Rupanya, Elang termasuk sosok pendendam. Dia tidak suka diremehkan hanya karena bentuk dia sebagai tikus kecil. Namun, karena sifat pendendam itulah makanya Gian yang harus menanggung akibatnya. Dia dipaksa oleh banyak temannya untuk mengganti tas mereka. “Tapi, bukankah belum terbukti kalau itu ulah tikusku?” tanya Gian dengan wajah takut-takut saat membantah kemauan teman-teman kelasnya. Rendi menampar kepala Gian dan berkata, “Sudah jelas itu adalah gigitan tikus, kau masih ingin berkelit?” Evita menambahkan, “Kami ini tidak sebodoh kamu, Bule Palsu! Kami tahu perbedaan rusak alami dan rusak digigit tikus!” “Siapa tahu itu gigitan hewan lain.” Alicia mencoba memberikan pembelaan untuk Gian yang sudah mengkerut karena takut. Imelda melirik tajam ke Alicia sembari berbicara, “Kau ini, Cia, apakah kau sudah tertular kebodohan si Bule Palsu ini, heh? Apa pernah kelas kita mendapat musibah seperti perusakan tas secara masif? Berpikir, dong, Cia!” Yang lainnya mengiyakan setuju pad
Gian masih saja melongo ketika Elang berteriak padanya, hingga dia tersadar ketika Elang memekik keras padanya sekali lagi. “Oh! Eh? Sekarang?”“Sekarang, bodoh!” jerit Elang sambil melompat ke kepala preman berikutnya sambil mengacaukan rambut mereka menggunakan kakinya.Karena tak mau Elang kesal, Gian melepas sarung tangan karetnya dan bergegas memegang lengan salah satu preman sekolah. Segera saja, remaja itu kelojotan karena sengatan listrik dari tangan Gian.“Aarghh!” Kemudian, remaja itu tergeletak dan masih kelojotan beberapa kali sebelum akhirnya pingsan.Keempat kawannya melihat adegan itu dan mereka ketakutan. Tapi, Gian tidak membiarkan mereka pergi dan mengarahkan telunjuknya pada salah satu dari mereka.“Haarkhh!” Remaja yang ditunjuk tangan Gian itu kelojotan, sama seperti kawannya sebelum ini dan tersungkur di lantai.Gian tidak membuang waktu dan bergegas menyengat 3 lainnya secara cepat. Satu demi satu dari mereka mulai jatuh dan pingsan.Kini, kelima preman sekolah
Melihat kakaknya diliputi kemarahan, Gian segera mundur, tapi langkahnya terhenti karena kursi makan di belakangnya.Carlen tidak membuang waktu dan menyarangkan tinjunya ke wajah Gian.Dhak!“Arghh!” Pekikan itu bukan keluar dari mulut Gian melainkan dari mulut Carlen. Dia memegangi tangannya yang baru saja meninju sang adik.Melihat putra kesayangannya menjerit kesakitan, Melinda bergegas menghampirinya, “Ada apa, Len? Ada apa? Mana yang sakit?”“Aduh, tanganku ….” Carlen mengaduh dengan gaya manja. “Mama, dia menyakitiku!” tudingnya ke Gian yang masih berdiri tak bergerak.Melinda lekas mengusap-usap tangan putra kesayangannya lalu menoleh cepat ke Gian. “Minta maaf ke kakakmu!”“Tapi, Ma, dia yang memukulku dan aku tidak melakukan apapun.” Gian berkilah.“Tidak peduli! Pokoknya kau sudah membuat dia kesakitan! Cepat minta maaf!” seru Melinda pada Gian.Sementara itu, dua saudara Gian lainnya hanya diam dan menonton semua adegan di depan mata. Zohan menyeringaikan senyumnya sambil
Gian memikirkan kata-kata Elang. Dia harus bisa membuat siapapun menghargai dia dan tidak memperlakukan dia seenaknya saja.Selama ini dia terlalu mengalah dan patuh menerima perlakuan apapun yang diarahkan padanya meski itu sebenarnya menyakitkan sekali di hati maupun fisik.Teringat sejak kecil dia sering dijadikan pembantu oleh ibunya, harus mencuci pakaian, mencuci piring, menyapu, mengepel, bahkan ke warung untuk membelikan berbagai macam hal.Lalu, kedua kakaknya juga sama saja, karena mereka melihat Melinda bisa seenaknya memperbudak Gian, maka Carlen dan Zohan pun bertingkah sama seperti sang ibu.Gian akui, hanya Cheryl saja yang tidak menunjukkan sikap memperbudak ke Gian meski gadis itu lebih pada sikap cuek dan tak ingin terlibat dalam penyiksaan Gian di rumah. Cheryl akan memasang wajah tak pedulu setiap Gian dirisak kedua kakak dan ibunya.Belum lagi perlakuan yang dia dapatkan di sekolah ….“Bagaimana? Kau sudah mengerti apa yang aku ucapkan?” tanya Elang setelah dia be
Gian tidak mau disalahkan begitu saja dan menjawab Carlen, “Kak Len, Kakak melihat sendiri tadi, kan? Aku tidak melakukan apapun, justru mama yang mendorong keras aku.” Wajahnya terlihat putus asa ketika menjelaskan itu.Mata Melinda melotot, “Jadi, kau ingin mengatakan kalau Mama yang salah, begitu?”Ucapan Melinda semakin membuat Gian kelimpungan, tak tahu harus menjawab apa selain, “Tidak ada yang salah! Itu saja! Sudah, yah! Aku ingin berangkat sekolah, tidak ingin ada keributan. Tolong, jangan lagi ada keributan.” Dia sampai membungkuk sebagai permohonan agar tak perlu mengeluarkan energi elektrokinesis dia untuk menindak anggota keluarganya.Melinda dan Carlen semakin meradang. Tapi, Gian sudah lebih dulu berlalu dari ruang makan setelah dia mengambil roti selai di meja dan berlari keluar.Tak mungkin dia memiliki uang saku hari ini setelah apa yang terjadi di ruang makan. Lagipula, bukan salah dia sejak awal, kan? Gian terus membatin sambil meneguhkan keyakinan bahwa dia tidak
Alicia merebut buku Nita dan mengembalikan ke empunya sambil berkata, “Nit, kalau ada PR, kerjakan di rumah, bukan di sekolah. Sana, jangan ganggu Gian!”Nita cemberut dan menyahut Alicia, “Kenapa kau selalu saja bersikap sok ksatria untuk dia? Apakah kamu naksir dia? Kamu pacarnya?” Dia sudah tak tahan dengan sikap protektif Alicia terhadap Gian selama ini yang kerap merugikan teman-teman kelasnya karena tak bisa seenaknya menyuruh Gian menyalinkan PR seperti dulu.Mendengar ucapan Nita, Alicia menampilkan wajah terperangah dulu sebelum menjawab, “Ini tidak ada hubungannya dengan aku suka atau tidak pada Gian. Yang aku permasalahkan di sini adalah sikap kamu yang seenaknya memperbudak Gian. Kau ingin mencontek PR dia, yah lakukan kalau memang itu sangat kamu butuhkan, tapi tidak sampai menyuruh dia menyalinkannya untukmu! Aku hanya membicarakan mengenai moral!”Sementara itu, teman-teman lainnya berbisik dan mencibir mengomentari perdebatan sengit Nita dan Alicia.“Huh! Mana mungkin
“Ini kenapa tulisanmu jelek sekali, Gian?” tanya bu Emira pada Gian di depannya ketika Beliau melihat sekilas buku tugas yang dikumpulkan remaja itu.“Maaf, Bu. Mungkin semalam saya mengantuk sehingga kurang rapi menulisnya.” Gian memberikan alasan sembari menundukkan kepala.Dia memilih menulis ulang tugasnya di buku baru ketimbang harus memberikan selotip di sana dan sini pada buku lamanya. Akan lebih banyak pertanyaan nantinya dan dia malas mengungkap mengenai tindakan Nita tadi.Anggap saja Gian masih baik pada Nita.“Hm, lain kali sempatkan waktu lebih awal untuk membuat tugas di malam hari, Gian.” Bu Emira hanya mengatakan itu saja.“Baik, Bu. Terima kasih.” Kemudian Gian kembali ke bangkunya dengan perasaan lega. Untung sekali dia memiliki kekuatan listrik sehingga dia bisa melakukan sesuatu dengan cepat.Kemudian, Nita masuk ke kelas dengan pergelangan tangan mendapatkan balutan perban.“Kamu dari mana? Kenapa terlambat? Itu tanganmu kenapa?” cecar bu Emira ketika Nita masuk k
Melihat tindakan Gian melepas sarung tangan lateks, Sean makin mencemooh dengan mengatakan, “Wow! Apakah sehari-hari kau memakai benda seperti itu di tanganmu? Apa kau ini pencari perhatian? Kau haus perhatian sampai melakukan hal-hal seacak itu?”“Biarkan aku pergi.” Gian berkata dengan suara pelan sambil tundukkan kepala.“Tidak mau!” Sean menjawab cepat dengan nada menantang. “Memangnya kenapa kalau aku ingin kau lebih lama di sini?” Cengkeraman di bahu Gian semakin dia eratkan.“Tolong, jangan sentuh aku.” Gian melirik Sean.Sebenarnya, Gian sedang memperingatkan untuk kebaikan Sean sendiri. Tapi, Sean justru salah paham mengira ini sebuah tantangan dari Gian. Apalagi tatapan mata Gian diartikan permusuhan oleh Sean.“Kau bule sialan—arrghh!” Mendadak Sean berteriak sambil menarik kembali tangannya dari bahu Gian. Lekas dia kibas-kibaskan tangan itu sembari mendesah sakit. “Arrhh … sialan sekali!”“Kenapa, Bos?” tanya salah satu kawan Sean dengan wajah cemas.“Aku sudah memperinga