Selena memegang minumnya dengan kedua tangan, jantungnya terus berdegup kencang karena Libra yang duduk di depannya. Selena benar-benar merasa dia seperti berada dalam drama. Libra sangat tampan, kelewat tampan malah.
"Udah lama manggung di sini?" tanya Selena akhirnya. Selena tetap Selena, dia tidak suka suasana canggung apalagi dengan si tampan Libra.
"Baru beberapa bulan aja" jawab Libra cuek. Selena menghembuskan nafasnya pelan. Tidak semudah yang dia kira. Selena pikir Libra akan melanjutkan obrolan.
Libra mengeluarkan sebatang rokok, menaruhnya di sela bibir dan membakar ujungnya. Hal sederhana seperti itu membuat Selena tersenyum. Cara Libra sangat keren.
"Gak masalah kan gue ngerokok?" tanya Libra santai setelah menghembuskan rokoknya.
Selena menggeleng, dia tidak pernah dekat dengan cowok perokok. Aswa tidak merokok, papa juga tidak suka. Tapi Libra tidak masalah karena dia tampan.
Karena terjadi keheningan, Selena memilih membuka ponsel. Membuka beberapa aplikasi secara acak karena dia sendiri bingung. Sampai akhirnya Selena bosan. Gadis itu meniup poninya lalu mendongak.
Libra masih merokok sambil melihat arah panggung, dimana teman-temannya menampilkan akustik yang sangat apik di sana.
"Gak gabung?" tanya Selena.
Libra menggeleng, dia menatap Selena. Memperhatikan gadis itu lekat-lekat. Selena memang cantik dan manis. Dia tinggi dan ramping seperti barbie. Rambut merah gelapnya dengan poni rata sangat pas dengan wajah mungil gadis itu. Selena yang cantik dan fashionable, bisa di pastikan banyak yang menyukai gadis itu.
Selena berdehem, merasa malu juga lama-lama di tatap Libra, apalagi Libra hanya menatap dalam diam.
"Gue balik deh, udah malem juga" pamit Selena canggung.
Melihat Selena berdiri membuat Libra juga ikutan berdiri, "Ayo, gue anter sampek depan"
Selena memainkan kunci mobilnya sambil mencuri pandang pada Libra yang masih merokok.
Libra yang menyadari di tatap seperti itu merasa risih juga. "Ngapain di liatin terus? Suka?"
"Iya" jawab Selena tanpa sadar, lalu gadis itu menepuk jidatnya sendiri.
"Elo ganteng, jadi enak di pandang aja" terusnya.
Bisa Libra ketahui, kalau Selena adalah tipe cewek yang ceplas-ceplos. Gadis itu juga terlihat tidak risih berdua dengannya. Libra berhenti tepat di samping sebuah mobil sedan yang mewah yang dia yakini itu mobil milik Selena.
Dan benar, Selena menepuk mobilnya dua kali lalu menatap Libra dengan senyum manisnya.
"You drive yourself?"
Selena mengangguk, "I do."
Hanya terdengar "hmm" dari Libra. Dan Selena masuk ke mobilnya lalu pergi dengan perasaan yang berat. Gadis itu masih ingin berlama-lama dengan Libra.
Libra masih menatap mobil Selena sampai hilang dari tatapannya. Ada senyum tipis yang menghiasi wajah rupawan Libra. Pemuda itu lalu membuang rokoknya ke tempat sampah dan kembali lagi ke dalam cafe.
****
Libra mengenakan ripped jins dan kaos putih polos yang panjang. Sederhana tapi sudah cukup membuat Libra menjadi most wanted di kalangan junior kampus. Seperti saat ini, Libra meminum air botol di koridor menuju kelasnya yang berada di ujung.
Mahasiswa lain yang berada di koridor mulai menahan teriakannya saat melihat Libra. Seorang gadis cantik dengan tinggi menjulang tiba-tiba merangkul lengan Libra membuat beberapa gadis memekik kaget.
"Kiran?"
Seperti namanya, Kiran, gadis itu tersenyum lalu melihat sekitar. Mahasiswa yang lain mulai penasaran. "Kok kamu tadi gak jemput aku? Kan kemaren udah janji?" tanya Kiran dengan suara imutnya yang terkesan di buat-buat.
Libra menggaruk belakang kepalanya, lupa bahwa kemaren dia berjanji akan menjemput Kiran. "Sorry ya, gue lupa."
Kiran merengut dengan memajukan bibirnya. "Kalau gitu gantinya nanti ke toko buku, aku mau beli beberapa novel baru" ucap Kiran dengan sedikit keras, sengaja agar semua orang bisa nendengar.
Tentu saja setelah itu banyak bisikan yang terdengar. Semua orang mulai menduga-duga hubungan apa yang dimiliki Kiran dan Libra.
Selena yang juga melihat kejadian barusan menghela nafasnya berat. Sepertinya tidak akan mudah mendekati Libra. Cewek itu berjalan di belakang Libra dan Kiran yang masih sibuk mengobrol. Membuat Selena diam-diam mengepalkan tangannya.
Tidak apa-apa Selena, mereka akrab sebagai teman.
Begitu yang Selena katakan pada dirinya sendiri agar tetap tenang dan positif. Tapi tidak bertahan lama, karena gadis itu sekarang berjalan cepat dan langsung menghadang jalan Libra dengan merentangkan tangan.
"Hai Libra" sapanya dengan senyum khas seorang Selena.
Kiran mengerutkan dahinya, gadis itu akan membuka mulut untuk bicara sebelum Libra menurunkan kedua tangan Selena agar tidak menghalangi orang berjalan.
Mungkin biasa saja bagi Libra, tapi bagi Selena jelas tidak biasa untuk jantungnya. Pipi gadis itu memerah yang membuat Kiran semakin risih dengan keberadaan gadis di depannya ini.
"Ada apa?" tanya Libra dengan santai.
Selena menatap Kiran sekilas lalu berdehem, "Gue belun tau nomor lo, kemaren terlalu fokus sama wajah lo sampek gue lupa"
Kiran maju selangkah dengan wajah bingungnya. "Kemarin?"
Selena diam-diam tersenyum dalam hati. Kiran ternyata orang yang mudah tersulut. "Kemarin gue ketemu sama Libra di mister," ucapnya angkuh lalu beralih menatap Libra kembali.
Kiran menoleh pada Libra, menuntut penjelasan atau setidaknya bantahan. Tetapi Libra hanya diam, tindakannya jelas membuat Kiran semakin merasa tidak nyaman di hatinya.
Selena kembali berdehem, lalu gadis itu menggaet lengan Libra dan menyeretnya berjalan. Masa bodoh dengan tatapan tajam Kiran dan gosip yang akan beredar.
Selena lalu memilih duduk di sebelah Libra. Gadis itu menaruh ponselnya di depan Libra dan menopang dagunya dengan kedua tangan.
Menyadari kelas hampir penuh, Libra meraih ponsel Selena dan menuliskan nomornya. Lalu dengan cepat menendang kursi Selena agar gadis itu menjauh sedikit. Karena jujur, Libra kehilangan fokus saat parfum Selena masuk indra penciumannya.
Selena mendecih namun tidak protes karena dosen yang akhirnya masuk dan memulai kelas.
Kiran yang kesal berniat melempar buku pada Selena. Namun gadis itu tidak cukup percaya diri untuk melawan Selena. Melihat betapa bar-barnya gadis berponi itu pada hari pertama.
Selesai dengan matkul pertama, Selena melarikan diri ke perpustakaan untuk mencari ketenangan. Gadis itu berniat tidur siang sebentar sebelum kelas selanjutnya di mulai. Tetapi baru saja merebahkan kepalanya di meja, ia di kejutkan dengan mejanya yang di ketuk pelan dengan buku.
"Tidur mulu lo kebo!"
Selena meniup poninya kesal, tapi memilih menghiraukan saja sepupu setannya.
"Jangan di cuekin dong, sayang" Aswa mengeluarkan suara imut sampai Selena mengeluarkan lidah merasa jijik.
"Pergi apa gue botakin?" ancam Selena dengan ketus.
Libra mengedikkan bahunya. Tidak takut sama sekali.
"Elo suka beneran ya sama tuh cowok?" tanya Aswa sambil membuka buku. Menantikan respon dari Selena yang terus bungkam.
"Mana di bolehin elo sama anak band yang keliatan berandal kayak dia" Aswa masih meneruskan. Lelaki itu hanya ingin mengingatkan Selena dengan standart keluarga mereka.
Apalagi Selena adalah putri satu-satunya dan merupakan pewaris. Jelas sekali orang tuanya akan memilih ketat pasangan Selena.
"Sel,"
Aswa tersentak ketika Selena bangun dan menarik dasinya kasar. "Makin tua makin banyak bacot lo!"
Aswa menepis kasar tangan Selena, "Ngingetin doang gue, siapa tau elo lupa jati diri" ucapnya sedikit ketus lalu berdiri meninggalkan Selena sendiri.
Selena menghela nafas kasar, belum pernah dia merasa terganggu dengan omongan orang. Lagian belum tentu Selena akan bersama Libra. Siapa tahu kalau Selena hanya suka biasa seperti ketika dia melihat pria tampan di jalan.
Libra menghela nafasnya pelan. Memainkan bibir mungilnya yang menawan membuat Selena tidak bisa berpaling dari wajah tampan Libra.Entah bisa menjadi pertanda baik atau tidak ketika Libra harus satu kelompok dengan Selena, Kiran, dan juga Astra. Libra merasa jika Kiran dan Selena tidak akan bisa akur melihat apa yang terjadi pagi tadi di koridor.Sedangkan Astra, pemuda itu terlihat kelewat santai. Wajahnya yang manis dengan lesung pipi yang menawan adalah asetnya yang berharga untuk memikat para gadis.Libra kira Astra bisa menjadi model dengan wajah seperti itu."Ada dua cewek cakep dan elo liatin gue? Gak homo kan lo?" celetukan Astra membuat Libra reflek mengumpat dengan suara kecil.Selena mengangkat alis lalu tersenyum kecil. Sepertinya Selena benar-benar gila, dia menganggap cara mengumpat Libra sangat sexy."Langsun
Selena menatap diam chat grup tersebut. Grup chat dirinya dengan Libra, Kiran, dan Astra. Kiran yang membuatnya tapi grup itu sepi sekarang, benar-benar sepi.Gadis itu menggigit jarinya. Kombinasi mereka ber-empat sedikit buruk. Libra yang dingin, Astra yang pemalas, Kiran yang juga sedikit pendiam, dan Selena sendiri yang canggung harus memulai bagaimana agar grup ini ramai. Paling tidak membahas pembagian tugas agar cepat selesai.Selena : GuysTidak ada yang merespon bahkan sampai sepuluh menit. Selena mengumpat, ingin rasanya mendatangi mereka satu-satu.Astra : Muncul oy lo padaAstra : Tugas di kerjain!Selena membulatkan mata. Kaget sekaligus senang juga akhirnya ada yang merespon.Selena : Iya ih, pada kemana dah?Selena : Tra, elo bagi gih tugasnyaAstra : Nunggu yang lain muncul dulu dahAstra : Anyway, berasa ch
Hembusan nafas pelan namun sarat dengan rasa lelah yang luar biasa terdengar dari seorang Libra Aditya. Pemuda itu merebahkan dirinya di kasur dengan tangan menutupi mata.Hidup begitu keras baginya. Tidak ada yang benar-benar berpihak, tidak ada yang peduli selain diri-sendiri. Libra merasakan sakitnya sendiri, dia merasakan perihnya sendiri, dia selalu berdarah sendirian dan menyembukan luka sendiri.Sudah hampir lima tahun lamanya pemuda itu meninggalkan rumah. Meninggalkan ibunya yang selalu ia tentang.Kekehan pelan yang terdengan berubah menjadi tawa keras yang terdengar pilu. Tubuhnya meringkuk di kasur, ada air mata yang membasahi pipinya.Libra benci saat dia merasa lemah, dia benci saat dirinya tidak damai dengan keadaan. Libra benci saat dia tertidur setelah menangisi keadaan dan bangun dengan perasaan belum nerima.Tidak ada sosok pelindung bagi pemuda itu. Tidak
I'd spend ten thousand hours and ten thousand moreOh, if that's what it takes to learn that sweet heart of yoursAnd I might never get there, but I'm gonna tryIf it's ten thousand hours or the rest of my lifeI'm gonna love youLibra menoleh saat ponselnya bergetar, sebuah notifikasi chat masuk. Nomor tak di kenal tapi Libra tahu siapa yang mengirimnya.Sudah makan? Bagaimana kabarmu? begitu pesan yang Libra dapat.Libra menggeleng, "Buruk"Satu kata keluar dari mulutnya tapi dia tidak membalas pesan tersebut. Libra kembali memainkan gitarnya.We're under pressureSeven billion people in the world tryna fit inKeep it togetherSmile on your face, even though your heart is frowningPonsel Libra kembali bergetar tapi kali ini terus-menerus, menandakan bukan chat yang masuk tapi sebuah panggilan telfon. Masih dari nomo
Selena sedikit kaget saat Astra menaruh tas di sampingnya, pemuda itu lalu menatapnya sebelum mengerling."Dih" Selena memasang wajah jijiknya.Astra mengedikkan bahu lalu mulai sibuk dengan game nya. Selena melihat sekeliling, kelas sudah penuh, hanya tempat di sampingnya yang tersisa.Selena duduk tegak saat Libra masuk kelas, mencari bangku kosong yang bisa ia duduki. Sampai pandangannya bertemu dengan Libra. Gadis itu menelan ludah gugup.Teringat semalam dia ngechat duluan yang hanya dibalas tiga huruf.Selena mengulum bibir saat Libra duduk di sebelahnya. Gadis itu berpura-pura sibuk dengan ponsel, entah dia terlalu pede atau apa tapi dia merasa Libra menatapnya.Selena membuka aplikasi platform membaca, menscroll beranda ingin memilih buku yang akan ia baca. Tapi Selena tidak bisa fokus, apalagi ketika Libra membuka suaranya.
Libra memarkirkan motornya di depan outlet bakso. Dia menaruh tangannya diatas kepala Selena, melindungi gadis itu dari hujan. Tangannya langsung menarik Selena untuk masuk ke dalam."Gak papa?" tanya Libra khawatir. Selena balas menggeleng.Kedua orang itu kompak melihat ke langit. Langitnya cerah tapi hujan turun secara tiba-tiba. Libra mengulurkan tangan, merasakan tetesan hujan.Selena melihat ke dalam outlet bakso yang lumayan ramai. Dia menepuk tangan Libra. "Makan yuk, gue laper."Libra menoleh, melihat lebih jauh ke dalam. Meskipun outlet ini tergolong bersih, tapi dia tidak yakin kalau Selena bisa memakan bakso yang murah seperti ini."Elo yakin makan di sini?" Libra bertanya karena sedikit ragu.Melihat Selena yang mengangguk membuat Libra menaikkan alisnya, heran karena gadis ini sama sekali tidak keberatan makan bakso di sini. Padahal,
"Bagusan ini atau yang ini, Mbak?"Selena menunjukkan dua kaos oversize kepada Mbak Irma, salah satu pembantu di rumahnya. Melihat raut kebingungan Mbak Irma membuat gadis itu mendengkus."Tumben Nona bingung memilih pakaian, biasanya juga gak pernah ribet," kata Mbak Irma yang kini ikutan duduk di samping Selena."Hari ini aku lagi bahagia, mau mengesankan dosen dengan presentasiku nanti."Selena menatap baju di tangannya kemudian membuangnya frustasi. Hanya karena bingung memilih pakaian saja membuat Selena kehilangan moodnya. Padahal gadis itu sudah berbunga-bunga dan semangat sejak semalam. Dia bahkan dengan berapi-api mengerjakan semua tugas agar dia bisa longgar di akhir pekan."Nona suka dengan dosennya?" Selena menoleh, lalu menggeleng. Gadis itu berdiri dan dengan lesu melihat kembali isi lemari. "Terus kenapa perlu mengesankan dosen kalau gitu?" lanjut Mbak Irma.
Tidak seperti apa yang ada dalam bayangannya kemarin, hari sabtu Selena akan berjalan dengan baik kali ini. Tentu saja Libra Aditya adalah alasannya. Seperti di drama korea, hari ini Libra mengajaknya mengerjakan tugas bersama lalu menonton setelahnya. Kemudian, gadis itu bisa menonton Libra manggung bersama bandnya, bahkan, Selena sudah memberi tahu Vina agar gadis itu datang juga ke cafe Mister.Karena terlalu senang, akibatnya gadis itu bangun terlalu pagi meskipun semalam dia kesulitan tidur. Pukul tujuh pagi, dia bahkan sudah selesai mandi dan bersiap turun untuk sarapan. Bibirnya tidak berhenti untuk bersenandung sejak tadi.Mbak Irma yang menyiapkan sarapan sampai terkejut, karena Selena tipe anak yang kalau mau sarapan harus menunggu lapar dulu dan paling pagi jam sembilan baru sang putri dari rumah mewah itu turun untuk makan. Karena itu momen sarapan di rumah itu begitu langka ketika Selena menginjak usia remaja.