"Neng, udah sampai nih sesuai alamat yang tadi Neng kasih ke saya!" ujar sopir taksi online yang mengantarkan Emmy ke tempat kerja barunya.
Namun, Emmy mendadak salah tingkah sendiri karena seingatnya kemarin siang dia pun sudah sampai ke tempat yang sama. Dengan tujuan berbeda pastinya, dia mengantar Om William pulang dari bandara.
"Ehh ... ohh, ya udah deh, Pak. Makasih ya. Aku turun sekarang, kali Bapak mau kejar setoran mumpung masih pagi gitu!" celoteh Emmy lalu turun dari taksi online itu dengan membawa map plastik berisi portofolio dan CV miliknya.
Akhirnya mobil Avanza hitam itu berlalu dari depan gerbang besi yang tinggi menjulang dan meninggalkan Emmy sendirian di situ. Dengan ragu-ragu gadis itu menekan tombol bel di samping pagar dan sesaat kemudian wajah satpam muncul di layar monitor di atas tombol bel.
"Selamat pagi, Mbak. Ada yang bisa dibantu?" sapa satpam bernama Asep itu melalui layar kecil.
"Ehh ... pagi, Pak Satpam. Saya mau bertemu Bu Rita Sundari, apa beliau ada? Saya karyawati baru Fame Palette Artisans Co," ujar Emmy menyebutkan keperluannya.
Segera pintu gerbang tinggi itu terbuka otomatis di hadapan Emmy. Dia pun bergegas masuk ke dalam sebelum pagar ditutup kembali.
"Wah, luas banget halaman depannya. Lucu juga bangunan rumahnya dibikin kayak mini kastil Disneyland gitu!" komentar Emmy sembari celingukan mengedarkan pandangannya ke sekeliling rumah calon bos barunya.
Satpam yang menyapa Emmy tadi menghampirinya sambil berkata, "Non, masuk aja langsung ke sana, lewat teras depan ya. Pintunya terbuka kok. Bu Rita sudah datang barusan!"
"Siap, Pak Asep. Makasih ya!" tukas Emmy dengan ceria. Kemudian dia bergegas menuju teras depan rumah yang unik tersebut.
"Permisi ... spadaaa!" seru Emmy karena rumah megah itu nampak sepi seolah tak berpenghuni.
Sesaat setelahnya sesosok wanita paruh baya keluar dari sebuah ruangan dan tersenyum menatap Emmy. Dia pun mengulurkan tangan kanannya dan berkata, "Hai, kamu pasti Emmy Estelia Setiawan ya?"
"Halo, Bu. Iya, benar. Saya Emmy yang melamar kerja menjadi asisten arsitek baru di Fame Palette Artisans Co. Apa Anda, Bu Rita Sundari?" jawab Emmy sopan.
"Iya, saya Bu Rita. Ayo saya perkenalkan ke bos baru kamu, saya hanya sekretaris sekaligus merangkap bagian accounting." Bu Rita berjalan mendahului Emmy ke sebuah ruangan yang nampaknya mirip ruangan meeting berskala kecil untuk sepuluh orang.
Di sekitar meja, duduk karyawan-karyawati yang nampak rapi penampilannya. Bu Rita memperkenalkan Emmy ke rekan-rekan kerja barunya, "Teman-teman, ini Emmy Estelia Setiawan. Tolong dibantu biar cepat belajar pekerjaan sebagai asisten arsitek Pak William!"
Tatapan penuh penilaian dari para karyawati di ruangan tersebut membuat Emmy cukup terintimidasi. Para wanita itu nampak modis dan terawat, full make up juga pastinya. Sementara pagi ini, Emmy hanya memakai perawatan kulit tabir surya dan lipstick berwarna pink natural.
"Ohh, sudah datang rupanya asisten baruku! Emmy, ayo ikut aku sebentar," ujar William yang baru saja memasuki ruangan penuh orang itu dan langsung akrab dengan asisten arsitek barunya.
William menggandeng tangan gadis imut itu keluar dari ruang meeting staf diikuti tatapan iri dan bisik-bisik para wanita.
"Si bos kok kayaknya udah kenal sih sama Emmy?" celetuk Virna dengan wajah cemberut.
"Nggaklah, Pak Willy 'kan memang selalu ramah sama bawahannya, Vir!" sanggah Yuni sambil mencoret-coret catatan di kertas dokumen miliknya.
"Moga-moga si Yuni benar. Males bingits kalau nambah saingan buat ngegaet Pak Bos, iya nggak?" timpal Vera yang sudah lama memendam perasaan kepada big boss mereka.
Anneke, karyawati yang paling sexy penampilannya pun menimbrung, "Ahh, casing si Emmy itu B ajah deh. Masa iya Pak Willy lebih demen sama cewek udik begitu?!" Teman-temannya pun menyetujui pendapat Anneke dan berhenti overthinking tentang Emmy.
Berbeda halnya dengan Bu Rita yang sudah kebal mendengar pembicaraan para karyawati di situ. Dia hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala tanpa minat untuk berkomentar.
Ternyata William menarik-narik tangan Emmy untuk mengikutinya ke ruang makan. "Duduk dulu deh! Kamu sudah sarapan belum tadi, Emmy?" ujarnya sambil menarikkan kursi untuk gadis itu.
"Sudah sih. Tadi dibikinin nasi pecel sama nenek di rumah," jawab Emmy yang masih bingung juga bagaimana memanggil pria matang yang tak lain adalah bos barunya. Dia pun segera bertanya, "Aku panggil Om atau Pak atau gimana enaknya?"
Mendengar pertanyaan Emmy yang terdengar kebingungan, William pun tertawa. "Mas aja ya? Mas William 'kan lebih mesra, Emmy!"
"Nggak mau. Om aja deh, sudah paling cocok atau Pak juga kesannya profesional!" sahut Emmy keras kepala tanpa senyum di wajah imutnya.
William menggaruk-garuk kepalanya lalu mendesah, "Whatever!" Dia pun teringat muffin isi selai blueberry favorit gadis manis itu. "Cobain deh muffin bikinan Chef Juno, koki rumahku. Mungkin kamu suka. Atau menu lainnya boleh juga! Pokoknya temani aku sarapan dan ini perintah untuk seterusnya kalau aku lagi nggak ada pekerjaan di luar negeri, paham?!"
Perhatian Emmy yang tadinya fokus ke wajah bos barunya segera teralihkan ke hidangan sarapan di atas meja makan. Dia pecinta kuliner juga karena selama di Amerika dulu bekerja di restoran. "Wow, kelihatannya lezat. Aku coba muffinnya ya, Om Will!" ujar Emmy lalu mencomot sebuah muffin blueberry dan menggigitnya.
Tak biasanya William memerhatikan bawahannya seperti yang dia lakukan kepada Emmy. Dia galak sekali apa lagi kalau karyawan atau karyawatinya berleha-leha tak bekerja. Namun, memandangi ekspresi wajah Emmy yang begitu menikmati kue asal Inggris itu membuatnya gemas.
Ketika sebuah muffin habis dilahap oleh Emmy, pria itu segera menyodorkan piring berisi aneka mini pastry ke hadapan gadis imut itu. Dengan senang hati, Emmy mengambil sebuah mini pasty berisi daging asap dan keju.
"Mau minum apa, Dear Emmy?" tanya William yang malah melayani gadis itu padahal dia bos Emmy.
"Air putih aja, Om!" jawab Emmy dengan mulut penuh. Dia mengambil sebuah cupcake berhias krim rasa blueberry berwarna ungu dan mengunyahnya perlahan.
Segelas air mineral diletakkan di hadapan Emmy oleh tuan rumah sendiri. "Makan yang kamu suka ya, bebas! Setelah sarapan baru kita kerja bareng ... di ruanganku!" ujar William dengan senyuman lebar.
Emmy hanya menambah sebuah muffin blueberry saja lalu berhenti makan. Dia tak ingin kekenyangan di hari pertamanya bekerja. Dengan sabar gadis itu menemani William sarapan hingga selesai.
"Okay, back to work! Let's go to office, Beibeh!" ucap William sambil merangkul bahu Emmy menuju ke arah ruang kantornya.
Ketika mereka melewati ruang meeting, para karyawati mendadak kepo dan berlarian menuju ke pintu untuk mengintip kedekatan Emmy dengan William. Pintu kantor pribadi bos mereka pun tertutup rapat dengan pasangan itu berada di dalamnya.
"Ketikung telak loe, Ver. Big boss ternyata seleranya daun muda tuh!" celetuk Yuni sembari menertawakan rekannya yang ngefans berat sedari dulu dengan arsitek ganteng kece badai yang tak lain bosnya sendiri.
"Emmy, coba kamu lihat gambar cetak biru kode FPA-20.02.11 bantu hitung RAB dengan catatan perinciannya ya. Sementara tugas kamu itu dulu, selanjutnya aku beri tahu lagi kalau sudah kelar yang ini!" perintah William di kursi kebesarannya.Dengan cekatan Emmy memulai pekerjaan di hari pertamanya sebagai asisten arsitek. Dia sudah paham seperti apa saja tipe tugas yang harus dia lakukan karena sempat menghabiskan waktu satu tahun magang di firma arsitek seniornya dari Harvard University.Dalam waktu kurang dari sejam gadis itu telah menyerahkan hasil pekerjaannya kepada William. "Ini hasil penghitungan RAB beserta rinciannya, Pak!" ujarnya.Tanpa berkomentar apa pun, William memeriksa hasil pekerjaan Emmy. Dia dapat menelitinya dengan mudah karena hapal caranya. Fakta mengejutkannya adalah hasilnya sesuai dengan yang seharusnya. "Mantep ... keren juga kamu ya! Okay, next job. Kamu bikin gambar ilustrasi dengan keterangan yang aku tulis di buku catatan ini sesuai kemampuan kamu saja. Ma
"Hey, Jalang! Untung ya Pak William lagi pergi ke New York berhari-hari, jadi loe bisa ditertibkan di sini!" Vera bersedekap sembari menyandarkan bokong besarnya di tepi meja kerja Emmy. Emmy merasa lidahnya kelu di tengah kebingungannya karena tiba-tiba para karyawati senior di kantor arsitek tempatnya bekerja mengerumuninya.Anneke pun tak ingin ketinggalan membully gadis yang dia benci sedari awal bergabung di tim mereka. Dia mendorong bahu Emmy seraya berkata, "Loe pake pelet apaan sampai Pak Willy kesengsem berat sama muka loe yang pas-pasan ini, hahh?""Biasa cewek kegatelan 'kan bisa digrepe-grepe tuh, Guys! Dasar gampangan!" sembur Virna juga sembari menoyor sisi kiri kepala Emmy.Kesabaran Emmy pun habis, dia merasa tak layak diperlakukan seperti perempuan hina dengan sedemikian banyak predikat yang disematkan oleh para seniornya seenak jidat mereka. Dia pun berkata dengan nada defensif, "Jangan seenaknya ngebully orang ya! Kalian juga sama-sama karyawati Pak William yang Te
"Lho, kamu diantar siapa itu tadi, Emmy?" tanya Nenek Dahlia yang menyambut kedatangan cucunya sepulang kerja. Dengan sopan Emmy mencium tangan neneknya lalu menjawab, "Itu sopir bosnya Emmy, Nek. Ban sepeda motorku digembosi sama senior di kantor. Mereka musuhan sama aku semenjak ditinggal pergi Kak William ke New York. Ternyata bullying tuh nggak cuma ada di sekolah, tapi di kantor juga ada, Nek!"Senyum prihatin terukir di wajah berkerut oleh usia lanjut itu, Nenek Dahlia menghela napas lalu membelai rambut panjang cucu kesayangannya. "Kamu yang sabar, jangan membenci mereka. Biar Tuhan yang balas apa yang ditabur oleh senior-senior kamu, kalau baik maka hasilnya baik dan sebaliknya!" nasihatnya dengan sabar.Emmy pun mengangguk patuh, dia tak pernah melawan perkataan kakek nenek yang membesarkannya sejak kecil. Gadis itu pun celingukan sambil berjalan bersisian dengan neneknya. "Di mana kakek sih? Biasanya ada di rumah, Nek.""Di kebun belakang, sedari pagi panen ubi masih belum
"Suster! Suster, tolong temen eike cedera!" seru Haikal ketika dua paramedis mendorong brankar berisi Emmy yang tak sadarkan diri masuk ke poli IGD."Bawa ke bilik dua yang kosong!" perintah Suster Dewi menunjuk ke tempat yang kosong di ruangan IGD itu.Segera saja Emmy diperiksa oleh dokter jaga poli IGD dengan cermat. Kemudian Haikal yang menemani Emmy ke rumah sakit pun dipanggil karena dokter ingin menjelaskan kondisi pasien."Jadi, Mas, pasien ini perlu cek MRI untuk tahu di mana saja cederanya karena masih hilang kesadaran akibat benturan keras. Saya menduga ada gegar otak ringan atau medium karena kecelakaan jatuh dari tangga itu! Bagaimana, boleh?" tutur Dokter Bima Susanto. "Boleh, Dok. Biar bisa diobatin sampai sembuh. Silakan saja!" sahut Haikal harap-harap cemas. Pasalnya, majikannya akan pulang hari ini juga dari New York. Celaka dua belaslah kalau sampai gadis imut kesayangan Mister William Samsons MacRay itu kenapa-kenapa.Brankar berisi Emmy segera didorong menuju ke
"TOK TOK TOK.""Ya, sebentar!" sahut suara wanita renta dari dalam rumah bertipe sederhana yang genting cokelatnya telah berlumut di sana sini itu.William yang berprofesi sebagai arsitek ternama pun menilai dalam hatinya tentang tempat tinggal gadis imut kesayangannya yang kini tergolek di ranjang rumah sakit. Halaman depan yang asri dengan pohon mangga Manalagi, alpukat, dan durian. Tanaman bunga hias juga menghiasi sepetak tanah berukuran kurang lebih 20 meter persegi itu. Semuanya tanpa sengaja membuat pria itu membersitkan senyuman mahal di bibirnya."Alami banget, sepertinya kakek nenek Emmy suka berkebun!" gumam William sebelum pintu di balik punggungnya terbuka."Ohh ... selamat malam. Anda mencari siapa ya?" sapa Nenek Dahlia kepada pria ganteng yang tinggi menjulang di hadapannya.Mobil sedan Mercy hitam yang tadi pagi dan kemarin sore mengantar jemput cucu kesayangannya terparkir di depan pagar. Wanita berusia lanjut itu menduga bahwa pria ini mungkin bos Emmy. William seg
Seperti saran Dokter Chandra Lukmana, memang Emmy menjalani bed rest selama lima hari penuh di rumah sakit. Kakek neneknya yang menjaga gadis itu. Namun, setiap pagi dan malam bosnya selalu menjenguk dia sambil membawakan makanan favorit Emmy yang dibuat oleh Chef Juno."Siomay udang dan springroll rebung, pesanan kamu, Emmy Sayang! Momo nitip salam buat kamu juga," ujar William menyodorkan kotak bekal berisi makanan ringan berjenis dimsum itu ke hadapan gadis kesayangannya.Wajah Emmy berseri-seri menerimanya lalu mulai mencicipi sebuah siomay udang. "Mmm ... yummy, Kak Willy. Thank you bingits ya, udah lama lho nggak makan ini. Di Amrik agak susah carinya, dan semenjak pulang ke Jakarta belum sempat jalan-jalan!" ujar gadis itu bersemangat lalu mengambil sebuah siomay udang lagi untuk disuapkan ke mulut William."Lezat memang, Chef Juno pinter bikinnya!" puji William untuk koki rumahnya.Emmy pun menyahut, "Sampein terima kasihku buat Chef Juno ya, Kak!" "Okay, besok pas sarapan ku
"Ssttt ... gelo bingits! Ver, kok si bos ganteng sampe bela-belain jemput cewek alay itu buat ke kantor?!" seru heboh Yuni ketika melihat dari balik kaca jendela ruang kerja Fame Palette Artisans Co pagi itu.Vera yang tadinya sedang menata barang bawaan ke mejanya pun buru-buru menghampiri Yuni. "Mana ... mana sih?" ucapnya kepo. Segera sumpah serapah dan kata makian pedas menghambur dari bibir berlipstick plump red devil itu.Rekan-rekannya yang lain pun tak ingin ketinggalan melihat tontonan heboh pagi itu di dekat Yuni dan Vera. Sementara Bu Rita yang bersikap netral menggelengkan kepalanya lalu keluar dari ruangan kerja bersama itu untuk menemui William.Di ruang tengah, William menggandeng Emmy yang melingkarkan tangan dengan manis di lekuk lengannya. Gadis itu menyapa Bu Rita, "Selamat pagi, Bu!""Selamat pagi, Emmy. Syukur kamu sudah pulih kembali. Semangat kerja ya hari ini!" balas Bu Rita dengan senyuman tulus. Dia lalu bertanya ke bosnya, "Pak Willy, apa jadi meeting pagi?"
"Lho, kamu habis nangis ya, Emmy?" tanya William sambil bangkit dari kursi kerjanya menghampiri pacar barunya yang baru saja masuk ke ruang kantor.Namun, gadis itu menggelengkan kepalanya lesu. "Nggakpapa kok, Kak Willy. Aku agak ngantuk aja jadi mataku merah," kelit Emmy mencari alasan yang tentunya sulit dipercaya begitu saja oleh William.Kemudian tangan Emmy ditarik untuk mengikuti pria itu ke meja kerja lalu dia didudukkan di pangkuan William. "Kamu jangan suka bohong ya, nanti hidung kamu tambah panjang kayak pinokio!" tegur kekasihnya dengan cara yang lembut hingga hati Emmy serasa meleleh. "Hmm ... aku nggak mau jadi tukang ngadu. Kakak Sayang jangan tanya kenapa aku tadi nangis, janji ya?" jawab Emmy menghela napas dengan berat. Para karyawati senior itu diam-diam ngefans kepada bos mereka dan efeknya instan kepadanya, dia harus menerima bullyan wanita-wanita berdempul tebal itu.William pun mengerti situasinya, dia telah melihat di rekaman ulang CCTV rumahnya tentang perun