Brankar melaju dengan sangat cepat membawa Amartha yang dalam kondisi tak sadarkan diri ke ruang ICU.Alanis menunggu cemas bagaimana hasil pemeriksaan dokter tentang kondisi ibunya. Seorang petugas rumah sakit lalu menyampaikan pesan agar Alanis segera mengurus administrasi dan pembayaran.Gadis malang itu jadi bingung sendiri, dia belum gajian. Uang simpanan pun tak ada. Mau minta tolong sama siapa? Alanis berpikir keras dan ada satu nama yang terlintas dalam pikirannya.“Mau nggak ya kira-kira dia nolongin gue lagi?” gumam ragu Alanis.Sementara itu di tempat lain, di waktu yang bersamaan,TT baru akan keluar toko bersama dengan Jenny. TT diajak oleh mantan calon iparnya itu pulang bersama pakai mobilnya.Jenny ingin pergi bersama TT, tapi enggan memakai motor.“Kalo mau bareng aku, ya pake motor!” tegas TT.Jenny cemberut. Namun daripada bikin TT marah dia akhirnya menyetujui tawaran TT.“Iya deh. Tapi jangan ngebut-ngebut! Aku takut,” pinta Jenny, MANJA.TT hanya mengangguk. Baru
Alanis memperkenalkan Yanto kepada TT.Alanis juga menjelaskan kalau Yanto adalah teman kuliahnya dulu yang sekarang jadi dokter di rumah sakit ini dan juga tadi telah membantu Alanis soal adminitrasi perawatan ibunya di rumah sakit.“Ohh, sudah dapat pahlawan baru ya sekarang?” sindir ketus TT.Alanis jadi merasa tidak enak dan menarik tangan TT untuk mengajaknya menjauh agar bisa ngobrol berdua tanpa ada Yanto.“Mas, kok gitu sih ngomongnya?” kata Alanis coba beri pengertian pada TT.“Emang begitukan kenyataannya?” balas TT nambah ketus.“Ya tapikan aku nggak enak sama Yanto, mas.”“Yanto? Harusnya kamu lebih nggak enak sama aku daripada sama dia!” sindir TT dengan lebih meninggikan suaranya.Alanis mendelik, bertanya-tanya kenapa TT jadi berubah seperti ini. Ada apa?Alanis yang tadinya bersikap sopan menjadi terpancing emosi. Tanpa kontrol dia mengatakan kecurigaannya pada lelaki yang kini ada di hadapannnya.“Apa karena Mas TT sering nolongin aku, sekarang mas bisa bersikap seena
Alanis menangis di depan pusara Ibunya. Satu-satunya keluarga Alanis yang tersisa kini telah tiada. Penyesalannya, kenapa hanya sedikit waktu yang dia rasakan bersama mama tercintanya setelah dia bebas dari penjara.Alanis merasa hanya kemalangan yang dia berikan kepada Ibunya, bukan kebahagiaan yang seharusnya diberikan seorang anak kepada orangtuanya.Sakit yang diderita Amartha, Alanis menyalahkan dirinya penyebab semua itu. Tragedi kecelakaan empat tahun lalu benar-benar telah menghancurkan keluarga bahagia milik Alanis, karena kesalahan Alanis.“Maafin Alanis, ma. Maaf. Mama pergi gara-gara Alanis.”Hanya kata maaf yang bisa terucap. Air mata yang mengalir nyaris tak terhenti. Tangisan sendu Alanis mewarnai suasana pemakaman yang tampak sepi. Tak banyak orang yang hadir disana.Di samping Alanis yang selalu mencoba menenangkan Alanis adalah seorang lelaki, tapi bukan TT. Yanto yang ada disana.“Elo yang kuat ya, Nis. Gue ada di sini sama elo,” ucap Yanto pada Alanis.Dan TT hanya
Sambil memeluk foto Ibunya, Alanis termenung memikirkan nasibnya saat ini. Dia dipaksa pindah dari rumah kontrakannya, belum lagi besok dia sudah harus kembali bekerja di rumah Tresno, sesuatu yang paling tak ingin dia kerjakan untuk saat ini.Alanis jadi teringat perkataan Tresno saat pertama kali dipaksa bekerja disana, pilih menderita bekerja di rumah Tresno atau pilih menderita di luar sana agar Ibunya Alanis yang sakit-sakitan menyaksikan secara langsung balas dendam yang dilakukan Tresno untuk menyakiti Alanis.“Sekarang mama udah nggak ada, harusnya gue nggak perlu takut lagi sama ancaman itu!” batin Alanis berbisik.Tapi masalahnya sekarang adalah...“Gue butuh banget uang! Gue harus kuat sampai gajian nanti, baru gue pergi darisana!” Dan akhirnya Alanis meyakinkan diri untuk memilih keputusan yang sangat dia benci.Faktor ekonomi memang jadi masalah besar buatnya sekarang. Belum lagi dia harus cari rumah kontrakan baru, pasti butuh uang cepat.“Kemana gue harus cari uang ya
Jelang tidurnya, TT melamun sambil menatap langit-langit kamarnya. Sangat dalam, kayaknya lebih dalam dari dasar samudera hindia.“Alanis...”Nama itu yang selalu tersebut dan dibayangkan dalam otak hatinya. Ada raut penyesalan, banyak dan terlalu banyak.“Kenapa sih harus dia?”Suara pikiran yang pertama jelas tentang kenapa harus Alanis yang jadi penyebab kematian kakaknya. TT sudah terlanjur suka, bahkan kekhawatirannya yang selalu saja muncul melihat kesulitan yang menimpa Alanis.Bisa disebut itu sebagai rasa sayang untuk Alanis yang sudah tumbuh dalam diri TT. Lama-lama juga kalau dia lebih sering bersama Alanis, cinta itu akan tertanam di jantung hati TT.Tapi yang TT paling takutkan jika dia memaksakan diri untuk mengejar Alanis, penghalang terbesarnya bukanlah Alanis melainkan...“Mami pasti bisa ngerti. Tapi papi? Nggak mungkin! Dia sangat benci sama Alanis!” TT memang belum sepenuhnya memutuskan menyerah pada Alanis, tapi dia juga tak berani untuk melangkah maju untuk memp
Welcome to PINK SHOPToko yang satu ini memang tidak ada matinya. Selalu ramai pengunjung dan para karyawan pun tidak dibiarkan santai barang semenit. SIBUK TERUS.TT pun sampai harus ikutan turun untuk melayani pembeli. Sontak TT jadi pusat perhatian para pengunjung yang kebanyakan adalah emak-emak heboh.“Lincah banget mas ngeraba-rabanya, hiks!” goda salah satu emak-emak.Saat ini TT sedang menjelaskan soal kualitas celana dalam wanita yang disebutnya memiliki tingkat kelenturan yang tinggi sehingga nyaman dipakai dan nyaman dirasa oleh miss V si pemakai.“Mas, katanya belum nikah ya? Masih lajang juga udah jago nih kayaknya, kalau tiap hari bergaulnya sama bungkus roti kukusnya perempuan. Anget-anget gimana gitu ya mas. Hiks!” goda emak-emak yang lain kepada TT.TT sebenarnya merasa risih terus jadi sasaran godaan para wanita-wanita yang datang kesana.Namun apa daya, pembeli adalah raja. Jadi penjual mau tidak mau harus selalu tersenyum ramah untuk melayani rajanya.“Suka gaya ap
Tiba di dalam kamar, Alanis mengamati sekeliling kamar. Niatnya sudah jelas. Mencari kepastian akan keraguannya tentang sosok si putra bungsu keluarga Tresno.Belum sempat ia memulai, handphonenya bergetar ada paggilan masuk dari Yanto. Alanis memeriksa situasi dulu sebelum menjawab, takut ada yang mengintainya.Aturan dilarang menjawab telepon saat bekerja berlaku untuk Alanis di rumah ini. Setelah merasa aman, ia menjawab panggilan dari Yanto.“Pulang jam berapa, Nis? Mau gue jemput nggak?” tanya Yanto.Alanis tadinya sudah menolak tawaran Yanto saat dia rencana pulang di sore hari. Namun kini jadwal pulangnya berubah, jam 12 malam. Takut juga Alanis pulang jam segitu sendirian.“Tapi gue lembur sampai jam 12 malam, To?” kata Alanis memberi kabar saja berharap Yanto yang berinisiatif untuk menawarkan diri.Alanis merasa tidak enak terlalu banyak meminta tolong sama Yanto.“Jam 12? Gila majikan lo! Elo kerja dimana sih? Siapa sih majikan elo? Udah biarin gue jemput aja! Bahaya cewek
“Aku benci melihat kamu bersama lelaki lain!” keluh TT dengan menaikkan level suaranya untuk menunjukkan rasa cemburunya yang memuncak.Kejujuran yang berarti TT telah mampu untuk melawan gengsi dalam dirinya. Tidak mudah bagi seorang lelaki mana pun untuk mengakui bahwa dia sedang merasa cemburu. Tapi demi Alanis, TT menghancurkan tembok kokoh itu.Dan Alanis pun tak menyangka jawaban yang diberikan oleh TT. Dugaannya adalah TT berbeda karena sudah tahu tentang status masa lalu Alanis.Namun yang dia dengar kini, ternyata lebih manis untuk dirasakan oleh Alanis.“Benarkah elo cemburu, mas?” tanya Alanis dalam hatinya.Cemburu adalah tanda bahwa seseorang tak ingin kehilangan orang yang dipilihnya. Dan Alanis mendengar langsung dari mulut TT bahwa dia adalah orang yang terpilih oleh TT yang artinya TT tidak ingin kehilangan Alanis.Di saat suasana hening sebuah mobil keluar dari gerbang rumah Tresno dengan lampu yang menyorot ke tempat Alanis dan TT berada.TT mengenal mobil yang akan