Masih pov. Author ya!Tiga puluh menit kemudian mobil yang ditumpangi oleh Arka dan juga Bosnya tiba di halaman kantor polisi. Suasananya cukup lengang mengingat adzan magrib baru saja berkumandang. Mereka masuk dan langsung bertanya kepada petugas yang berjaga. Karena polisi yang menangani kasus Melly sedang tidak berada di tempat, mereka berdua diminta untuk menunggu."Memangnya selama ini kamu sama sekali tidak mengetahui kegiatan apa saja yang sudah istrimu lakukan, Pak Arka?" tanya Pak Hartono saat mereka sudah duduk di kursi tunggu yang telah disediakan."Tidak, Pak. Yang saya tahu istri saya itu tidak pernah neko-neko. Dia selalu berada di rumah saat saya menelponnya. Pun saat saya pulang dia juga selalu ada dirumah. Sesekali dia ijin keluar hanya untuk ke rumah saudaranya," jawab Arka menjelaskan."Lalu kenapa dia sampai bisa berurusan dengan polisi? Jika sudah sampai polisi, jelas ini tidak main-main," ujar Pak Hartono lagi, semakin menambah beban pikiran Arka."Entahlah, Pak
Pov. Arka"Syalan! Benar-benar sial!" ucapku ketika sudah berada di dalam mobilku. Aku jengkel dan kecewa pada tua bangka itu. Bisa-bisanya dia tidak membantuku.Aku terus memutar otak. Bagaimanapun caranya Melly harus segera keluar. Kasian dia disana. Lagi pula siapa yang akan mengurusku jika tak ada dia.Aku menepikan mobil di bawah sebuah pohon. Ku keluarkan ponsel dan melihat nomor pengacara yang disebut pak Hartono tadi cukup mumpuni. Sedikit ragu ku telpon dia. Setidaknya aku harus konsultasi dulu. Tuut! Tuut! Tuuut!Panggilan pertama hingga ketiga tidak juga di jawabnya. Aku melihat benda yang melingkar di tangan sebelah kiriku. Sudah hampir jam sepuluh malam. Pantas saja tidak diangkat. Mungkin sedang istirahat.Ku lajukan kembali kendaraanku. Ku putuskan untuk menemui Rada kembali. Waktu sudah malam, semoga saja tidak ada yang menemaninya. Sehingga aku bisa dengan mudah menekan agar dia mencabut laporannya pada Melly.Tidak membutuhkan waktu yang lama, kendaraanku sudah berb
Part. 52 pov Arka 2Maaf, Bu, kalau boleh saya tahu, ada keperluan apa ya, ibu dengan Melly," tanyaku hati-hati."Saya mau nagih hutang …!"Hah! Mulutku langsung ternganga kaget. Syok dengan semua kejutan di pagi hari ini. Baru saja aku menemukan surat perjanjian hutangnya dan kini di depan pintu sudah berdiri seseorang yang menagihnya."Hutang apa?""Ya hutang duitlah! Mana dia? Suruh keluar, jangan ngumpet terus! Melly … keluar kamu!" teriak ibu-ibu itu sambil matanya celingukan ke dalam rumah."Melly nya nggak ada, Bu, dia ada di penjara," ujarku ingin segera menyudahi drama pagi ini."Di penjara? Oh, kamu suaminya, bukan?" Ibu itu kini menatapku dari atas sampai bawah. Membuatku heran dengannya."Iya, dia ada di penjara sekarang. Kalau ibu mau menagih hutangnya, gih, sana ke penjara saja," aku mulai jengkel."Kamu 'kan suaminya, berarti kamu yang harus bertanggung jawab sekarang,""Memangnya berapa, sih, hutangnya Melly sama ibu?" tanyaku jengkel. Mereka membuatku semakin telat. J
Pagi ini aku sudah bersiap untuk bekerja kembali, setelah beberapa hari berada di rumah, kini aku sudah siap untuk membongkar semuanya. Bukti-bukti sudah ada padaku semua. Kali ini aku tidak akan lemah lagi, akan ku jebloskan komplotan mereka ke penjara.Ya, aku sudah mengantongi nama-nama yang terlibat dalam penggelapan dana kantor. Selain bukti yang diberikan Aldo, selama berada di rumah sakit aku terus memantau perkembangannya. Rupanya mas Arka memanfaatkan betul ketiadaanku di kantor.Tidak ada yang mengetahui jika aku akan masuk kantor hari ini. Sengaja, ingin membuat kejutan untuk mereka-mereka yang senang saat aku berada di rumah sakit. Dengan bantuan tongkat pada sisi bahu sebelah kiri, aku berjalan keluar dari dalam kamar menuju ruang makan. Kedatanganku membuat papa dan mama kaget. "Bunda sudah sembuh, ya?" gadis kecil yang sudah mengenakan seragam sekolahnya itu berjalan menyongsong dan membantuku untuk duduk dengan menarikan kursi."Terima kasih, Sayang," ucapku sambil m
Tiba di lantai tiga suasananya sangat sepi. Tentu saja karena hanya ada tiga ruangan di lantai ini. Aku mengajak Paman untuk langsung menuju ruangan pak Hartono setelah sebelumnya Lea kusuruh kembali ke tempatnya.Tok! Tok! Tok!"Permisi, Pak?" ucapku setelah mengetuk pintu."Masuk!" terdengar suara dari dalam. Paman pun mendorong pintunya lalu kami masuk."Loh, Bu Rada … Pak Agus? Silahkan duduk, silahkan duduk," seru Pak Hartono terkejut begitu kami masuk lalu menunjuk sofa di ruangan itu.Aku pun melangkah ke sofa dan duduk karena pundakku sudah terasa pegal jika sudah terlalu lama berdiri. Paman mengikutiku duduk dengan mengambil tempat di sebelahku. Sedangkan Pak Hartono di depanku dan hanya terhalang meja."Bagaimana kabarnya anda, Bu Rada? Apakah sudah benar-benar sehat sampai memaksakan diri untuk berangkat ke kantor?""Seperti yang anda lihat, Pak, saya sudah sehat dan hanya tinggal pemulihan bagian kaki saja,""Syukurlah kalau begitu. Maaf, ya, saya tidak sempat menjenguk ib
HANYA KARENA IBU RUMAH TANGGA, AKU DIREMEHKAN SUAMIKU!Part 55"Tangkap dia!" seruku.Ruangan seketika langsung gaduh, beberapa karyawan sibuk menahan orang-orang yang tadi berada dalam video. Rupanya mereka pun ingin lari seperti mas Arka. Namun, aku heran kenapa justru Pak Hartono tenang-tenang saja, bahkan terkesan membiarkan melihat mas Arka berusaha lari.Namun, tak lama kemudian pintu terbuka dan masuklah beberapa karyawan yang sempat mengejar mas Arka tadi. Tapi, dimana dia, apa berhasil kabur?"Kalian tidak berhasil menangkapnya? Dia berhasil kabur?" tanyaku pada mereka."Tidak, Bu, saat kami mengejarnya tadi ternyata dia sudah di …."Pintu kembali terbuka, lalu masuklah mas Arka dengan dikawal beberapa orang polisi. Tangannya terlihat sudah diborgol."Sesuai dengan dugaan anda, Pak," ujar salah satu polisi pada Pak Hartono. Rupanya dia sudah memprediksi akan terjadi kejadian seperti ini, jadi untuk mengantisipasinya Pak Hartono sudah menghubungi polisi terlebih dahulu."Benar
Prok! Prok! Prok!"Wah … wah … wah, lihatlah pasangan suami istri ini, selalu setia bersama." Ucapku usai bertepuk tangan.Mas Arka seketika langsung menoleh ke arahku, sedangkan Melly mendongakkan kepalanya. Mata yang tadinya sayu kini memancarkan amarah begitu melihatku. Perlahan Melly berdiri. Mas Arka berjalan mendekat pada pintu sel."Kurang ajar kamu, Rada! Berani-beraninya kamu memasukkan aku ke penjara! Lihat saja nanti kalau aku sudah keluar dari sini, kamu akan menyesal telah melakukan ini padaku!" bentak Mas Arka padaku. Pak Tony dan Roky menatapku dengan benci."Mbak, cepat keluarkan aku dari sini! Awas kamu, akan aku balas nanti!" teriak Melly ikut-ikutan memarahiku, suaranya yang mendadak melengking membuat tahanan lain menjadi terganggu, lalu mereka pun berdebat dengan Melly.Aku tertawa melihat kedua pasangan itu ribut memaki. Kubiarkan saja mereka bersahut-sahutan memaki diriku. Aku justru mengambil tempat duduk dan meletakkannya tepat di tengah-tengah antara sel mere
Sudah seminggu semenjak kejadian makan siang itu berlalu. Aldo sama sekali belum datang ke rumah, padahal biasanya dia selalu menyempatkan diri untuk datang selepas pulang kerja. Aku mondar-mandir di dalam kamar, bingung harus bagaimana. Ku ambil ponselku di atas nakas, mencari nomor Aldo, setelah ketemu hati ini kembali ragu. Haruskah aku menelponnya terlebih dahulu?"Rada …!" terdengar teriakan Mama memanggilku."Iya, Mam …!" aku menjawab dengan teriakan juga.Ku masukkan ponsel ke dalam saku celanaku. Lalu aku berjalan keluar dari kamar dan turun ke bawah menemui Mama. Tidak biasanya Mama berteriak memanggilku. Tampak Mama sedang menyiapkan makan malam bersama dengan bibi."Kenapa, Mam?" tanyaku dengan berjalan mendekatinya."Ada yang mencarimu di depan," jawab Mama tanpa menoleh padaku."Siapa??" tanyaku. Aku mengernyitkan dahi, bukankah orang yang datang ke rumah ini dan biasa mencariku hanya Aldo, tapi, kenapa dia tidak langsung masuk seperti biasanya."Aldo, Ya, Mam?" tanyaku