Bab 14
POV Irfan"Apa-apaan kamu Irfan nuduh Mama yang mencelakai Anggi, mana mungkin Mama celakai menantu sendiri," sanggahnya. Aku terdiam sejenak, masih belum percaya pada ucapan mama."Gimana ya, Mah. Bukankah Mama benci dengan Anggi? Siapa tahu dugaanku ini benar, maaf ya Mah, hanya menduga kok," cetusku."Loh, itu nuduh itu bukan dugaan. Nuduh tanpa bukti, padahal Mama sudah membela kamu di hadapan Papa. Sesakit ini dituduh yang tidak dilakukan," lirih mama tiba-tiba membuatku merasa bersalah."Bukan gitu, maaf ya, Mah. Aku heran saja kenapa Mama malam-malam gini nelepon aku?" tanyaku penasaran."Justru Mama hubungi kamu karena ingin menanyakan, kenapa tadi Karin nelponin Mama terus?" tanyanya. Penuturan Mama Gita membuatku jadi merasakan ada yang tidak beres dengan tingkahnya Karin.Kemudian, di saat aku sedang berbicara dengan mama melalui sambungan telepon, Rendi tiba-tiba muncul dariBab 15POV Irfan"Maksud kalian apa?" tanyaku ketika baru saja tiba di hadapan mereka. Mata ketiganya tak kalah membulat sama sepertiku. Pasti ada rahasia yang mereka sembunyikan makanya terkejut ketika tahu bahwa aku ada di sini."Irfan, kamu di sini?" tanya papa. Kemudian kedua mertuaku bangkit dari duduknya."Iya, aku mendengar obrolan kalian barusan," jawabku.Kemudian papa menghampiriku dan menyuruh duduk di dekatnya."Bagaimana kondisi Anggi?" tanyanya yang amat mengkhawatirkan menantunya. Meskipun menurutku ini adalah wajar karena papa merasa utang budi atas pengorbanan yang Anggi lakukan. Namun, aneh saja jika ia selalu membela semua yang dilakukan Anggi."Anggi sudah sadar, semalam juga telah cerita padaku, ia curiga penusukan ini dilakukan musuh Papa, ap
Bab 16POV Karin"Bagaimana kondisimu?" tanya Pak Alex Subroto, saingan bisnis Pak Angga."Sudah lebih baik, bagaimana keadaan Anggi? Apakah ia selamat?" tanyaku dengan alis terangkat. Kemudian, Pak Alex mengeluarkan sebuah amplop coklat yang berisikan uang bagianku. Bukan waktu singkat membuat keluarga Pratama hancur, membutuhkan waktu yang sangat panjang, hingga aku harus rela mengorbankan tubuh ini untuk Mas Irfan."Dia selamat, itu juga saya baru tahu dari orang suruhan saya yang datang ke rumah sakit, entahlah saya menginginkan Angga yang terluka, tapi malah menantunya," jawab Pak Alex."Polisi pasti mencari tahu tentang ini, dan rencana kita untuk mengelabuhi mereka sepertinya berhasil, mereka pasti anggap yang menjadi incaran adalah Anggi, padahal Pak Angga.""Tapi tetap saja saya menyesal yang terkena tusukan Anggi, bukan Angga. Sebab musuh saya Angga," jelas Pak Alex."Sudahlah, ini uang un
Bab 17POV Irfan"Baiklah, kita ke rumah sakit tempat Karin dirawat sekarang juga," ajakku pada papa. Kemudian papa memerintahkan Rendi untuk turut ikut bersama kami.Kami pamit pada Anggi dan orang tuanya. Tidak lupa meminta Anggi untuk tidak cemas agar cepat pulih.Kami pun bergegas dengan menggunakan mobilku. Namun, Rendi yang mengendarai mobil. Dengan kecepatan tinggi, hanya kurang lebih tiga puluh menit saja kami telah tiba di rumah sakit.Ketika sudah sampai, pertama yang kami kunjungi adalah kamar inap Karin. Sebab, dari awal pembicaraan mama, yang mengejarnya adalah bodyguard dari lelaki yang mengunjungi Karin.Akan tetapi, apa yang kami harapkan tidak didapat dengan mudah, Karin masih tetap merahasiakannya. Padahal aku yakin ia tahu akan hal ini. Sampai akhirnya di depan ruan
Bab 18POV Pak AnggaraKetika aku ingin bercerita pada Gita dan Irfan, tiba-tiba Anggi menghubunginya."Pah, Anggi telepon, tunggu sebentar," ucap Irfan."Iya, silakan," jawabku. Kemudian, aku pun menunggu Irfan menerima telepon sambil mengatur kata-kata untuk mengawali cerita. Semoga saja Gita tidak kecewa dengan perbuatanku.Usai menerima telepon, Irfan pun kembali dan pamit ke rumah sakit. Itu artinya, ia takkan mendengarkan cerita itu sekarang."Pah, Anggi minta ditemani, ibu dan ayahnya ingin bicara dengan papa, jadi mereka mau pulang ke sini dulu," ucap Irfan. Aku pun mengangguk seraya menyetujui apa yang ia lakukan. Mungkin kedua orang tuanya juga berharap diceritakan sekarang juga.Aku menghela napas panjang, sedangkan Gita sudah bersiap mendengark
Bab 19POV Pak AnggaraAku sangat mencemaskan Gita, ini resikonya jika jujur padanya. Namun, ini semua juga salahku, seharusnya aku tidak merahasiakan ini pada Gita.Jam di tangan sudah menunjukkan pukul 17:05 WIB. Setibanya di rumah sakit, aku membawa Gita ke UGD. Aku membawanya ke rumah sakit tempat Anggi dirawat."Suster, tolong istri saya," ucapku pada team medis. Kemudian, ia dibawa ke dalam. Aku menunggunya sembari menghubungi Seno dan istrinya.Hanya butuh beberapa detik, Seno pun mengangkat telepon dariku."Halo, Seno. Gita dibawa ke UGD. Kamu masih di RS sini, nggak?" tanyaku sambil menyandarkan tubuh ini. Aku berharap Gita dapat menerima kenyataan ini, dan tak lagi menyalahkan dirinya. Ia pasti pingsan karena merasa bersalah atas sikapnya selama ini pada Anggi.
Bab 20POV Anggi"Sayang, maafin Mama, ya," ucap mama mertuaku masih terisak. Aku pun keheranan mendengarnya. Sebab, tidak seperti biasanya ia seperti itu. Kemudian, mama menciumi pipi kanan kiriku dengan penuh kasih sayang."Mah, ini ada apa?" tanyaku heran. Alisku mengernyit ketika menatap mama yang aneh.Aku menghela napas, lalu menatap wajah Mas Irfan yang juga heran dengan tingkah mamanya."Inikah rahasia yang Papa sembunyikan?" tanya Mas Irfan dengan tatapan sinis. Kemudian, ia menatap wajah Papa Angga dengan pandangan tajam.Aku semakin bertanya-tanya melihat perilaku semuanya yang aneh."Ini ada apa sih? Kenapa semuanya aneh?" tanyaku semakin penasaran.Kemudian, langkah papa mertuaku semakin mendekat, begitu juga dengan ayah d
Bab 21"Maksudnya cucu, Eyang ...." tanyaku terputus. Kedua alisku ditautkan ketika eyang ucap seperti itu. Kemudian, ia mendekatiku, lalu duduk di sebelah dan merangkul layaknya teman."Iya, Eyang sudah tahu semua, kamu itu cucu saya yang asli, iya kan?" tanyanya balik. Kutengok ke arah Mas Irfan yang terlihat sedih, ia mundur perlahan dari kami.Aku juga tidak habis pikir, perbuatan papa sebenarnya sangat menyakitkan. Mas Irfan pasti sangat minder ketika ia tahu bahwa Mas Irfan hanya orang asing."Eyang, Eyang tahu dari mana?" tanyaku menyelidik. Papa pun turut mendekati, sepertinya ia ingin tahu juga.Kemudian, eyang memanggil seseorang dengan teriakan. "Dody!" teriaknya.Tidak lama kemudian muncul seorang lelaki memakai jaket biru celana jeans dan menggunakan topi."Loh, ini kan yang semalam ada di dekat UGD, ia ponselnya jatuh, lalu pergi dengan tergesa-gesa," terang Papa Angga. Eyang pun
Bab 22POV IrfanHatiku hancur ketika tahu bahwa aku bukan darah daging Papa Angga. Rasanya harapan menjadi penerus keluarga Pratama sirna dan hancur.Kini aku bukan siapa-siapa keluarga Pratama, pasti setelah ini mereka akan menendangku jauh-jauh, apalagi Anggi yang telah disakiti ternyata ia adalah anak Papa Angga. Pantas saja selama aku menikah dengannya, tidak pernah sekalipun Papa memarahinya, ternyata ini alasan yang selama ini ditutup-tutupi.Setelah ini, Anggi akan bertepuk tangan, lalu mengusirku dengan penuh kebahagiaan. Ia pasti tertawa dengan apa yang pernah kulakukan padanya. 'Ya Tuhan, hamba sangat menyesal telah mengkhianatinya, adakah kesempatan satu kali lagi untuk mengobati hatinya yang luka?' gumamku dalam hati.Setelah Papa menceritakan sedikit intinya, kami malah diusir oleh Anggi. Ia begitu shock mendengar penuturan Papa Angga. Aku pikir ia akan bahagia setelah tahu bahwa ia adalah anak penerus keluar