Verawati akan menjawab pertanyaan TT tentang kenapa Alanis diperlakukan kejam oleh Tresno.
“Alanis, itu, pelayan baru itu....”
Perkataan Verawati terhenti saat seorang pelayan masuk dan mengabarkan Alanis terjatuh saat disuruh membersihkan toren penampungan air.
TT langsung cemas. Saat Verawati menanyakan kondisi Alanis, sebelum pelayan menjawab TT terlebih dahulu secepat kilat keluar dari kamarnya.
Verawati agak aneh melihat reaksi anaknya, tapi tidak memusingkannya saat ini. Ia fokus dulu ke kondisi Alanis. Pelayan bilang kakinya terkilir saja. Tujuan pelayan datang ingin bertanya apakah perlu dibawa ke rumah sakit atau tidak.
Sedang terjadi perdebatan hebat di pos security antara Imas si kepala pelayan dan pak Tatang si security kepercayaan TT tentang kondisi Alanis yang saat ini ada di depan mereka.
Gadis malang itu merintih kesakitan memegangi kakinya. Para pekerja yang jabatannya di bawah Imas dan Pak tatang hanya bisa menyaksikan tanpa mampu melerai.
“Nggak perlu ke rumah sakit!” bentak Imas
“Harus! Kalau neng Alanis kenapa-napa bagaimana?” balas Pak Tatang.
“Izin sanah sama Pak Tresno kalau berani!” sentak Imas lagi.
Pak Tatang langsung diam saat nama tuannya disebut.
CEKITTTT! Tiba-tiba mobil milik TT berhenti disana. Semua pekerja termasuk Alanis kompak memandang ke arah orang yang baru turun dari mobil tersebut.
Seorang lelaki bermasker dan mengenakan jaket hoodie yang tak lain adalah TT berjalan ke arah Alanis. Semua bertanya-tanya apakah ini si putra bungsu atau bukan?
Walaupun keyakinan mereka adalah memang benar si putra bungsu karena dilihat dari ciri-cirinya sama persis dengan si lelaki bermasker itu.
TT tiba-tiba langsung menggendong Alanis dan membawa Alanis menuju mobil Alanis makin bingung.
“Siapa dia? Kok berani-beraninya gendong gue tanpa ijin?”
Sekelumit pertanyaan dalam hati Alanis terhenti saat dia beradu pandang dengan sosok pria bermasker, Alanis sangat mengenal sorot mata tersebut.
“Apa mungkin dia?” batin Alanis bertanya-tanya
Hati Alanis jadi berdebar-debar menghadapi momen tak terduga ini.
“Mas TT?” bisik Alanis yang hanya bisa di dengar oleh TT.
Kembali dia merasakan sebuah perlakuan lembut dari perhatian tulus yang diberikan oleh TT.
Mata Alanis tak lepas untuk terus menatap TT. Dalam pelukan TT, Alanis merasa nyaman dan damai.TT tak menjawab pertanyaan Alanis, dia terus melangkah cepat membawa Alanis ke dalam mobil.
Semua yang ada disana tidak berani mencegah karena sudah meyakini bahwa sosok bermasker itu adalah putra bungsu pemilik rumah ini. Mereka hanya membiarkan mobil TT berlalu pergi meninggalkan rumah.
Dalam perjalanan, suasana masih hening. Kedua orang yang ada di dalam mobil membisu.
Alanis masih belum bisa memastikan sepenuhnya kalau sosok pria bermasker itu adalah TT, meski dia cukup yakin.
“Boleh dibuka sebentar maskernya?” pinta Alanis hati-hati sambil menggigit lidahnya di akhir kalimat.
TT melirik tipis melihat gesture wajah Alanis.
“Imut juga.”
Otak TT mulai berkelana melihat lidah Alanis yang menjulur dan tertahan di ujung bibirnya.
DUARRRR! TT menggelengkan kepalanya membuang semua pikiran kotor dan menggantinya dengan sikap jaim yang sudah menjadi ciri khasnya.
“Jangan banyak tanya dulu! Kaki kamu obatin dulu. Itu yang penting!” balas TT terhadap pertanyaan Alanis.
“Kita mau ke rumah sakit? Terus pekerjaan saya gimana, mas TT?” tanya Alanis cemas.
TT jadi kesel sendiri. Ini orang sudah yakin betul kalau dirinya adalah TT. Harapan TT saat menyamar adalah Alanis tidak akan menyangka siapa dirinya.
Dan kini tampaknya rencana dia untuk menyembunyikan jati dirinya sebagai putra Tresno kepada Alanis akan segera terbongkar.
“Siapa itu TT? Saya enggak kenal!” sangkal TT sok akting di depan Alanis.
Alanis mengerutkan keningnya. Masa sih pikirnya. Sorot matanya dia sangat kenal. Suaranya jelas suara TT.
Tiba-tiba Alanis jadi parno sendiri memikirkan kemungkinan lain yang datang begitu saja menyusup ke otaknya.
“Kalau dia bukan mas TT? Jadi? Satu-satunya orang yang belum gue liat di rumah itu adalah purta bungsunya Pak Tresno. Tapi suara si putra bungsu menyebalkan itu beda banget sama cowok yang ada di samping gue sekarang. Jadi siapa orang ini?”
Alanis makin pusing. Dia memang menyangkal kemungkinan kalau orang yang disampingnya adalah putra bungsu keluarga Tresno.
Alanis menganggap sosok putra bungsu itu adalah sosok yang kejam, sama seperti bapaknya. Tidak mungkin mau menolong dirinya hingga mengantar ke rumah sakit.
Sampai di rumah sakit, TT memapah Alanis yang kesulitan berjalan akibat kakinya terkilir. TT memperlakukan Alanis dengan sangat lembut.
Dia tak segan memperlambat laju langkahnya untuk agar Alanis tidak perlu merasakan sakit yang lebih jika memaksakan untuk melangkah lebih cepat.
Alanis semakin yakin bahwa orang yang disampingnya adalah TT. Kini tidak ada keraguan lagi. Meski TT tetap bungkam tak mau menyebutkan siapa dirinya, perhatian tulus dan perlakuan lembut dari TT, Alanis tidak akan lupa bagaimana rasanya.
“Terima kasih, mas TT,” ucap tulus Alanis dalam hatinya sembari menatap wajah TT yang sedang memapahnya.
**
Imas mengadu pada Tresno soal putra bungsunya yang membawa Alanis ke rumah sakit. Yang buat Imas heran kenapa sampai memakai masker dan jaket hoodie untuk menutupi wajahnya.
BRAGHHH! Tresno menggebrak meja setelah mendengar laporan dari Imas.
“Sok baik! Dia belum tahu saja siapa gadis itu sebenarnya!” Umpat Tresno.
Verawati yang juga ada di sana coba menenangkan suaminya.
“Sudahlah mas, nggak perlu dikasitahu sama Bagus soal itu. kasian juga si Alanis. Nanti dia malah ikut-ikutan kayak kamu untuk bersikap kejam sama gadis itu,” bujuk Verawati.
“Harus begitu! Jadi bukan saya saja menyiksa dia. Biar saja si Bagus ikutan menyiksa dia. Biar tahu rasa! Salah sendiri dia sudah membunuh anak sulung saya! Kamu Vera, harusnya kamu juga ikut menyiksa dia. Gampang sekali kamu memaafkan pembunuh anak kandung kamu sendiri!” tegas Tresno.
“Alanis sudah menjalani hukuman di penjara, mas. Cukup. Tidak baik kita lama-lama menyimpan dendam, lebih baik mas Tresno maafkan Alanis ya, dan sudahi semuanya. Adam juga pasti sedih melihat sikap kamu seperti ini,” kata Verawati yang masih coba terus membujuk suaminya untuk merubah sikapnya terhadap Alanis.
“Sebelum saya puas, saya tidak akan berhenti!” bentak Tresno pada Verawati.
Verawati cuma bisa menghela nafas untuk bersabar menghadapi sikap keras suaminya.
Tiba—tiba...BRAAK!
Pintu terdorong keras dari luar dan TT muncul dengan wajah yang sangat marah.
“Papi bisa nggak bersikap lebih baik kepada Alanis?” teriak TT kepada Tresno.
Semua yang ada di sana kaget melihat kemunculan TT yang tiba-tiba dan langsung menyerang Tresno.
“Papi enggak jahat sama pelayan lain! Kenapa cuma sama Alanis papi begitu?” lanjut TT.
Mendengar TT membentaknya, Tresno jadi tersulut emosi juga dan langsung membalas tak kalah garang.
“Jangan sok jadi pahlawan! Kalau kamu tahu siapa dia sebenarnya, kamu juga akan bersikap yang sama seperti papi!” bentak Tresno.
TT tersentak mendengar perkataan Tresno. Siapa Alanis sebenarnya sampai-sampai Tresno begitu jahat sama dia. Apa ada hal penting yang berhubungan dengan keluarganya tentang Alanis dan TT tidak tahu?
Batin TT bertanya-tanya. Dia penasaran meski hati kecilnya pun merasa takut jika rahasia tentang Alanis itu akan berdampak buruk untuk perasaan sukanya terhadap Alanis yang semakin-hari semakin besar.
Siap tidak siap, TT akhirnya memberanikan untuk membunuh rasa penasarannya tentang siapa sebenarnya Alanis di mata Tresno.
“Oke! Jelasin semuanya tentang Alanis kepada Bagus, pi!” tantang TT kepada Tresno.
To be continue >>> 008
BUGHHH! PRAANG!TT memukul cermin di kamarnya hingga pecah, kepalan tangannya berdarah-darah. Kemarahan, kegelisahan, kegalauan melanda pikirannya saat ini.Dia terus teringat apa yang baru saja tadi dia dengar dari ayahnya tentang siapa sebenarnya sosok Alanis di mata keluarganya, terutama bagi sang ayah.FLASHBACKTresno bangkit dari duduknya mendekat ke TT, dia menatap tajam ke TT. Tresno mendorong telunjuknya ke jantung TT.“Gadis sialan itu yang menabrak Adam! DIA ADALAH PEMBUNUH KAKAKMU!” ucap Tresno dengan berteriak di kalimat keduanya.END FLASHBACKKenapa harus Alanis? Itu pikiran TT saat ini.“Arggh SIALLLL!” teriak TT melampiaskan emosinya.Memang dia sudah memaafkan siapa pun penabrak kakaknya yang sedari dulu sampai detik ini tidak pernah dia ketahui.Namun siapa pun itu, sumpah serapah di dalam diri TT mengeluh, harusnya jangan Alanis, gadis yang kini sedang menerobos masuk mengisi hatinya.“Harusnya gue nggak usah tahu, gue nggak usah nanya sama papi soal ini!” sesal TT
Brankar melaju dengan sangat cepat membawa Amartha yang dalam kondisi tak sadarkan diri ke ruang ICU.Alanis menunggu cemas bagaimana hasil pemeriksaan dokter tentang kondisi ibunya. Seorang petugas rumah sakit lalu menyampaikan pesan agar Alanis segera mengurus administrasi dan pembayaran.Gadis malang itu jadi bingung sendiri, dia belum gajian. Uang simpanan pun tak ada. Mau minta tolong sama siapa? Alanis berpikir keras dan ada satu nama yang terlintas dalam pikirannya.“Mau nggak ya kira-kira dia nolongin gue lagi?” gumam ragu Alanis.Sementara itu di tempat lain, di waktu yang bersamaan,TT baru akan keluar toko bersama dengan Jenny. TT diajak oleh mantan calon iparnya itu pulang bersama pakai mobilnya.Jenny ingin pergi bersama TT, tapi enggan memakai motor.“Kalo mau bareng aku, ya pake motor!” tegas TT.Jenny cemberut. Namun daripada bikin TT marah dia akhirnya menyetujui tawaran TT.“Iya deh. Tapi jangan ngebut-ngebut! Aku takut,” pinta Jenny, MANJA.TT hanya mengangguk. Baru
Alanis memperkenalkan Yanto kepada TT.Alanis juga menjelaskan kalau Yanto adalah teman kuliahnya dulu yang sekarang jadi dokter di rumah sakit ini dan juga tadi telah membantu Alanis soal adminitrasi perawatan ibunya di rumah sakit.“Ohh, sudah dapat pahlawan baru ya sekarang?” sindir ketus TT.Alanis jadi merasa tidak enak dan menarik tangan TT untuk mengajaknya menjauh agar bisa ngobrol berdua tanpa ada Yanto.“Mas, kok gitu sih ngomongnya?” kata Alanis coba beri pengertian pada TT.“Emang begitukan kenyataannya?” balas TT nambah ketus.“Ya tapikan aku nggak enak sama Yanto, mas.”“Yanto? Harusnya kamu lebih nggak enak sama aku daripada sama dia!” sindir TT dengan lebih meninggikan suaranya.Alanis mendelik, bertanya-tanya kenapa TT jadi berubah seperti ini. Ada apa?Alanis yang tadinya bersikap sopan menjadi terpancing emosi. Tanpa kontrol dia mengatakan kecurigaannya pada lelaki yang kini ada di hadapannnya.“Apa karena Mas TT sering nolongin aku, sekarang mas bisa bersikap seena
Alanis menangis di depan pusara Ibunya. Satu-satunya keluarga Alanis yang tersisa kini telah tiada. Penyesalannya, kenapa hanya sedikit waktu yang dia rasakan bersama mama tercintanya setelah dia bebas dari penjara.Alanis merasa hanya kemalangan yang dia berikan kepada Ibunya, bukan kebahagiaan yang seharusnya diberikan seorang anak kepada orangtuanya.Sakit yang diderita Amartha, Alanis menyalahkan dirinya penyebab semua itu. Tragedi kecelakaan empat tahun lalu benar-benar telah menghancurkan keluarga bahagia milik Alanis, karena kesalahan Alanis.“Maafin Alanis, ma. Maaf. Mama pergi gara-gara Alanis.”Hanya kata maaf yang bisa terucap. Air mata yang mengalir nyaris tak terhenti. Tangisan sendu Alanis mewarnai suasana pemakaman yang tampak sepi. Tak banyak orang yang hadir disana.Di samping Alanis yang selalu mencoba menenangkan Alanis adalah seorang lelaki, tapi bukan TT. Yanto yang ada disana.“Elo yang kuat ya, Nis. Gue ada di sini sama elo,” ucap Yanto pada Alanis.Dan TT hanya
Sambil memeluk foto Ibunya, Alanis termenung memikirkan nasibnya saat ini. Dia dipaksa pindah dari rumah kontrakannya, belum lagi besok dia sudah harus kembali bekerja di rumah Tresno, sesuatu yang paling tak ingin dia kerjakan untuk saat ini.Alanis jadi teringat perkataan Tresno saat pertama kali dipaksa bekerja disana, pilih menderita bekerja di rumah Tresno atau pilih menderita di luar sana agar Ibunya Alanis yang sakit-sakitan menyaksikan secara langsung balas dendam yang dilakukan Tresno untuk menyakiti Alanis.“Sekarang mama udah nggak ada, harusnya gue nggak perlu takut lagi sama ancaman itu!” batin Alanis berbisik.Tapi masalahnya sekarang adalah...“Gue butuh banget uang! Gue harus kuat sampai gajian nanti, baru gue pergi darisana!” Dan akhirnya Alanis meyakinkan diri untuk memilih keputusan yang sangat dia benci.Faktor ekonomi memang jadi masalah besar buatnya sekarang. Belum lagi dia harus cari rumah kontrakan baru, pasti butuh uang cepat.“Kemana gue harus cari uang ya
Jelang tidurnya, TT melamun sambil menatap langit-langit kamarnya. Sangat dalam, kayaknya lebih dalam dari dasar samudera hindia.“Alanis...”Nama itu yang selalu tersebut dan dibayangkan dalam otak hatinya. Ada raut penyesalan, banyak dan terlalu banyak.“Kenapa sih harus dia?”Suara pikiran yang pertama jelas tentang kenapa harus Alanis yang jadi penyebab kematian kakaknya. TT sudah terlanjur suka, bahkan kekhawatirannya yang selalu saja muncul melihat kesulitan yang menimpa Alanis.Bisa disebut itu sebagai rasa sayang untuk Alanis yang sudah tumbuh dalam diri TT. Lama-lama juga kalau dia lebih sering bersama Alanis, cinta itu akan tertanam di jantung hati TT.Tapi yang TT paling takutkan jika dia memaksakan diri untuk mengejar Alanis, penghalang terbesarnya bukanlah Alanis melainkan...“Mami pasti bisa ngerti. Tapi papi? Nggak mungkin! Dia sangat benci sama Alanis!” TT memang belum sepenuhnya memutuskan menyerah pada Alanis, tapi dia juga tak berani untuk melangkah maju untuk memp
Welcome to PINK SHOPToko yang satu ini memang tidak ada matinya. Selalu ramai pengunjung dan para karyawan pun tidak dibiarkan santai barang semenit. SIBUK TERUS.TT pun sampai harus ikutan turun untuk melayani pembeli. Sontak TT jadi pusat perhatian para pengunjung yang kebanyakan adalah emak-emak heboh.“Lincah banget mas ngeraba-rabanya, hiks!” goda salah satu emak-emak.Saat ini TT sedang menjelaskan soal kualitas celana dalam wanita yang disebutnya memiliki tingkat kelenturan yang tinggi sehingga nyaman dipakai dan nyaman dirasa oleh miss V si pemakai.“Mas, katanya belum nikah ya? Masih lajang juga udah jago nih kayaknya, kalau tiap hari bergaulnya sama bungkus roti kukusnya perempuan. Anget-anget gimana gitu ya mas. Hiks!” goda emak-emak yang lain kepada TT.TT sebenarnya merasa risih terus jadi sasaran godaan para wanita-wanita yang datang kesana.Namun apa daya, pembeli adalah raja. Jadi penjual mau tidak mau harus selalu tersenyum ramah untuk melayani rajanya.“Suka gaya ap
Tiba di dalam kamar, Alanis mengamati sekeliling kamar. Niatnya sudah jelas. Mencari kepastian akan keraguannya tentang sosok si putra bungsu keluarga Tresno.Belum sempat ia memulai, handphonenya bergetar ada paggilan masuk dari Yanto. Alanis memeriksa situasi dulu sebelum menjawab, takut ada yang mengintainya.Aturan dilarang menjawab telepon saat bekerja berlaku untuk Alanis di rumah ini. Setelah merasa aman, ia menjawab panggilan dari Yanto.“Pulang jam berapa, Nis? Mau gue jemput nggak?” tanya Yanto.Alanis tadinya sudah menolak tawaran Yanto saat dia rencana pulang di sore hari. Namun kini jadwal pulangnya berubah, jam 12 malam. Takut juga Alanis pulang jam segitu sendirian.“Tapi gue lembur sampai jam 12 malam, To?” kata Alanis memberi kabar saja berharap Yanto yang berinisiatif untuk menawarkan diri.Alanis merasa tidak enak terlalu banyak meminta tolong sama Yanto.“Jam 12? Gila majikan lo! Elo kerja dimana sih? Siapa sih majikan elo? Udah biarin gue jemput aja! Bahaya cewek