depannya bersabda.“Seratus tahun yang lalu, a
Baca selengkapnya
6. Bayi Titisan
Bergegas, Sri Wedari turun dari dipan tempatnya tidur. Dengan tersaruk-saruk, wanita tua itu berusaha keluar dari gubuk. Suluh yang menyala kecil di tiang gubuknya bahkan tak mampu menerangi diri sendiri.Berdiri di tepi gubuknya, Sri Wedari mendongak langit. Rawung ternyata sudah menelan bulan seluruhnya. Yang tersisa hanya cincin samar di gelapnya langit.“Usir Rawung itu!”“Usir!”“Usir!”Teriakan warga makin riuh. Kentongan dipukul kian ribut. Bebunyian segala macam benda meningkahi di sela-sela keributan itu. Sri Wedari meraba-raba dan menemukan kentongan miliknya sendiri. Sejenak kemudian, ia mulai mengikuti warga dukuh lainnya untuk bersama-sama mengusir Rawung, dan memaksa raksasa marah itu memuntahkan kembali bulan yang sudah ditelannya.Warga dukuh percaya, Rawung takut pada ribut kentongan dan bubunyian. Jadi, Sri Wedari mulai ikut berteriak di sela-sela hajarannya pad
Baca selengkapnya
7. Nek, Aku Cucumu
Perempuan itu kembali mencoba untuk meraih dan mengangkat bayinya, saat tiba-tiba si bayi mulai menendang-nendang pasungan Dasimah. Gerakan menendang-nendang si bayi pada pasungan seolah disengaja. Dasimah kembali dibuat tak percaya jika tidak menyaksikan sendiri. Tendangan si bayi sepertinya memiliki tenaga tambahan. Pada satu ketika, setelah kaki kecilnya menendang beberapa kali, kunci pasungan Dasimah tiba-tiba terbuka. Perempuan itu terbelalak besar. Tak menunggu, segera disingkirkannya pasangan kayu pasungan sebelah atas agar ia bisa membebaskan kakinya. Dasimah merasa merdeka. Ia lega karena baru saja terlepas dari pasungan yang membelenggunya selama tujuh hari itu. Dasimah mengusap-usap kedua kakinya yang selama tujuh hari ini dipaksa terjulur kaku. Ia lega karena tidak merasakan sebarang sakit pada sepsang kakinya. Matanya lalu bersitatap dengan mata si bayi. Terbayang di kepala Dasimah akan kejadian malam pertama ia dipasung di gubuk, ketika sosok je
Baca selengkapnya
8. Mimpi Rajendra Sanjaya
Nagri Jaya Dwipa, Delapan Tahun Sebelumnya .... Saat ini adalah hari pertama bulan ketiga di Nagri Jaya Dwipa. Gerimis tipis menyelimuti setiap sudut istana yang menjadi pusat pemerintahan nagri itu. Musim penghujan memang sedang melanda seluruh penjuru. Di balairung istana Diraja Nagri Jaya Dwipa, Raja Rajendra Sanjaya terlihat murung. “Panggil Lopita Zora dan suruh dia menghadapku segera!” Raja Rajendra Sanjaya yang tampak gelisah dan kurang tidur, memberi perintah pada pengawalnya. Yang diperintah segera saja mencari orang bernama Lopita Zora. Sosok molek seorang wanita muncul tak lama kemudian di balirung istana. Raja itu segera saja berucap, “Kupikir kau sudah tahu mengapa aku memanggilmu ke sini, Lopita Zora. Wanita cantik molek yang dipanggil Lopita Zora, tersenyum penuh misteri. Dengan gerakan menggoda, ia mengibaskan sejumput rambut yang menutupi wajahnya. “Paduka, apakah ada kaitannya dengan aura wajahm
Baca selengkapnya
9. Rakyat Pembangkang
Dengan demikian, seluruh warga Dukuh Telagasari pun gempar mendengar pengumuman tersebut. Para orang tua berlari ke sana kemari, memanggil serta mencari anak laki-laki mereka yang telah berusia tujuh belas tahun atau lebih. Rata-rata mereka sedang bekerja di sawah, atau pun sedang mencari pakan untuk ternak. Perintahnya sudah jelas, agar para pemuda itu menghentikan kegiatan dan segera menghadap Patih Jayaprana. Dalam sekejap, lapangan tempat Jayaprana berada telah dipenuhi oleh puluhan pemuda yang akan menjadi calon prajurit Nagri Jaya Dwipa nantinya. Pandangan sang patih dengan tajam menyapu seluruh kerumunan pemuda di hadapannya. “Masih ada satu orang lagi yang belum datang! Segera ca
Baca selengkapnya
10. Pembantaian Keluarga Pujaratih
“Kau tidak lihat kembang ranum yang siap memanjakan kita siang ini?” tanya kepala prajurit yang taadi dipanggil sebagai Ki Wira. Pandangan Tumanggala pun melirik ke arah Utari yang masih menangisi mayat suaminya bersama sang putri. “Benar juga katamu, Ki. Sudah lama sejak terakhir kali aku bersenang-senang dengan seorang wanita.” Tumanggala menyeringai penuh nafsu. “Ayo kita seret saja dia ke gubuk itu!” Otaknya yang telah kotor bisa menebak secara pasti apa yang diinginkan oleh kepala pasukannya. Kaki tangan Patih Jayaprana itu bergegas menghampiri Utari yang tak berdaya. Keduanya mencengkeram pergelangan tangan wanita malang itu di kiri dan kanan. “Bunuh saja kami! Bunuh!” pekik Utari saat merasakan pergelangan tangan kedua pasukan itu di tubuhnya. “Tenang saja, cantik. Setelah kita bersenang-senang, permintaanmu akan kukabulkan.” Ki Wira tertawa besar. “Jangan ganggu ibuku!” teriak Pujar
Baca selengkapnya
DMCA.com Protection Status