Kiran melempar tasnya ke sembarang arah, dia menyingkirkan dengan kasar semua make up miliknya di atas meja rias. Perasaan gadis itu berkecamuk.
Nafasnya memburu tak beraturan, wajahnya memerah. Gadis itu merasa marah.
Jika seorang gadis terlalu kesal, maka kemarahan akan berwujud menjadi tangisan, bukan?
Dan sekarang gadis itu menangis, mengingat bagaimana perlakuan kasar Libra padanya. Gadis itu tidak terima. Dia tetap ingin dekat dengan Libra, dia ingin bersama pemuda itu terus.
"Dia pasti akan maafin gue kan? Gue hanya perlu bersikap seperti biasa," ujarnya pada diri sendiri.
Kiran yakin Libra akan memaafkannya, biasanya seperti itu jika dia berbuat salah.
Tapi, gadis cantik dengan tubuh tinggi semampai itu tidak menyadari jika dia kali ini keterlaluan. Bagaimanapun, Ibu adalah hal yang sensitif bagi Libra.
Kiran merogoh
Jari pemuda itu bergerak cepat di atas keyboard, kacamatanya masih terkena pantulan cahaya laptop di depannya. Mulutnya juga terkadang mengumpat kecil ketika lawan hampir membunuh karakternya.Libra Aditya yang masih terjaga ketika waktu menunjukkan pukul setengah satu pagi. Pemuda itu tidak bisa tidur karena beberapa saat lalu seorang gadis memblokirnya. Itulah yang dia pikirkan."Aish mana mungkin gue di block?" katanya begitu permainan berakhir.Libra melirik ponselnya, dia berpindah keatas ranjang. Lagi-lagi kembali memeriksa profil gadis itu. Masih sama, tanpa profil. Libra membuka roomchat lain, dia mengetikkan pesan.Libra : Kenapa cewek ngeblock kontak cowok?Libra berdecak ketika chatnya tidak langsung dibaca, pemuda itu langsung menekan tombol call."Kenapa gak balas chat gue?" dia langsung mengatakannya begitu panggilan tersambung.
"Hei, you!"Libra berbalik, mendengus ketika Aldo dengan senyum khasnya yang menyebalkan terpampang di hadapannya. Pemuda itu langsung kembali fokus pada gitar dan memainkan beberapa nada."Ini bukan jadwal latihan, ngapain ada disini?""Elo sendiri ngapain disini?" tanya Libra balik.Aldo duduk di depan pemuda itu, lalu menunjukkan sekantung kresek hitam. "Dalaman gue ketinggalan kemarin."Libra menggelengkan kepala, sudah biasa kalau Aldo melakukan hal yang ceroboh. Studio latihan mereka ini memang biasanya di jadikan tempat tidur juga buat mereka kalau malas pulang. Tak jarang kadang baju mereka sering tertukar.Kecuali Libra tentunya, dia tidak pernah membiarkan siapapun menyentuh pakaiannya. "Lama amat lo, nyet. Ambil gituan doang."Mereka berdua secara refleks menolehke arah pintu, Aldo hanya cengengesan saja ketika Kevin berlagak akan menendangnya."Kalau gue jadi elo,
Selena bangun dengan penuh semangat pagi ini, alasannya karena semalam sebelum dia benar-benar tidur Libra mengirimi pesan kalau hari ini dia akan menjemput dirinya.Sebenarnya cuma ada satu mata kuliah hari ini namun ternyata dosennya batal masuk, jadi, Libra mengubah rencana kalau dia akan mengajak Selena jalan-jalan ke suatu tempat.Perjanjiannya yaitu pukul sembilan pagi. Tapi lihatlah Selena, gadis itu sudah terlihat rapi dengan dress floral berwarna biru. Rambutnya yang cokelat dan berponi ia kuncir satu. Make up natural dan kalung buah cherry cukup untuk mempermanis penampilannya."Masih kurang satu jam lagi, lama banget." katanya berdiri di tengah kamar.Gadis itu tersentak begitu ponselnya berdering, menandakan ada panggilan masuk. Bukan panggilan telepon, tapi panggilan vidio dari Vina.Kebetulan yang bagus, dia bisa menunggu Libra sambil bergosip ria."Cantiiikk
"Gue duluan yang ambil," Astra masih kekeh tidak mau mengalah.Kiran memutar bola matanya jengah, menarik lagi novel yang sedari tadi terus di rebutkan oleh mereka berdua."Elo cowok ngalah dong, ini novel yang sudah gue incer dari kemarin."Astra menggeleng, kembali menarik novel itu ke arahnya. "Bodoamat, siapa cepat dia dapat."Kiran memicingkan mata, novel best seller ini hanya ada satu dan dia harus mendapatkannya apapun yang terjadi. Kiran sangat malas kalau sampai dia harus mencari ke toko buku lain.Lagian, cowok gamers akut kayak Astra kok bisa-bisanya juga mengincar buku dengan genre romance. Sama sekali tidak cocok dengan kepribadian seorang Astra.Mereka sudah menjadi pusat perhatian beberapa orang di toko buku, bahkan beberapa anak SMA dengan terang-terangan mentertawakan mereka. Kiran yang sudah lelah akhirnya melepaskan buku itu, menyerah dan pergi begitu saja.Astra di tempatnya mende
Kiran tersadar dari lamunannya ketika Libra membuka pintu, pemuda itu dengan lesu kembali duduk di kursi samping bankar pasien."Kamu makin terang-terangan nunjukin perasaan ke Selena," kata Kiran begitu pemuda itu selesai menghela nafasnya dalam.Libra merapatkan bibir, dia melirik Kiran dengan dingin. "Elo makin gila kayaknya."Kiran jadi menunduk, merasa marah dan tidak terima tapi dia juga tidak bisa berbuat apa-apa. Gadis itu melirik tasnya di meja.Membukanya lalu kembali menyodorkan sebuah kartu ke Libra."Ini dari tante Tasya, dia kayaknya sedang ada masalah jadi aku engga tega buat ngasih ini ke beliau."Libra masih ragu untuk mengambilnya atau tidak, dia sudah lama tidak menerima uang pemberian sang Ibu. Kalau tidak salah sejak dia memutuskan keluar rumah.Libra membuka ponselnya ketika ada notif masuk.Beli apapun yang kamu suka, Mama mau kamu bahagia.Begitulah pesan yang Libr
Libra mengerjapkan matanya, dia masih mengantuk sekali. Ia mengambil kunci di saku celana sebelum membuka pintu kamar kos."Nginep di studio lo?"Libra melirik pria yang hanya memakai kolor dan kaos oblong itu, lengkap dengan rambut berantakannya. Sepertinya Alif baru bangun."Oh bentar," Libra diam saja saat Alif kembali memasuki kamarnya. "Ini, yang kemaren gue bilang."Libra menerima kantong plastik putih besar itu, melihat isinya. Berbagai snack, roti, selai, dan susu. Seperti yang selalu dia terima setiap bulannya, bedanya biasanya lewat Kiran."Kayaknya dari nyokap lo ya?"Libra mengangguk, lalu mengambil beberapa snack dan susu. Sisanya ia berikan ke Alif."Buat lo aja dah, nih ambil.""Gue gak mau sebanyak ini sebenarnya," kata Alif tapi tetap saja menerimanya.Libra merebahkan dirinya, kasurnya yang sempit lebih nyaman daripada sofa panjang di ruangan VIP rumah sakit.
"Maaf ya kalau merepotkan kalian terus," kata dokter Bima.Tangannya mengulurkan paper bag masing-masing satu ke arah Libra dan Astra. Kedua pemuda itu menerimanya dengan senyum."Makasih, Om.""Gue bisa pulang sama Papa, kalian langsung pulang engga apa-apa." kata Kiran.Selama dua hari di rumah sakit dia bisa mengerti kalau Libra dan Astra tidak bisa tidur dengan nyaman. Gadis itu ingin kedua pemuda itu bisa istirahat dengan baik di rumah mereka."Kalau gitu hati-hati," jawab Libra tanpa berusaha menolak kata-kata Kiran.Gadis itu mencuatkan bibir, sedikit kecewa sebenarnya. Tapi memang begitu Libra, akan dengan senang hati pergi dari hadapan Kiran."Yakin engga apa-apa? Om engga sibuk?" tanya Astra berharap dia bisa ikut ke rumah Kiran juga.Dokter Bima menggeleng, dia sudah ijin libur hari ini untuk fok
Libra mendudukkan dirinya di kasur, matanya melirik jam di atas nakas. Tangannya merogoh ponsel, orang yang ingin dia hubungi sepertinya sudah tidur.Pemuda itu menarik handuk dibalik pintu lalu masuk ke kamar mandi, dia kelelahan dan merasa pikirannya penuh. Mandi air hangat sepertinya hal yang bagus kali ini.Libra biasanya malas mandi sepulang kerja, dia sudah sangat kelelahan sehingga biasanya dia langsung tidur. Pemuda itu mengangkat wajah, membiarkan air hangat membasahi wajah tampannya.Bibirnya tersenyum saat merasakan dirinya bisa sedikit rileks. Ingatan siang tadi di rumah sakit mengganggunya.Apa Mamanya benar-benar bahagia bersama pria baru sekarang? Sebenarnya Libra tidak terlalu peduli jika Mamanya menikah atau bahkan punya anak lagi, walau dia tidak akan bisa menerima keluarga baru Mamanya nanti.Libra membuka mata, ia menunduk merasakan matanya mulai mem