Home / All / GADIS YANG TERJAMAH / 9. Dituduh Mencuri

Share

9. Dituduh Mencuri

Author: sitta rulita
last update Last Updated: 2022-03-07 16:03:11

Plak

Salah satu orang yang berada di dekatnya menamparnya. “Sudah tertangkap basah, masih juga tak mau mengaku!”

“Hajar!” teriak yang lain.

Marlina mendapat pukulan dan tamparan dari orang-orang yang mengerubunginya.

“Hei, tunggu!” teriak dari balik kerumunan.

Orang-orang yang sedang memukuli Marlina sontak berhenti lalu menengok ke sumber suara.

Seorang wanita cantik mendekati Marlina. “Kamu mencuri hp di tempat laundry saya?” tanya wanita cantik itu.

“Nggak, saya gak nyuri apapun,” bantah Marlina sambil menangis.

“Bohong,” kata salah satu orang yang memegang tangan Marlina.

“Gak usah banyak alasan, ngaku gak!” kata yang lainnya.

“Bawa dia ke rumah saya!” perintah wanita cantik tadi.

Marlina digiring sebuah rumah mewah. Empat pilar tinggi di teras depan menambah kokoh bangunan bercat putih itu. Di bagian depan rumah itu terdapat sebuat gerai laundry. 

Ketika masuk ke dalam rumah, satu set kursi jati nan kokoh tersusun apik. Gorden tebal dengan warna yang mengkilap terpasang di depan jendela berteralis besi ulir yang indah.

Marlina sangat terpukau dengan isi rumah wanita cantik itu.

Wanita cantik itu duduk di atas kursi dengan kaki kanan diatas kaki kirinya. Kedua tangannya diletakkan di gagang kursi, memperlihatkan deretan cincin emas di jari-jarinya. Di tangan kanan terdapat jam tangan berwarna emas dan tangan kirinya juga terpasang tiga jenis gelang yang berbeda.

“Lepaskan dia!” perintah wanita cantik itu pada orang-orang yang memegangi tangan Marlina. “Duduk di situ!” Wanita cantik itu menunjuk ke lantai, lalu Marlina menurutinya.

“Kalian pergilah!” Wanita itu menyuruh orang-orang yang tadi berkerumun untuk meninggalkan rumahnya.

Setelah orang-orang meninggalkan rumah itu, wanita cantik itu bertanya, “Siapa namamu?” 

“Ma-Marlina,” jawab Marlina takut-takut.

“Sepertinya, aku baru pertama kali ini melihatmu. Di mana rumahmu?” wanita itu bertanya lagi.

“Rumah saya di kampung sebelah kebun karet bos Kuncoro,” jawab Marlina.

“Dimana itu? Saya belum pernah mendengarnya.”

“Jauh dari sini.” Marlina menjawab lalu menunduk.

“Kamu pergi ke sini sendirian? Apa orang tuamu tau kalau kamu ada di sini?”

“Kedua orang tuaku sudah meninggal. Aku hanya seorang diri dan tak punya siapa-siapa lagi. Orang di kampungku mengusirku dari sana.” Air mata Marlina berderai.

“Mengusirmu? Kenapa bisa begitu?” tanya wanita itu kaget.

Marlina menceritakan kejadian yang menimpanya satu per satu. Wanita cantik itu ikut meneteskan air mata mendengar penuturan Marlina yang menyayat hati.

“Kemarilah!” wanita cantik itu berdiri lalu membentangkan kedua tangan, Marlina mendekat lalu didekap tanpa ada rasa jijik sedikitpun dengan tubuh Marlina yang berlumuran tanah lumpur. “Sekarang kamu aman di sini sama Tante ya!”

Marlina mengangguk sambil mengusap pipinya yang basah.

Marlina diberi pakaian yang layak dan diberi makanan sampai perutnya kenyang. Marlina diperbolehkan tinggal di dalam gerai laundry milik Tante Angel dengan syarat dia harus ikut bekerja di laundry tersebut.

Marlina banyak belajar dari Mbak Susi dalam mengoperasikan mesin cuci dan setrika, mengemas, menimbang pakaian yang sudah selesai dicuci dan pembukuan. Marlina sangat menekuni ilmu yang diberikan Mbak Susi, sehingga dalam waktu singkat Marlina menguasai dunia pelaundryan.

Kerja Marlina sangat rapi meski masih lambat dan belum secekatan Mbak Susi. Tante Angel mengapresiasikan hasil kerja Marlina dengan memberikan sejumlah gaji yang sangat tak disangka-sangka.

Tante Angel merinci apa yang digunakan oleh Marlina selama dia belum menerima gaji, antara lain biaya tinggal, makan, snack, sabun dan alat mandi lainnya. Semua itu dihitung rinci bersama. Setelah itu, Marlina diminta Tante Angel untuk membayar semua keperluannya yang tadi telah dihitung bersama.

Hal ini dilakukan oleh Tante Angel semata-mata memberi pelajaran pada Marlina bahwa hidup itu sulit dan harus diperjuangkan, tak ada yang gratis di dunia ini. Mau bekerja, maka bisa makan. Jika tak mau bekerja, maka harus keluar dari rumah Tante Angel.

Marlina menerima konsekuensi yang diberikan Tante Angel itu. Inilah pelajaran hidup yang sangat berharga yang diterima oleh Marlina. Tante Angel sangat ketat dan disiplin dalam menjalankan bisnisnya. Oleh sebab itu, dia tak main-main dengan seluruh pegawainya termasuk Marlina.

Biaya tinggal di gerai laundry milik Tante Angel tergolong murah jika dibandingkan dengan biaya indekos Mbak Susi yang letaknya sekitar dua ratus meter dari kediaman Tante Angel. Oleh sebab itu, Marlina memilih tetap tinggal di gerai itu, meski tak ada kamar khusus, hanya sehelai kain gorden yang menutupi kasur dan beberapa tumpuk pakaian Marlina. Makanan yang diberikan oleh Tante Angel juga relatif enak dan lumayan mengenyangkan. Bagi Marlina makan sehari tiga kali dengan lauk seadanya merupakan rezeki yang sangat disyukurinya.

Dari selisih gaji dan pengeluaran Marlina yang harus dibayarkan pada Tante Angel, Marlina masih dapat menabung meski sangat sedikit.

Pada bulan selanjutnya, Tante Angel memberikan target pencapaian hasil laundry yang lumayan tinggi dari bulan sebelumnya. Jika Marlina dan Mbak Susi berhasil melampaui target yang ditentukan, keduanya akan mendapat bonus sejumlah uang yang besar.

Marlina berinisiatif membuat tulisan di selembar kertas yang berisi ajakan untuk mencuci di laundry milik Tante Angel. Lalu kertas tersebut dibagi-bagikan pada orang yang lewat, selain itu dia menyelipkan kertas tersebut ke dalam pagar rumah tetangga Tante Angel, menitipkan kertas tersebut pada tukang sayur, satpam, tukang sapu keliling. Marlina menulis di kertas itu satu per satu, sehingga keunikan dalam tulisannya berbeda-beda.

Awalnya Mbak Susi mencibir apa yang dilakukan oleh Marlina, tapi karena konsumen bertambah, akhirnya Mbak Susi membantu Marlina untuk memperbanyak tulisan Marlina yang berisi iklan laundry milik Tante Angel itu.

Dari selebaran kertas yang disebar Marlina, laundry milik Tante Angel dibanjiri konsumen. Mereka banyak yang tertarik dengan iklan yang ditulis oleh Marlina. 

Tante Angel mengecek kegiatan yang dilakukan oleh Marlina dan Mbak Susi. Suatu hal yang  sangat tidak disangka oleh Tante Angel. Tante Angel merasa cocok dengan kinerja Marlina. Bisnisnya semakin maju pesat.

Mbak Susi kerjanya bagus, rapi dan cepat. Sedang Marlina, hasil kerjanya sudah bagus dan rapi meski masih lambat, tapi untuk marketing, Marlina memiliki nilai tambah yang tidak dimiliki oleh Mbak Susi.

Hingga pada awal bulan, tibalah waktu yang dinanti-nanti, yaitu gajian. Targetan yang diberikan oleh Tante Angel pada awal bulan lalu telah jauh dilampaui oleh Marlina dan Mbak Susi. Hingga akhirnya, kedua mendapat bonus yang besar, diluar dugaan kedua.

“Malam ini kalian aku undang untuk makan bersama dengan karyawanku yang lain di dalam rumahku,” ajak Tante Angel setelah memberikan gaji dan bonus pada Marlina dan Mbak Susi.

***

Malam ini Marlina menggunakan pakaian terbaiknya, dia masuk ke dalam rumah Tante Angel yang seperti istana. Di dalam ruang makan telah terhidang menu lezat sepanjang meja. Beberapa yang disebut karyawan Tante Angel juga sudah memenuhi kursi di meja tersebut. Hanya Marlina yang datang tanpa make up, tapi wajah cantiknya dapat menyaingi karyawan Tante Angel yang cantik lainnya.

Marlina dipersilahkan duduk di kursi yang telah ditentukan. Lalu dia mengajak bersalaman dan berkenalan pada orang yang di sebelahnya.

“Mbak dapat daerah mana?” tanya wanita di samping Marlina.

“Daerah apa?” Marlina balik bertanya.

“Kerjanya di bagian wilayah mana?” ulang wanita di sebelah Marlina.

“Owh, saya kebetulan di laundry depan rumah ini,” jawab Marlina.

Wanita itu terkekeh, “cuma pegawai laundry, saya pikir kurir seperti aku juga!”

“Kurir apa?” tanya Marlina bingung, tapi wanita itu justru tertawa keras.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • GADIS YANG TERJAMAH   45. Lolos

    Lyan kembali menahan nafas sambil menengok ke arah belakang. Kaca belakang yang telah pecah itu jelas memperlihatkan jalan kosong, Lyan memicingkan mata dan memperjelas pandangannya lagi.“Jalanan kosong, Pak. Gak ada polisi yang ngejar!” teriak Lyan suka cita. Pak Udin sesaat menengok ke belakang untuk memastikan lalu mempercepat laju kendaraannya untuk kembali ke rumah Tante Angel.Tante Angel menunggu cemas di dalam ruangannya. Lyan masuk ke dalam ruangan dengan penuh luka goresan kaca di lengan dan kakinya. “Kenapa kamu, Lyan? Mana Jessie?”Pak Udin masuk dengan memeluk tas berisi uang lalu menyerahkan pada Tante Angel.“Jessie gak bisa kami selamatkan dari sana. Dia ditabrak motor dan disandera oleh mereka.” jawab Lyan sambil menahan sakit.Tante Angel menutup mulutnya dengan kedua tangannya, “kalian gak mencoba menolongnya?” tanya Tante Angel.“Kalau gak nolong Jessie, gak mungkin sampai luka-luka kayak gini, Tan.” jawab Lyan.“Mobil juga remuk, untung uang itu bisa diselamatkan

  • GADIS YANG TERJAMAH   44. Uang atau Nyawa

    “Maksudnya gimana, Tan?” Lyan membulatkan matanya.“Saya sangat mengapresiasikan langkahmu kemarin. Membuat Bang John tidak percaya lagi pada Lidya itu suatu hal yang sangat luar biasa. Tapi kita juga butuh barang. Jadi, terpaksa kita harus merampasnya dari Lidya.” jawab Tante Angel.“Bagaimana caranya?” tanya Lyan lagi.“Panggil Jessie ke sini, kita susun langkah setelah Jessie datang.” perintah Tante Angel.“Males ah, Tante aja. Takut ketemu Chris.” tolak Lyan.“Baiklah. Satu jam lagi aku aku tunggu kalian di sini.”Lyan kembali ke gerai laundry menemui Mbak Susi yang sedang sibuk dengan cucian

  • GADIS YANG TERJAMAH   43. Tipu Daya

    Bang John menembus lantai granit dengan peluru yang dimuntahkan dari senjata dalam genggamannya. Semua orang yang ada dalam ruangan itu berjongkok sambil menutup kedua telinga. Aroma mesiu tercium pekat.Lidya berbalik dan melihat lantai dengan pola sarang laba-laba tak jauh dari kakinya. “Aku kembalikan uangmu sekarang, tapi tolong jangan bunuh aku.” ucap Lidya memelas.Lidya berjalan pelan kembali ke tempatnya semula lalu mengeluarkan uang yang tadi diberikan Sisil.Kedua netra Bang John merah padam, sepertinya dia siap menelan Lidya hidup-hidup. Senjata yang digenggam Bang John sepertinya benar asli, tidak seperti senjata milik Lidya tadi. Suara letusannya sangat membuat Lyan ketakutan setengah mati.“Aku gak

  • GADIS YANG TERJAMAH   42. Markas Putih

    Pria berjubah putih itu menyapa Lyan dengan menundukkan kepalanya lalu tersenyum. Kepalanya menggunakan peci putih yang diikat dengan kain hitam mengelilingi kepalanya, tangannya menggenggam seuntai tasbih putih, alas kakinya hanya menggunakan sandal karet sederhana. Siapakah pria yang dijemput Sisil ini.Mobil berhenti di sebuah rumah besar yang sangat asri, beberapa pohon besar membuat teduh penglihatan. Rumah bercat putih dipenuhi dengan bunga-bunga indah di sepanjang terasnya. Beberapa ekor burung dengan kicauan merdu yang tergantung di teras menyambut kedatangan mereka.Lidya turun dari mobil dan menyeret koper itu ke dalam rumah. Masuk dari pintu utama, ruangan tampak luas, ada perbedaan tinggi pada lantai. Seperti rumah ini didesain untuk lesehan, sebab di lantai yang lebih tinggi itu terdapat karpet tebal dan beberapa s

  • GADIS YANG TERJAMAH   41. Tamu Istimewa

    Tanpa aba-aba, Lidya menembak vas bunga yang ada di meja. Suara letusan memekakkan telinga, seketika itu juga material kaca penyusun vas itu hancur berantakan.“Kenapa kita tidak berdamai saja? Kamu punya barang, aku punya duit. Kita barter, selesai urusan.” ucap Lyan sedatar mungkin meski detak jantungnya tak karuan.“Terserah padaku, dengan siapa aku bertransaksi. Kenapa kamu memaksaku untuk menjual barangku padamu? Aku gak suka itu.” ucap Lidya ketus.“Kalau tidak mau menjualnya padaku, kenapa kamu mau ikut denganku?” jawab Lyan sambil tersenyum.“Mana aku tahu kalau kamu orang suruhan Angel. Kalau tau pasti aku gak akan mau ikut denganmu!” hardik Lidya.“

  • GADIS YANG TERJAMAH   40. Misi Baru

    Azka berlari meninggalkan rumah. Lyan tahu dengan pasti jika Azka dari tadi kelaparan. Lyan berusaha mengejar tapi Azka terlanjur menjauh dengan mobilnya. “Biarkan dia pergi, nanti juga kembali lagi.” ucap Tante Angel ketika Lyan kembali. Lyan berjalan lesu lalu duduk di kursi yang tak jauh dari ruang kerja Tante Angel. “Kalian sudah bertemu nenekmu?” tanya Tante Angel lagi. Lyan menggelengkan kepala. “Rumah ayah sudah gak ada lagi, sekarang dibangun rumah baru yang besar. Nenek sudah lama pergi dari rumah, katanya gak lama setelah aku pergi.” Lyan menekuk kakinya dan memeluknya, tangisnya kembali pecah. Tante Angel hanya diam lalu meninggalkan Lyan sendiri dalam tangisnya. “Tante,” panggil

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status