Beberapa tahun setelah putus, Matari menyadari ternyata dia harus satu sekolah dengan Davi, mantan pacarnya yang masih disukainya itu lagi. Namun, kali ini Matari yang telah punya teman-teman baru, harus menghadapi bahwa Davi menyukai salah satu teman baiknya sekarang yang bernama Ayla. Perjuangan Matari tak hanya itu, ketika dia menjadi bahan ledekan antara Matari dan Arai hanya karena mereka berpasangan dalam suatu kelompok. Yang akhirnya justru membuat Arai jatuh cinta sungguhan pada Matari. Perjuangan Arai tak mudah, karena Matari harus dibantu untuk melupakan Davi dulu, baru dia bisa masuk ke dalam hatinya. Keberhasilan pun didapatkannya namun perjuangan untuk mempertahankannya tak semudah yang dibayangkan, apalagi perkenalannya dengan NARKOBA & miras membayang-bayangi langkahnya. Follow sosmed akun author ya di @arumisekar.author untuk lebih banyak tahu karya author yang lain. Terimakasih sudah membaca, kalau sempat kasih bintang dan komentarnya ya :-*
Lihat lebih banyak“BRAK!”
Matari membuka pintu di hadapannya dengan kasar. Betapa terkejutnya dia saat firasatnya benar. Arai ada di sana. Bahkan Arai tak sendiri. Choki tampak teler dan tiduran di sebelahnya dengan posisi lemas tak berdaya. Matari sendiri tak yakin, Arai masih sepenuhnya sadar. Mata itu, tatapan mata itu menatapnya dengan enggan, sepertinya dia tak menginginkan kedatangan Matari.
“ARAI! KAMU NGAPAIN?” seru Matari.
“Cewe lo nggak asik banget, Rai!” seru Anton dari luar kamar, meskipun menjadi satu-satunya yang sepenuhnya sadar, Matari tak pernah mengharapkan kehadirannya.
Arai berdiri menatap Matari. Diambilnya tas ransel bututnya dengan sempoyongan.
“Kamu ngapain di sini? Ayok gue anter pulang!” kata Arai sambil menggandeng tangan Matari keluar dari kamar itu.
Matari menghempaskan tangan Arai.
“Kamu pikir bisa nganterin aku dengan kondisi kamu yang kaya gitu?” tanya Matari.
“Bisa kok, ayok! Mbo, gue pinjem kunci motor lo ya, motor gue bensinnya tiris. Kayanya nggak nyampe ke rumah Matari,” sahut Arai sambil menatap Rambo, anak laki-laki lain di ruang tamu itu yang sedang sama telernya.
“ Bawa aja, sob! Eh jangan dipake kebut-kebutan ya?! Pajeknya udah lewat soalnya!” sahut Anton yang membantu Arai dengan memberikan kunci motor Rambo.
Matari menahan tangisnya yang hampir pecah. Dia tak pernah menyangka Arai akan secepat ini terjerumus bersama mereka.
Arai menstater motor milik Rambo dengan sekuat tenaga. Kondisi Arai tentu saja membuat Matari enggan memboncengnya sekarang.
“Rai, kita naik taksi aja ya?” seru Matari mencegah Arai.
“Hah? Taksi? Duit siapa? Nggak! Udah naik motor Rambo aja, bensin dia banyak kok!” sahut Arai.
“Rai, kamu gila ya mau ngeboncengin aku dengan kondisi kaya gitu?” cecar Matari.
Arai menarik napas kesal.
“TERUS? NGAPAIN LO KE SINI? GARA-GARA LO DATENG KAN, GUE JADI NGANTERIN LO PULANG?????”
Matari terhenyak. Nggak disangkanya Arai membentaknya dengan nada sekasar itu. Arai, Arai Herlambang Ramadhan, yang selalu penuh tawa dan memberikan lelucon konyolnya dulu saat semuanya masih baik-baik saja.
“Lagian siapa yang kasih tahu lo kalo gue di sini sih?”
Matari masih belum berkata apa-apa. Rasanya ingin menangis. Entah sudah kali keberapa Arai selalu membuatnya menangis akhir-akhir ini. Arai sudah tak seperti dulu.
“Mau pulang nggak????”
“Rai, aku kan udah sering bilang jangan main bareng Rambo atau Anton, mereka itu…”
“DIEM LO! Lo tuh nggak tahu apa-apa soal mereka. Nggak usah banyak spekulasi yang nggak bener! Lagian kenapa sih lo sekarang suka ngatur-ngatur gue?”
Arai merogoh saku seragam SMA-nya. Sepotong rokok sisa beberapa jam yang lalu masih ada di sana. Kemudian dia mencari-cari pemantik kesayangannya yang bergambar kartun SPONGEBOB itu. Ternyata dia ada di saku celana abu-abu bagian belakangnya. Tanpa berbasa-basi, dia langsung menyulut rokoknya. Padahal sebelum-sebelumnya, dia selalu minta izin ke Matari setiap mau merokok. Namun kali ini tidak.
Melihat itu, Matari langsung menarik putung rokok itu dari mulut Arai. Arai terpaku sejenak, kemudian memaki dengan kata-kata kotor. Meskipun dia tak menatapnya langsung saat memaki, Matari tahu, Arai marah diambil putung rokoknya seperti itu. Mungkin karena itu adalah rokok yang tersisa miliknya saat ini. Atau karena memang sejak kedatangannya, Matari sudah mengganggu dirinya dan teman-temannya.
“Sekarang, naik lo!” kata Arai membentak Matari.
Matari duduk di belakang Arai, kemudian memeluknya dari belakang tempatnya membonceng. Dia hanya berharap, dengan memeluk Arai, mungkin cowok itu akan sedikit lunak. Namun, Arai tak bergeming, dia langsung tancap gas membawa Matari pulang.
Dentingan alat musik keyboard mengalun pelan. Matari tahu itu intro lagu Hoobastank-The Reason. Tak seperti versi aslinya, ada intro tambahan panjang dari gitaris klasik setelahnya.Café rumahan yang tak terlalu besar di bilangan Jakarta Selatan, yang sebagian besar bertema outdoor, memamerkan sound system-nya yang minimalis tapi berkualitas. Café itu penuh dengan siswa-siswi kelas 11 IPS 1, yang salah satu siswinya mengubah café sedemikian rupa sehingga bisa menampung kurang lebih 50 orang.Matari baru tahu, Priscilla punya café rumahan kecil di depan rumahnya. Ulang tahun sweet seventeennya kali ini, diadakan di café rumahan miliknya sendiri. Waitress-nya saja terbatas, karena dari kalangan keluarga sendiri.“I'm not a perfect person… There's many things I wish I didn't do…,” si vokalis mengawali dengan suara yang mirip-mirip penyanyi aslinya, serta merta mem
Entah bagaimana Arai dan gengnya menyelesaikan permasalahan mengenai Sindhu. Namun, seminggu kemudian, Sindhu masuk dengan beberapa plester serta perban di wajah dan kakinya, setelah sebelumnya dia tak masuk 2 hari. Dia mengaku jatuh dari sepeda motor yang dikendarainya. Tapi Matari tahu, itu ulah Arai dan para cecunguk GWR.Yang lebih menakjubkan, Sindhu sudah tak berani menatap Matari secara terang-terangan. Sesekali jika kepergok, dia langsung memalingkan muka. Dia juga berubah menjadi lebih pendiam dan tak banyak omong seperti sebelumnya.“Rai, lo apain sih dia?” tanya Matari saat jam pelajaran olahraga berlangsung.Arai yang sedang menunggu giliran sepakbola, hanya tertawa-tawa.“Udah gue bilang kan, kalo permasalahan kandang sendiri mah nggak akan ketahuan. Gue jamin,” jawab Arai mengambang.“Dia bilangnya jatuh dari motor, itu beneran?” tanya Matari.“Ya enggaklah.”“Trus?&r
Setelah menceritakan semua yang dia dengar dari Daffa, wajah Arai tampak konyol. Dia malah setelah itu tertawa-tawa. Gigi taringnya, yang dulu menarik, sekarang terlihat menyebalkan bagi Matari.“Tenang, Ri. Tenaaaang aja. Gue mau kasih tahu kabar mengejutkan soal dia buat lo,” kata Arai kemudian.“Apaan tuh?” tanya Matari.“Kalo ada tambahan cerita gini, gue jadi ikutan pengen mukulin dia.”Matari tampak bingung. Arai kemudian melanjutkan bicara.“Jadiiii, anak-anak GWR itu mau mukulin dia udah lama. Kayanya sih minggu depan bakalan mukulin dia.”“Hah? Rame-rame?”“Iya, tapi aslinya tetep 1 lawan 1 lah, cuma emang kita dateng bareng-bareng. Mukulinnya gantian aja.”Matari bergidik takut.“Hei, udah biasa kaya gini di geng gue. Target sekolah lain emang lagi dipending dulu, mengingat kita diawasin banget kan sekarang sejak desas-desus peredaran
Matari menghela napas, saat malam minggu itu, Arai untuk kesekian kalinya muncul lagi di rumahnya. Hebatnya, Tante Dina sekarang akrab dengannya. Bahkan Ayah, juga secara terang-terangan menyapa dengan lebih ramah seperti saat menyapa teman-teman perempuan Matari.Ayah bahkan tak pernah ramah pada Iko, tetangganya. Ataupun Praja, yang dulu sering mengantarkannya perempuan.“Elo kenapa tobatnya pas udah putus, bego? Nggak inget lo dulu nggak berani masuk ke sini?” ledek Sandra yang akan pergi bermalam mingguan dengan Cakra, seperti biasanya.“Diem aja lo bawel! Kan gue udah sering bilang, kalo statusnya temen, lebih santai,” jawab Arai membela diri.Matari cuma terkekeh dan memberikan asbak pada Arai. Cowok itu sedang merokok di sudut teras.“Auklah, gelap! Gue ke sebelah dulu ya, mau fotokopi dulu. Si Cakra nanti ngejemput di situ. Gue udah bilang nyokap sih, Ri,” kata Sandra sambil membuka pagar.Matari m
Seluruh SMA Negeri dan Swasta yang mendaftar, akan datang bertanding di sekolah Matari secara bergantian merebutkan piala Basket antar SMA se-DKI. Seperti biasa, untuk acara pembukaan, banyak ditampilkan acara-acara penghibur seperti tari tradisional, paduan suara hingga cheers yang Bersatu dengan para breakdancer.Dari tempat duduk penonton, Matari bisa melihat bahwa Sindhu cukup mahir beratraksi meskipun tubuh cowok itu tak setinggi yang lain. Mengingat proporsi tubuhnya juga tambun.“Gue kaya liat bola hidup lagi beraksi tahu nggak?” ledek Kian berbisik pada Matari.Matari cuma tertawa kecil. Matari sejujurnya tak terlalu fokus. Karena acara ini, dia sebenarnya juga didapuk jadi panitia bergabung dengan para volunteer dari sekolah lain.Namun, karena dia ditunjuk ambil bagian di keamanan acara, tugasnya hanya mondar-mandir di area penonton, area sekitar lapangan, area luar dan lain-lain. Patrolilah istilahnya.“Gue patrol
Jam kosong hadir setelah sekian lama. Matari dan teman-teman di kelasnya bergiliran ke kantin untuk diam-diam membeli makanan. Sesuai arahan Daffa, agar pergi tak bersamaan dan cepat kembali. Berjaga-jaga kalau ada guru piket yang datang mengecek tugas yang diberikan.Dalam beberapa hal, Matari sudah mulai enjoy ada di kelas ini. Meskipun saat istirahat, dia akan nongkrong dengan Praja cs, namun, kelas ini tak terlalu buruk, meskipun Sindhu membuatnya tak nyaman.Matari baru kembali dari kantin, duduk bersama berdekat-dekatan dengan Kian, Yana, Priscilla dan Anya. Mereka sedang heboh membahas cerita hantu yang sedang hits menyebar di kalangan sekolah mereka. Kisah ini dialami oleh para anak kelas 10 yang kemahnya kali ini diadakan di sekolah, karena permintaan para wali murid.Sebagian besar dari mereka merasa keberatan diadakan di bumi perkemahan yang biasanya. Mau tak mau, akhirnya kemah diadakan di sekolah dengan mendirikan tenda di tepi-tepi lapanga
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen