Share

10. Karyawan Pilihan

“Kerjanya di bagian wilayah mana?” ulang wanita di sebelah Marlina.

“Owh, saya kebetulan di laundry depan rumah ini,” jawab Marlina.

Wanita itu terkekeh, “cuma pegawai laundry, saya pikir kurir seperti aku juga!”

“Kurir apa?” tanya Marlina bingung, tapi wanita itu justru tertawa keras.

Sebuah pintu besar di ujung ruang makan terbuka, Tante Angel keluar dari pintu tersebut. Semua orang yang ada di ruang makan berdiri menyambut kedatangannya. Setelah Tante Angel duduk di kursi utama, yang lain diperbolehkan duduk kembali.

“Selamat malam ladies,” sapa Tante Angel sumringah.

“Selamat malam,” jawab semua serentak. 

“Baik, malam ini saya akan memberitahukan beberapa informasi penting pada kalian. Sebelumnya saya banyak mengucapkan terima kasih atas perjuangan dan dedikasi kalian semua dalam bisnis yang kita bangun bersama. Dengan perjuangan dan usaha kalian semua, kita dapat berkumpul di sini bersama dalam keadaan tenang, nyaman dan damai. Mari beri tepuk tangan yang meriah untuk kita semua.” Tante Angel bertepuk tangan, diikuti dengan tepuk tangan yang lainnya. 

Tante Angel memberitahu agen-agen yang mencapai target penjualan bahkan ada yang melampaui target yang ditentukan di wilayah yang disebutkan. Tante Angel memberikan hadiah uang tunai yang dikemas dalam bentuk bentuk yang unik. Riuh tepuk tangan dari seluruh peserta yang datang malam itu. Marlina berharap namanya disebut, dipanggil ke depan untuk menerima bingkisan. Namun, sampai akhir acara namanya tidak disebut oleh Tante Angel. Padahal Mbak Susi, rekan seprofesinya tidak hadir berarti hasil pencapaian dari gerai laundry seharusnya diterima oleh Marlina.

Marlina teringat bahwa dia telah menerima bonus yang dijanjikan bersama Mbak Susi. Berarti pupus sudah harapannya untuk mendapatkan bonus di malam ini. Mendapat bonus kemarin saja sudah syukur sekali. Untuk mendapat bingkisan parsel uang seperti orang-orang di sini sangatlah tidak mungkin. 

Tapi di dalam lubuk hatinya yang paling dalamnya, Marlina ingin mendapatkan uang dalam jumlah yang besar. Acara makan malam sudah berakhir, musik di setel keras, seluruh pengunjung ikut berjoget menikmati malam.

Marlina melihat seorang yang tadi mendapatkan bonus tertinggi sedang berbicara dengan Tante Angel. Marlina dengan berani mendekati mereka.

“Hai Marlina, sini!” panggil Tante Angel. “Jessie, perkenalkan karyawan laundry Tante, Marlina namanya.”

Marlina bersalaman dengan wanita yang bernama Jessie.

“Duduk di sini,” Jessie menepuk kursi di sebelahnya. 

“Terima kasih, “ ucap Marlina lalu duduk di samping Jessie.

“Marlina, kamu tertarik dengan ini!” Jessie memperlihatkan sebuah kotak besar yang berisi uang pecahan seratus dollar yang tersusun rapi. “Jumlahnya ada dua puluh lembar. Satu lembarnya setara dengan satu juta setengah.”

Mata Marlina terbelalak, “banyak banget!”

“Itu hanya bonus lho, tidak termasuk hasil keuntungan dan gaji,” tambah Tante Angel.

Marlina melirik uang dalam kotak itu. Tante Angel sangat baik, bisik Marlina dalam hati.

“Hei, jangan melamun!” Jessie menepuk bahu Marlina. 

“Iya, saya mau. Bagaimana cara mendapatkan uang seperti itu?” tanya Marlina antusias.

“Kamu harus banyak belajar dari Jessie. Dia salah satu karyawan terbaikku,” kata Tante Angel.

“Sesuatu yang banyak hasilnya ini, tidak didapatkan dengan mudah. Banyak halangan dan rintangan untuk mendapatkannya. Tidak semua orang berhasil menaklukkan bisnis ini,” terang Jessie. “Jika kamu ingin bergabung denganku, mungkin kamu harus meminta izin terlebih dahulu pada Tante Angel untuk meninggalkan bisnis laundry,” Jessie melirik pada Tante Angel.

“Semua itu kembali pada Marlina sendiri. Tante beri kebebasan pada Marlina untuk memilih, bisnis mana yang akan ditekuni!” ucap Tante Angel sambil tersenyum.

“Saya mau ikut bisnis Mbak Jessie,” jawab Marlina tanpa berfikir panjang.

“Sungguh?” tanya Jessie menatap Marlina.

Marlina menganggukkan kepala dengan pasti.

“Tapi Tante, Mar masih boleh tinggal di gerai laundry untuk sementara waktu kan?” tanya Marlina lagi pada Tante Angel.

“Tentu!” jawab Tante Angel.

“Terima kasih, Tante baik sekali,” kata Marlina suka cita.

“Memangnya kamu sekarang tinggal di mana?” tanya Jessie pada Marlina.

“Gerai laundry yang ada di depan,” jawab Marlina polos.

“Memangnya di situ ada kamar? Seingatku tak ada kamar,” kata Jessie.

“Benar, di dalam gerai laundry itu diberi sekat dari gorden, di situlah saya tinggal.” Tanpa ragu Marlina mencerita detail kamarnya yang hanya bersekat kain gorden tipis.

“Jika kamu berhasil mengikuti langkahku, kamu bisa tidur di kamar mewah dengan nyaman. Aku jamin itu!” Jessie memastikan.

“Benar kah?” Mulai kapan aku bisa bekerja sama Mbak Jessie?” tanya Marlina.

“Jangan panggil Mbak Jessie, dong. Panggil aja Jessie. Oh ya, namamu Marlina kan? boleh aku panggil dengan nama panggilan yang lebih keren dan mudah di dengar? Lyan. Kurasa lebih bagus kamu dipanggil dengan nama Lyan.” 

“Iya, nama Lyan lebih bagus dan mudah diucapkan daripada Marlina.” Tante Angel menambahkan.

“Mulai besok datanglah ke rumahku, aku akan menjelaskan apa saja yang harus kamu kerjakan,” terang Jessie.

“Baik siap. Rumahnya dimana?” tanya Marlina.

Jessie memberikan secarik kertas berisikan alamat tinggal dimana Jessie tinggal.

“Ingat, jangan datang terlalu pagi. Sebab aku biasa bangun siang.” Jessie tertawa geli.

“Dari dulu tak berubah juga. Dasar kalong!” Tante Angel tertawa bersama Jessie.

***

Pagi ini Marlina menyelesaikan cuciannya, lalu berpamitan pada Mbak Susi menuju rumah Jessie. “Hati-hati, aku berharap kamu berpikir lebih masak lagi ketika beralih pekerjaan,” pesan Mbak Susi.

“Iya, Mbak. Tante Angel telah menyetujui kalau aku pindah kerja pada Jessie, selain itu aku masih diperbolehkan tinggal di sini,” jawab Marlina yang sedang berbahagia.

“Ya sudah, jika itu memang pilihanmu. Hati-hati ya!” Mbak Susi memperingatinya lagi.

Marlina mengangguk pasti dan berlalu pergi menuju alamat itu.

Marlina berfikir bahwa Jessie di perumahan mewah, sama seperti tempat tinggal Tante Angel, tapi ternyata salah besar. Jessie tinggal di pemukiman padat penduduk, gang kecil yang banyak terdapat tikus besar melintas di jalanan. 

Marlina bertanya pada warga sekitar, dimana rumah Jessie. Warga itu menunjukkan sebuah rumah kecil yang gordennya tertutup rapat. Marlina mengucap salam berkali-kali tapi tak ada jawaban dari dalam.

Marlina kembali bertanya pada tetangga yang lain, dimana Jessie tinggal. Tetangga itu menunjukkan rumah yang tadi didatanginya. 

Marlina kembali ke rumah itu lalu mengetuk pintu lebih keras lagi. Sepasang mata menyingkap gorden yang tertutup, lalu membuka pintu sedikit.

“Apa?” tanya seorang pria yang hanya melongokkan kepalanya dari balik pintu.

“Aku Lyan, semalam sudah ada janji dengan Jessie,” jawab Marlina ragu-ragu. Mungkin pria ini adalah suami Jessie, batin Marlina dalam hati.

Pria itu memindai Marlina dari ujung kepala sampai ujung kaki.

“Lyan, kamu sudah datang? Masuklah!” teriak Jessie dari dalam.

“Masuklah!” pria itu melebarkan pintu untuk masuk Marlina ke dalam rumah.

Marlina masuk ke dalam rumah itu, ternyata pria itu bertelanjang dada dan hanya menutup kemaluannya dengan sehelai handuk, dan membiarkan sebagian pahanya terekspos bebas. Roti sobek di dada pria itu tersusun indah, Marlina meneguk liurnya yang tersangkut di tenggorokan.

“Liat apa?” bentak Jessie.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status