Biasanya remaja yang baru lulus SMA akan bersemangat sekali untuk melanjutkan kuliah. Dalam bayangan mereka kuliah akan menjadi indah, kuliah dengan baju bebas dan bertemu kating yang keren atau teman angkatan yang bisa di jadikan incaran. Tidak ada yang salah dengan itu, karena yang mereka khayal kan adalah apa yang tergambar di novel atau drama.
Karena sudah mahasiswa, mereka bisa bebas memakai apa saja yang ingin mereka kenakan.
Seperti seorang gadis yang memakai kaos oversize, celana pendek dan sepatu putih yang dengan santai membuka pintu kelas. Gadis itu hanya melirik dosen sekilas kemudian duduk di bangku belakang.
Dia menghiraukan tatapan dari teman kelasnya yang sinis. Gadis itu bahkan menjulurkan lidah ke arah dosen yang kembali menarik fokus mahasiswa lain.
"Karena mahasiswi tidak sopan, Selena Aprilia sudah datang maka, kelas ini sudah lengkap." Dosen muda yang penuh kharisma itu mengalihkan pandangan saat Selena menatapnya galak.
"Tapi saya tidak akan berbicara lagi mulai awal, jadi sampai di sini saja. Terima kasih."
Selena menyenderkan tubuhnya bersamaan dengan menghela nafas yang cukup keras. Tidak ada raut wajah menyesal karena datang terlambat atau bertingkah tidak sopan di hari pertamanya kuliah.
Selena justru terlihat santai membuka bungkus snack dan memainkan ponselnya. Dia memang gadis yang cuek dengan keadaan.
"SHIT"
Selena tersedak dan hampir jatuh karena meja belakangnya yang terdorong ke depan. Selena menatap dua orang laki-laki yang bermain game dengan heboh dan mengabaikannya.
"Main game dengan santai bisa gak sih? Norak tau!"
Kedua laki-laki itu mengadah, menatap Selena yang santai tapi dengan tatapan yang tajam.
"Cantik kenapa marah? Terganggu?" tanya seorang laki-laki yang tepat di depan Selena dengan nada meremehkan.
"Elo nendang meja kena gue, gak punya sopan santun banget lo" nada nyolot dari Selena membuat mereka berdiri juga. Sepertinya Selena lupa kalau dia juga tidak punya sopan santun.
"Hari pertama sudah cari musuh aja lo, oh, elo mau cari perhatian ya?" nada mengejek dari cowok bernama Astra membuat Selena semakin geram.
Tangan Selena langsung menarik kuat rambut Astra. Gadis itu dengan brutal juga mempermainkan jambakannya membuat Astra berteriak kesakitan.
"HE UDAH! BERHENTI KALIAN!" teriakan dari gadis yang berjalan ke arah keributan tak di hiraukan oleh Selena.
"Cowok kayak elo harus di kasih pelajaran" geram Selena yang menjambak semakin kuat kemudian melepaskan dengan mendorong membuat Astra terjatuh dengan rambut berantakan.
Saat Astra berdiri dan maju hendak menjambak balik, Selena justru memberikan tamparan yang keras.
"CEWEK GILA!" Astra menekan kuat kedua pipi Selena, cowok itu terlihat marah tapi Selena tidak takut. Dia tidak pernah takut apapun.
"Elo juga gila berani sama gue!"
Astra tertawa hambar, "Emang elo siapa? Anak yang punya kampus ini?"
Selena menendang perut Astra sehingga cengkraman Astra terlepas. Gadis itu kemudian mengambil tasnya dan pergi.
Selena masih terus mengumpat, dia memang gadis yang brutal dan tidak terkendali. Selena mudah marah, dia seperti macan yang kelaparan saat emosinya meledak.
Selena menghampiri pria yang telihat tua beberapa tahun darinya, lalu mengambil minuman pria itu dan menenggaknya sampai tandas.
"Benar-benar tidak ada sopan santun!"
"Bacot!"
Melihat Selena yang ketus memang sudah biasa. Meskipun memiliki wajah cantik dan tubuh bagus tapi saat mengetahui sifat Selena, pasti semua orang enggan untuk sekedar dekat dengan Selena.
Tapi gadis itu memang terlihat tidak membutuhkan siapapun. Selena menyenderkan kepalanya dengan santai di pundak pria itu.
"Jan ngadi-ngadi elo njir, ini kampus woy" Selena mendecih ketika kepalanya di dorong jauh.
"Gue aduin papah lo ya" ancam Selena.
"Bodoamat, gue bilangin elo tadi telat dan gak sopan sama dosen!"
"Dih, dosennya elo sih. Jadi males kan gue"
Risqi Aswa Haidir, adalah dosen sekaligus kakak sepupu Selena. Keduanya terpaut enam tahun. Sama-sama anak tunggal membuat keduanya dekat.
Aswa yang selalu blak-blakan sangat cocok dengan Selena yang bar-bar. Keduanya sering bertengkar tapi tidak pernah bisa terpisah. Selena bahkan menangis dan memasa Aswa pulang sebulan sekali saat pria itu kuliah di Inggris.
"Oh ya, gue tadi jambak cowok di kelas"
"HA? siapa sat? Masih hari pertama lo ini" Aswa mengusap wajahnya kasar, tangannya ingin sekali menjambak rambut Selena tapi ia ingat ini masih kampus. Wibawanya sebagai dosen harus tetap terjaga.
Selena meniup poninya, meski tidak merasa bersalah pasti bakal canggung nantinya. Apalagi ini teman sekelas, yang mungkin bisa saja Astra harus sekelompok sama Selena.
"Pindah kampus aja kali ya" perkataan Selena membuat Aswa menoleh.
"Takut lo?"
Selena melirik sekilas Aswa, "Kagaklah, gue cuma gak suka suasana canggung"
"Yaudah minta maaf sana"
"Ogah"
*****
Selena menuju mama nya di dapur, menyalami wanita yang masih sangat cantik di usianya yang menginjak empat puluh tahun. "Mama masak apa?"
Asia memberikan segelas jus pada Selena lalu meminta pekerja nya membawa beberapa makanan ke meja makan. "Mama banyak memasak hari ini, ada kolega papa yang mau datang. Selena nanti makan malam di rumah ya?"
Selena selalu pergi kalau ada kolega papa dan mamanya yang akan datang. Gadis seperti dia tidak tertarik dengan pembicaraan orang tua yang akan penuh dengan bisnis dan canda khas orang tua.
"Gak mau, nanti aku mau pergi aja sama Kak Aswa"
Asia menggelengkan kepalanya, menatap lurus putri satu-satunya. "Kamu itu pewaris di sini, kamu harus mulai membiasakan diri. Mama dengar putra kolega papa satu kampus sama kamu, kali aka kalian kenal"
"Aku belum kenal siapapun di kampus"
"Bagus dong, kamu bisa mulai berkenalan nanti. Jadi, ada satu teman di hari pertama kuliah" jawab Asia kemudian berlalu pergi.
Selena melihat punggung mamanya, dia tau dia tidak pernah bisa menang dari mama tercintanya.
Selena membuka tasnya, berniat mengambil ponsel. Setelah keluar kelas Selena tidak menyentuh ponsel sama sekali. Tetapi hanya ada dompet dan kunci mobil di tasnya.
"Ketinggalan di kelas kali ya?" tanyanya pada diri sendiri. Tapi tak mau ambil pusing, dia tinggal telfon nomornya atau membeli ponsel baru.
Selena memutuskan berendam air hangat, langit mendung dan gerimis membuatnya kedinginan. Gadis itu memang mudah sekali kedinginan.
Setelah berendam niat Selena adalah menonton drama, tapi pintu kamarnya yang di buka secara tiba-tiba membuatnya terkejut.
"Selena kamu sudah punya pacar?"
Selena mengangkat alis, papanya masuk dan tiba-tiba bertanya seperti itu. Selena menggeleng tapi papa terlihat tidak percaya. Selena berjalan menuju pintu, mengikuti papanya yang berjalan ke ruang keluarga.
"Tumben papa tanya?"
Anton mendesah, melepas kacamata nya lalu duduk. "Papa telfon kamu, trus yang ngangkat cowok. Papa kira pacar kamu"
Selena mengangguk paham, berarti ada yang membawa ponselnya. "Papa gak tanya dia siapa?"
Anton menatap putrinya, "Sudah tapi langsung di matikan"
Selena bersender santai pada kursi lalu menyalakan TV. "Ponsel selena tadi ketinggalan di kelas, kayaknya dia yang bawa"
"Dia siapa?"
"Mana aku tau"
******
Pukul tujuh malam rumah Selena terdengar berisik di lantai bawah. Kolega Anton sudah datang dan Selena masih saja menonton drama di kamarnya dengan volume keras, untung saja kamarnya kedap suara. Gadis itu juga mengunci kamar, takut kalau mama akan tiba-tiba masuk.
Pukul delapan malam, Selena kehabisan drama. Karena drama yang di tonton adalah drama yang masih on going, Selena harus menunggu minggu depan. Selena yakin pasti di bawah belum selesai, jadi gadis itu mengambil ponsel yang ada di laci.
Menelfon nomornya sendiri.
Setelah tersambung, yang bisa Selena dengar adalah suara berisik. Seperti teriakan penonton dan ada suara musik. Telinga Selena sakit karena saking berisiknya.
"Halo?" ia mencoba berbicara.
"Pacar Libra ya? Dia masih manggung"
Selena menaikkan sebelah alis, lalu melihat kembali layar ponselnya. Dia tidak salah, itu nomornya.
"Bukan, gue pemilik ponsel yang elo pegang"
Selena bisa mendengar ada suara pria yang bersahutan. Merasa di abaikan, akhirnya Selena mematikan sambungannya.
Sepuluh menit kemudian ada telfon masuk. Nomor ponselnya, Selena langsung mengangkat.
"Sorry, tadi ponsel lo kebawa. Rumah elo mana? Biar gue anterin"
Entah kenapa, Selena tidak mengatakan apapun. Gadis itu membatu, dia bahkan lupa bernafas. Suara yang ia dengar terlalu manly. Rendah dan sangat menenangkan.
"Halo?"
Selena mengerjapkan mata, kemudian berdehem. "Gue di perumahan araya nomor 7" jawab Selena dengan cepat, terkesan gugup.
"Hmm oke, tapi gue baru selesai jam 11. Gak papa?"
Selena berpikir, jam 11 terlalu malam. Meskipun tetangganya tidak suka bergosip karen jarang berinteraksi satu sama lain tapi papa dan mamanya akan berbeda. Pasti Selena di kira macam-macam.
"Gue ke tempat elo deh sekarang, bisa gak?"
Diam yang cukup lama membuat Selena deg-degan. Gadis itu menggigit kuku, sudah seperti di telfon crush. Padahal kenal saja tidak.
"Oke deh, gue di cafe mister. Cari aja Libra"
Libra, nama yang indah dan keren. Sepertinya cowok tampan kalau di lihat dari nama.
Selena mengangguk, kemudian sambungan terputus.
Selena mengambil kemeja kuning oversize untul menutupi pakaian pendeknya. Merapikan rambut panjang merahnya lalu memakai parfum. Dia benar-benar seperti memiliki crush.
Selena keluar dari kamarnya dan turun tangga, dia berniat hanya pamit pada Mak Ijah dan lewat belakang tapi papa malah melihat dan memanggilnya.
Selena terpaksa berbalik dan terkejut melihat cowok yang dia jambak tadi.
"ELO?"
Selena menyilangkan kedua tangannya di dada, juga menyilangkan kaki. Bahkan meski di pelototi oleh mama, Selena tetap seperti itu. Tidak ada sopan santun yang dia tunjukkan.Astra yang tepat di depannya menatap tajam Selena. Seperti ada permusuhan. Dunia sangat sempit sepertinya, orang tua Selena mengenal baik dengan keluarga Astra. Mereka bahkan memiliki rencana liburan bersama. Tapi Selena tidak peduli, gadis itu berdiri, "Maaf om, tante, Selena ada perlu di luar"Orang tua Astra saling tatap, mama Selena juga langsung menunduk memijit kepalanya. Papa Selena menarik tangan Selena untuk duduk kembali, tapi Selena yang tidak tahan satu ruangan dengan Astra menatap papanya memohon.Anton menghela nafas, dan akhirnya mengangguk. Menimbulkan senyum cerah seorang Selena."Pergi dulu ya semua"Tingkat kesopanan Selena benar-benar di angka nol. Gadis itu bebas dan keras kepala.
Selena memegang minumnya dengan kedua tangan, jantungnya terus berdegup kencang karena Libra yang duduk di depannya. Selena benar-benar merasa dia seperti berada dalam drama. Libra sangat tampan, kelewat tampan malah."Udah lama manggung di sini?" tanya Selena akhirnya. Selena tetap Selena, dia tidak suka suasana canggung apalagi dengan si tampan Libra."Baru beberapa bulan aja" jawab Libra cuek. Selena menghembuskan nafasnya pelan. Tidak semudah yang dia kira. Selena pikir Libra akan melanjutkan obrolan.Libra mengeluarkan sebatang rokok, menaruhnya di sela bibir dan membakar ujungnya. Hal sederhana seperti itu membuat Selena tersenyum. Cara Libra sangat keren."Gak masalah kan gue ngerokok?" tanya Libra santai setelah menghembuskan rokoknya.Selena menggeleng, dia tidak pernah dekat dengan cowok perokok. Aswa tidak merokok, papa juga tidak suka. Tapi Libra tidak masalah karena dia tampa
Libra menghela nafasnya pelan. Memainkan bibir mungilnya yang menawan membuat Selena tidak bisa berpaling dari wajah tampan Libra.Entah bisa menjadi pertanda baik atau tidak ketika Libra harus satu kelompok dengan Selena, Kiran, dan juga Astra. Libra merasa jika Kiran dan Selena tidak akan bisa akur melihat apa yang terjadi pagi tadi di koridor.Sedangkan Astra, pemuda itu terlihat kelewat santai. Wajahnya yang manis dengan lesung pipi yang menawan adalah asetnya yang berharga untuk memikat para gadis.Libra kira Astra bisa menjadi model dengan wajah seperti itu."Ada dua cewek cakep dan elo liatin gue? Gak homo kan lo?" celetukan Astra membuat Libra reflek mengumpat dengan suara kecil.Selena mengangkat alis lalu tersenyum kecil. Sepertinya Selena benar-benar gila, dia menganggap cara mengumpat Libra sangat sexy."Langsun
Selena menatap diam chat grup tersebut. Grup chat dirinya dengan Libra, Kiran, dan Astra. Kiran yang membuatnya tapi grup itu sepi sekarang, benar-benar sepi.Gadis itu menggigit jarinya. Kombinasi mereka ber-empat sedikit buruk. Libra yang dingin, Astra yang pemalas, Kiran yang juga sedikit pendiam, dan Selena sendiri yang canggung harus memulai bagaimana agar grup ini ramai. Paling tidak membahas pembagian tugas agar cepat selesai.Selena : GuysTidak ada yang merespon bahkan sampai sepuluh menit. Selena mengumpat, ingin rasanya mendatangi mereka satu-satu.Astra : Muncul oy lo padaAstra : Tugas di kerjain!Selena membulatkan mata. Kaget sekaligus senang juga akhirnya ada yang merespon.Selena : Iya ih, pada kemana dah?Selena : Tra, elo bagi gih tugasnyaAstra : Nunggu yang lain muncul dulu dahAstra : Anyway, berasa ch
Hembusan nafas pelan namun sarat dengan rasa lelah yang luar biasa terdengar dari seorang Libra Aditya. Pemuda itu merebahkan dirinya di kasur dengan tangan menutupi mata.Hidup begitu keras baginya. Tidak ada yang benar-benar berpihak, tidak ada yang peduli selain diri-sendiri. Libra merasakan sakitnya sendiri, dia merasakan perihnya sendiri, dia selalu berdarah sendirian dan menyembukan luka sendiri.Sudah hampir lima tahun lamanya pemuda itu meninggalkan rumah. Meninggalkan ibunya yang selalu ia tentang.Kekehan pelan yang terdengan berubah menjadi tawa keras yang terdengar pilu. Tubuhnya meringkuk di kasur, ada air mata yang membasahi pipinya.Libra benci saat dia merasa lemah, dia benci saat dirinya tidak damai dengan keadaan. Libra benci saat dia tertidur setelah menangisi keadaan dan bangun dengan perasaan belum nerima.Tidak ada sosok pelindung bagi pemuda itu. Tidak
I'd spend ten thousand hours and ten thousand moreOh, if that's what it takes to learn that sweet heart of yoursAnd I might never get there, but I'm gonna tryIf it's ten thousand hours or the rest of my lifeI'm gonna love youLibra menoleh saat ponselnya bergetar, sebuah notifikasi chat masuk. Nomor tak di kenal tapi Libra tahu siapa yang mengirimnya.Sudah makan? Bagaimana kabarmu? begitu pesan yang Libra dapat.Libra menggeleng, "Buruk"Satu kata keluar dari mulutnya tapi dia tidak membalas pesan tersebut. Libra kembali memainkan gitarnya.We're under pressureSeven billion people in the world tryna fit inKeep it togetherSmile on your face, even though your heart is frowningPonsel Libra kembali bergetar tapi kali ini terus-menerus, menandakan bukan chat yang masuk tapi sebuah panggilan telfon. Masih dari nomo
Selena sedikit kaget saat Astra menaruh tas di sampingnya, pemuda itu lalu menatapnya sebelum mengerling."Dih" Selena memasang wajah jijiknya.Astra mengedikkan bahu lalu mulai sibuk dengan game nya. Selena melihat sekeliling, kelas sudah penuh, hanya tempat di sampingnya yang tersisa.Selena duduk tegak saat Libra masuk kelas, mencari bangku kosong yang bisa ia duduki. Sampai pandangannya bertemu dengan Libra. Gadis itu menelan ludah gugup.Teringat semalam dia ngechat duluan yang hanya dibalas tiga huruf.Selena mengulum bibir saat Libra duduk di sebelahnya. Gadis itu berpura-pura sibuk dengan ponsel, entah dia terlalu pede atau apa tapi dia merasa Libra menatapnya.Selena membuka aplikasi platform membaca, menscroll beranda ingin memilih buku yang akan ia baca. Tapi Selena tidak bisa fokus, apalagi ketika Libra membuka suaranya.
Libra memarkirkan motornya di depan outlet bakso. Dia menaruh tangannya diatas kepala Selena, melindungi gadis itu dari hujan. Tangannya langsung menarik Selena untuk masuk ke dalam."Gak papa?" tanya Libra khawatir. Selena balas menggeleng.Kedua orang itu kompak melihat ke langit. Langitnya cerah tapi hujan turun secara tiba-tiba. Libra mengulurkan tangan, merasakan tetesan hujan.Selena melihat ke dalam outlet bakso yang lumayan ramai. Dia menepuk tangan Libra. "Makan yuk, gue laper."Libra menoleh, melihat lebih jauh ke dalam. Meskipun outlet ini tergolong bersih, tapi dia tidak yakin kalau Selena bisa memakan bakso yang murah seperti ini."Elo yakin makan di sini?" Libra bertanya karena sedikit ragu.Melihat Selena yang mengangguk membuat Libra menaikkan alisnya, heran karena gadis ini sama sekali tidak keberatan makan bakso di sini. Padahal,