Aku pikir diluar loker sudah baik-baik saja dan langsung bergegas untuk keluar.
(Sialan, lokernya terkunci dan buruknya lagi aku masih ada di dalam.)
Kemudian aku mencoba untuk mendobraknya dengan jarak sedekat ini, sehingga aku hanya bisa mendorong dengan kekuatan dari badanku.
*BRUG*
*STASH!!*
Selanjutnya aku berjalan keluar dari ruangan ini dan melihat bahwa-
*BZZZT*
*Hei nak, rupanya kau ada dilantai ini. Seru bukan? Aku suka melihat sesuatu dengan penuh resiko, intinya lantai ini memiliki pencahayaan yang buruk. Lebih baik kau pergi untuk mencari beberapa hal, seperti yah kau tau apapun itu selagi---*
"Sialan." Umpatku, penasaran dengan isi dari pesan suara itu.
Memang benar jika di lantai ini memiliki pencahayaan yang sangat redup, bahkan sulit untuk mengetahui suatu objek dari kejauhan, lorongnya lumayan panjang yang dimana setiap ruangan di lorong ini adalah kamar pasien.
Jelas sekali karena tertulis kamar pasien atau kamar bedah di pintunya, sepertinya tempat ini adalah sebuah rumah sakit, mungkin. Aku secara perlahan mulai melangkah sebelum akhirnya melihat meja resepsionis, namun didepannya ada sebuah kursi dorong dan terlihat juga ada yang duduk diatasnya.
Aku mencoba beberapa kali untuk memastikan itu dari kejauhan, tapi semua percuma saja rasanya. Pencahayaannya terlalu parah, malah membuat mataku sakit di kegelapan.
Secara perlahan aku menghampiri meja resepsionis dan mendekati kursi dorong itu, orang itu duduk membelakangiku, tidak bersuara sama sekali dan tanpa gerakan.
"Apakah aku harus memukulnya? Mencekiknya? Atau tidak melakukan apa-apa?" Tanyaku pada diri sendiri.
Sekarang aku berada tepat di belakangnya, sepertinya dia tidak menyadari keberadaanku sekarang.
"ASTAGA!!" Gumamku setelah menyentuhnya.
Rupanya ini hanya mannequin yang dalam posisi duduk di atas kursi dorong sambil mengenakan seragam SWAT, itu hampir membuatku jantungan. Sekarang aku merasa sedang masuk dalam skenario prank terparah di dunia, walaupun tau jika ini bukanlah sebuah prank.
"Aku sedang berpikir optimis di sini." Gumamku.
Dikantong seragamnya itu, aku melihat sebuah Walkie Talkie.
"Dua slot baterainya kosong."
Aku memang harus mencari baterai sekarang, berhubung ponselku mati dan mungkin saja aku bisa keluar dari tempat ini dengan Walkie Talkie ini.
Kemudian aku mencari itu semua di meja resepsionis, untungnya tidak ada lemari yang terkunci dan hanya di dalamnya hanya ada beberapa kertas saja.
(Aku gagal menyelamatkan seorang anak kecil hari ini dan entah kenapa aku menangis hebat dengan dibarengi oleh rasa bersalah, seharusnya ini bukan salahku.
*Coretan-coretan tidak jelas.)
Kemudian, aku melanjutkan pencarian dilemari kecil resepsionis dan menemukan sebuah batu baterai yang masih tersegel. Sekarang aku merasa jika akulah orang paling beruntung saat ini.
Namun aku masih membutuhkan sebuah batu baterai lagi untuk menyalakan Walkie Talkie ini.
Kurasa di meja resepsionis ini tidak ada yang berguna lagi dan aku memutuskan untuk menelusuri lorong demi lorong dengan pencahayaan yang redup ini.
Didepan ada ruangan yang memiliki pintu sedikit terbuka, tertulis ditembok "Penyimpanan Mayat".
Jadi ini adalah kulkas penyimpanan mayat, aku hitung ada sekitar 40 kulkas tapi tidak tau di dalamnya ada isi dari mayatnya atau tidak.
Semoga saja tidak, disini juga memiliki pencahayaan yang lebih buruk dari redup, yah tempat ini benar-benar gelap, hanya ada sedikit pencahayaan yang terpantul dari luar pintu.
*TEK!*
Berjalan ke lorong berikutnya aku menemukan bercak darah ditembok.
Terlalu besar untuk sebuah telapak tangan, karena bercak itu berbentuk seperti telapak tangan. Tapi ukurannya 10 kali lebih besar dari manusia normal.
Aku terlalu takut menyentuh darah itu, padahal ingin memastikan jika itu masih baru atau tidak. Tapi yah, percuma saja aku juga tidak tau cara membedakan darah yang masih baru dan yang lama.
Kemudian dari jauh, aku melihat sebuah lift dan dengan sedikit berlari, tunggu jika berlari sekarang kakiku akan langsung sakit, sepertinya aku harus melangkah saja ke arah lift itu.
Di depan lift hanya ada sebuah kertas yang tertempel.
(Kode Objek : D-223
Kepintaran : B±Note : Pendengar yang baik (: )Di samping pintu lift ada sebuah tombol angka, sepertinya aku harus menemukan kodenya untuk membuka lift ini.
Kemudian aku membalik kertas sebelumnya.
(Tetap tenang dia dapat mendengar suara detak jantungmu, bersembunyilah dari penyihir, dan jangan pernah tertangkap karena terakhir kali dia sudah menewaskan 13 orang.)
Setelah aku teliti rupanya ada tulisan kecil lagi dikertas.
(Jika penasaran kau boleh melihat ke kanan atau ke kiri, ke depan atau ke belakang. Tapi jangan pernah melihat kearah belakang atas, jangan pernah!!!)
Kemudian aku mengikuti tulisan dari kertas ini, menengok ke kanan dan ke kiri yang di mana aku hanya melihat lorong, melihat ke depan dan hanya ada pintu lift, sedangkan di belakang hanya ada lorong yang aku lewati tadi namun dengan aroma aneh sekarang.
Dan sedikit melirik ke atas.
Aku terlempar ke tembok lift karena terkejut, dilangit-langit ada seorang perempuan merayap, rambut lebatnya yang pendek itu menutup mukanya dan DIA KEMUDIAN MEMUTAR KEPALANYA!!
Aku tanpa berpikir panjang langsung berlari ke lorong sebelah kiri, sedikit melirik ke arah belakang, terlihat jika dia merayap dengan cepatnya mengikutiku tapi tidak lebih cepat dariku.
Melewati beberapa lorong tanpa mempedulikan dimana aku sekarang.
*BRUK!!*
Denyut jantungku tidak beraturan, aku terengah-engah dan parahnya lagi kakiku mulai terasa sakit karena sebelumnya secara refleks aku gunakan untuk berlari.
Ruangan ini memiliki dua pintu, pintu yang aku masuki tadi dan sebuah pintu lainnya, kemudian aku melihat bayangan seorang perempuan tengah berjalan kemari dari jendela yang tertutup tirai.
Tanpa berpikir panjang, aku langsung masuk ke bawah kolong kasur yang kebetulan hanya itulah tempat yang menurutku aman untuk bersembunyi sekarang.
*CLACK!!!*
Aku menutup mulutku untuk menahan hembusan nafas yang tidak beraturan, aku berusaha menenangkan diri supaya detak jantungku tidak terlalu membuatku semakin panik.
Kini dia. Berdiri tepat di sana.
Aku tidak tau sudah berapa menit, waktu rasanya melambat dan dia sudah berdiri di sana dari tadi.
Sedangkan dibawah sini, aku tidak berani untuk bersuara apalagi untuk mengintipnya, walau sedikit.
Kemudian dia pergi ke arah pintu satunya, tidak menyadari keberadaanku di bawah sini. Sedangkan aku masih tidak berani untuk keluar, takut jika dia kembali masuk, padahal pintu yang dia masuki tadi sudah tertutup rapat.
Kini aku hanya tinggal menghilangkan rasa takut ini dan pergi ke arah lift, tapi lift itu tidak dapat aku naiki jika tidak memasukan kode angka yang bahkan aku sendiri tidak tau.
"Tapi dimana aku harus menemukan kodenya?"
Aku kemudian keluar dari kolong kasur ini dan tanpa sengaja melihat ada sebuah kertas yang tergeletak diatas kasur.
(Aku pikir tinggal ditempat ini tidaklah buruk daripada harus tinggal dipermukaan, aku telah kehilangan dua saudari perempuan disana.
Namun aku harus mengikuti banyak sekali persyaratan dan prosedur untuk tetap berada ditempat ini.
*Coretan tidak jelas
Kemudian aku mulai jatuh sakit, seorang dokter bernama Octopus secara pribadi merawatku di ruangan mewah dan dimana setiap harinya dia selalu menyuntikkan cairan berwarna kepadaku, aku tau dengan jelas bahwa warna dari suntikan itu selalu berubah.
Setiap malam, dokter akan berbisik kepadaku. "Jangan takut dengan kegelapan, boneka beruang ini akan selalu menemanimu, dimanapun dan kapanpun, kau tidak akan pernah dikhianati olehnya.")
Halamannya robek, aku jadi penasaran dengan tulisan selanjutnya.
*Hi-Hi-Hi....*
Suara itu membuatku takut, aku harap dia tidak langsung memasuki kamar ini dan aku langsung dengan cepat meninggalkan kamar ini tanpa membuat suara gaduh.
Aku pikir sekarang, aku harus mencari kamar pasien yang lumayan besar, sepertinya kertas tadi adalah sebuah petunjuk.
Tanpa pikir panjang aku menelusuri setiap lorong dan melihat setiap ruangan yang ada.
*TAK TAK TAK!!*
"Apa monster itu masih ada di atas?"
Jika memang benar, aku harus bergegas mencari kamar itu.
Suara itu kini menjauh, aku bersyukur akan itu dan mulai melanjutkan pencarian tanpa harus khawatir. Ada beberapa ruangan yang tidak dapat dibuka karena terkunci atau diganjal dari dalam.
"Eh?"
Aku melihat dari jauh dan merasa bahwa sebelumnya pintu itu tertutup dan terkunci, namun kini pintu itu terbuka sedikit.
Apa aku mulai berimajinasi sekarang? Atau mungkin memang sudah terbuka? Tapi mana mungkin aku melewatkanmya.
Kemudian secara perlahan aku masuk kedalamnya dan menemukan bahwa ruangan ini cukup besar, seperti yang aku cari.
Memasuki ruangan ini, diatas kasur biru yang mirip seperti kasur rumah sakit, aku menemukan sebuah kertas yang bertuliskan angka dan sebuah batu baterai di sampingnya.
Di sini juga ada sebuah boneka beruang, ukurannya lumayan besar, mata hitamnya sangat mengkilap sehingga aku dapat melihat diriku dan.... dan... Seorang perempuan berdiri tepat di belakangku.
"Oh, kau mendengar deru nafasku kan," bisiknya.
"Maaf, aku akan lebih berhati-hati mulai sekarang." Lanjutnya sambil mulai tersenyum lebar dan melotot kearahku.
AKU MELEMPAR BONEKA BERUANG ITU KEARAHNYA DAN BERLARI KELUAR.
Menjauh sejauh mungkin dari ruangan itu, berlari secepat mungkin dan mengabaikan rasa sakit dari kakiku saat ini.
Aku benar-benar sangat takut, bahkan sebelumnya aku tidak mendengar suaranya saat dia masuk.
"Huh... Huh...." Aku terengah-engah dan merasa akan pingsan kapanpun.
Tanpa sadar aku sudah berada di depan lift dengan lampu yang masih bersinar terang, tempat di mana aku bisa dapat bernafas lega sekarang.
Tapi aku masih memikirkan senyuman itu, senyuman mengerikan yang dia lakukan tadi.
"677638" Kataku saat memasukkan angka di lift.
Akhirnya aku bisa pergi dari lift ini, hanya tinggal pergi dan tanpa meninggalkan sedikit suara gaduh sekarang.
*TING!!!*
*TAK! TAK! TAK!*
Tanganku mulai bergetar dan bahkan sekarang aku mulai mendengar suara nafasnya yang berat tepat di belakangku dengan jarak yang sangat dekat.
*SREEET---*
Dengan langkah yang berat bahkan sulit untuk dilanjutkan, aku masuk kedalam lift dan tanpa menengok ke belakang, aku langsung menekan tombol lift.
Seketika pintu lift tertutup.
Kemudian aku melemas dan terjatuh di dalam lift, mataku berkunang-kunang tanda jika aku sedang kelelahan. Kakiku berdenyut sangat kencang dan menyakitkan, aku hanya bisa memejamkan mata untuk menahan rasa sakit ini.
Apa daya untuk berteriak, suaraku sudah habis, kini aku kehausan.
Ingin rasanya aku minum, walau sedikit setidaknya dapat meredakan rasa yang buruk ini.
Laboratorium Octopus di Indonesia membutuhkan waktu kurang dari tiga minggu untuk mencegah virus Ündead yang mematikan itu keluar dari sini dan menyebar ke seluruh Negeri, semuanya itu terjadi saat perlombaan pembuatan vaksin mulai dilakukan.Dalam percobaan awal, kita perlu waktu yang lama dan upaya bersama untuk membuat virus ini beserta penangkalnya. Esok harinya, sekitar 182 Dokter di seluruh laboratorium ini diperkirakan terinfeksi oleh virus buatan kita dan angka itu baru bisa dinolkan pada waktu 6 hari setelahnya.Ya, mereka semua mati. Ditembak ataupun bunuh diri, setelah itu mayatnya segera dibakar. Lalu abunya harus disimpan dalam toples anti radioaktif hingga waktu yang tidak pernah ditentukan.Namun, 2-3 hari kemudian, virus berbahaya yang telah dinyatakan steril didalam laboratorium ini mulai kembali muncul.Kita yang melihat itu berusaha untuk tidak mempercayai apa yang terjadi, semua gejalanya benar-b
Satu bulan telah berlalu, petaka yang dibuat oleh Profesor R telah membuat seluruh dunia lumpuh. Dari segi pemerintahan hingga ekonomi, sehingga mengakibatkan penjarahan dan kerusuhan menjadi hal yang sudah biasa untuk dilihat sekarang.Mayat-mayat bergelimpangan di jalanan, semua orang sudah tidak memiliki tenaga lagi untuk memindahkan mereka yang pada akhirnya membiarkan mereka begitu saja ditanah. Wabah R-77, demikian semua orang menyebut petaka ini.Butuh waktu 2 bulan untuk mengetahui apakah kamu sudah terjangkit virus ini atau tidak, tapi disaat orang-orang sudah mulai sadar jika mereka terjangkit. Semua sudah terlambat, karena diperkirakan semua orang dibelahan dunia telah terinfeksi pada saat masa inkubasi itu terjadi.Kemudian, Laboratorium Octopus yang berdiri dibeberapa negara mulai berlomba-lomba membuat vaksinnya. Namun karena dicurigai sebagai dalang dari wabah ini, seluruh staf di dalam Laboratorium Octopus ditangkap
Disebuah ruangan yang terlihat megah ini, aku duduk dengan sangat santai ditengahnya. Di atas sofa yang cukup mewah, aku duduk sambil ditemani oleh seorang pria tua yang di mana dia sedang fokus dengan layar smartphone yang sedang dia pegang itu.(Tapi, siapa dia? Apa sekarang aku sedang berada didalam echo masa lalu ku?)Beberapa menit berselang, kami benar-benar tidak saling berinteraksi. Mulutku mulai gatal rasanya menunggu untuk dia membuka topik pembicaraan, nyatanya ingin sekali aku bertanya "Siapa sebenarnya kamu?".Namun seketika, perhatianku terfokus kearah saku kemeja putihnya itu. Di mana tertempel sebuah tag nama di atas sakunya.(Profesor R)"Aku selalu kecewa, terhadap pemikiranku yang sudah menua ini." Katanya sambil menaruh smartphone yang sebelumnya dia pegang ke atas meja.Sekarang, dia menundukkan kepalanya. Mengisyaratkan bahwa dia sedang merenungkan sesuatu, sul
"Setiap aku mengingat kembali ke hari itu, diwaktu yang pertama kali kamu terjatuh dan untuk pertama kalinya pula semua orang mulai memandang rendah dirimu. Tapi itu hanya echo masa lalu saja dan aku tahu kita harus meninggalkan masa lalu itu jauh-jauh di belakang." Jelasnya sambil menaruh sebuah buku diatas mejaku yang di mana buku itu berjudul "Teori Pengkajian Fiksi."Setelah itu, pria berjas hitam yang terlihat sangat elegan mulai duduk di sofa."Buku apa ini?" tanyaku bingung saat melihat judul yang tidak biasa dari buku ini.Dia yang mendengar pertanyaan itu, kemudian tersenyum lebar."Ketika masa inkubasi virus itu berakhir, sebagian dari mereka akan berubah menjadi monster bukan? Itu katamu, jadi buku itu berisikan rencanaku untuk membuat sebuah peradaban baru,""Apa maksudmu?" tanyaku dengan perasaan yang sedikit tidak nyaman setelah mendengar jawabannya itu."Oh Dokter, ka
Kau tau, kenapa aku paling tidak suka sebuah kisah yang diciptakan oleh Disney? Mereka selalu memberikan sebuah akhir yang bahagia, mereka selalu berusaha untuk menutupi kenyataan bahwa dunia ini tidaklah seadil sebuah kisah di dalam dongeng.Aku dulu pernah berjanji, untuk mengambil seluruh kebahagiaan di dunia ini. Tujuannya tidak lain hanya untuk mengajari kepada seluruh manusia, jika dunia ini memang tidak adil.Tapi aku takut, sangat takut jika aku tidak dapat menghentikan ini semua. Seluruh kejahatan ini tidak akan pernah berhenti sebelum akhirnya semua orang berusaha untuk menghentikan langkahnya, untungnya hingga akhir seperti inipun belum ada yang dapat menghentikanku."Hei robot, siapa Tuanmu?" tanyaku kearahnya."Dokter Octopus,""Siapa itu Dokter Octopus?" tanyaku lagi."Kau."Aku yang mendengar jawaban itu, hanya dapat tersenyum bahagia kearahnya.
Singkatnya, aku terbangun dari mimpi itu. Dengan pikiran yang sangat kacau sambil mulai duduk meringkuk, untungnya ada Romi yang sedang duduk di sampingku sebelum akhirnya membuatku menceritakan apa yang terjadi di dalam mimpi itu."Bagaimana jika mimpi atau apapun yang kau alami saat tidur itu, tidak nyata? Ya, aku bukan seorang Dokter sih tapi intinya gini. Ada dua tipe alam bawah sadar di dalam manusia, pertama adalah alam bawah sadar yang berisikan tentang hal-hal yang sangat kau inginkan terjadi dan ada alam bawah sadar yang di mana kau sama sekali tidak menginginkan itu terjadi. Kau tau apa yang membuat keduanya sama? Yang membuatnya sama adalah karena hal itu belum pernah terjadi." Jelas Romi.Aku yang mendengar itu, hanya menatap kosong kearahnya."Jadi emm ... aku berkhayal?" tanyaku dengan nada rendah."Hahaha, lihatlah sekarang ada dua orang gila di sini. Tapi sepertinya tidak, kau hanya bermimpi sebelumn