Tersadar dari tidur panjangnya pasca melahirkan, Inara mendapati kenyataan bahwa sang suami ternyata telah menikah lagi. Kehadiran orang ketiga tentu merubah segalanya. Bahtera rumah tangganya bersama sang suami kini tak lagi sama. Rasa sakit hati itu lalu membuatnya kembali dekat dengan mantan kekasihnya dan diam-diam menjalin hubungan dengannya. Pengkhianatan, dibalas dengan pengkhianatan! Lalu, bagaimana dengan nasib pernikahannya?
View More[Mas, sepertinya kita harus bertemu. Ada yang ingin aku bicarakan sama kamu.]Sebuah chat kukirimkan pada Dokter Feri.Kuharap, setelah kejadian kemarin, ia masih mau bertemu denganku. Setidaknya, kali ini sebagai seorang teman.Ya, hanya teman!Tak menunggu waktu lama, chat sudah dibaca olehnya.[Iya, Ra. Kapan dan dimana?] balasnya.[Terserah kamu mas! Aku akan menunggu waktu senggang mu.] sahutku.[Kebetulan sekarang juga lagi ada waktu, jika kamu mau, aku bisa jemput kamu sekarang juga.][Gak usah jemput, mas. Kamu kasih tau aja tempatnya, nanti aku kesana.][Tapi ini sudah malam, Ra!][Gak papa, aku berangkat sendiri saja!]Aku bersikeras menolak tawaran Dokter Feri yang ingin menjemputku karena aku tak mau ada lagi tetangga rese yang nanti mungkin saja akan kembali mengadukan kami pada Mas Adnan.Akhirnya setelah berdebat lumayan panjang, Dokter Feri mengalah juga. Ia me
"Mbak Karin itu ...-"Lila menggantung ucapannya."Siapa, La? Kamu kenal?" tanyaku tak sabar."Dia adalah mantan kekasih almarhum Mas Kevin, kakakku!" sahut Lila."Almarhum?" beoku.Lila hanya mengangguk, sorot kesedihan kini terpancar dari kedua matanya."Maaf jika aku telah membuka luka lama," cicitku.Lila langsung menoleh, dengan cepat diapun menggeleng."Nggak, kok mbak, nggak papa! Hanya saja, sepertinya mbak harus hati-hati padanya," tutur Lila seraya menggenggam tanganku."Maksud kamu, Karin?" tanyaku seraya memicingkan mata."Dia itu perempuan licik, mbak!" geram Lila. Ia terlihat memendam kebencian yang mendalam."Apa kamu mau cerita sedikit saja tentang Karin dan masalalunya bersama kakakmu?" tanyaku hati-hati.Lila nampak menarik nafas dalam, pandangannya lurus kedepan seolah sedang menerawang dan mengingat kembali kemasa lampau."Dulu, orang tua kami terb
Merasa tak ada lagi yang perlu dibicarakan, aku memutuskan untuk pulang saja. Namun, saat aku berdiri Karin kembali mendongakkan wajahnya padaku."Aku akan terima jika Mas Adnan memilih menceraikan ku, tapi ... sampai kapanpun aku tidak akan memintanya," ucapnya.Aku hanya tersenyum tipis kemudian berlalu. Kurasa bermain bersama Dara jauh lebih penting dari pada berbicara dengan Karin. Mantan kekasih yang sepertinya masih sangat mencintai Mas Adnan, kurasa pantas saja jika dia sampai mengabaikan dan tak mau mengerti perasaanku.Apa aku terlalu egois?Terserah apa katanya![La, apa Dara rewel?]Kukirimkan sebuah chat pada Lila, sepertinya aku harus tau kondisi ibu terlebih dahulu sebelum aku pulang ke rumah. Soalnya, tadi kulihat lukanya lumayan parah, aku takut ibu kenapa-napa. Meskipun selama ini ibu tidak menyukaiku, namun tetap saja aku peduli dan sayang padanya.[Dara anteng kok mbak. Mbak gak usah khawatir!]Bal
"Adnan, kita ini sudah lama bersahabat, kurasa ... kamu sudah tau bagaimana sifatku. Aku, tidak mungkin menusukmu dari belakang. Hanya saja, jika kamu memberikan kesempatan, aku tidak mungkin menyia-nyiakan begitu saja. Saranku, jika kamu sudah tak peduli dengan perasaan Inara, lebih baik kamu lepaskan saja dia. Aku dengan senang hati akan kembali menjaganya seperti dahulu. Hanya saja, soal kejadian tadi malam, jangan pernah berpikir bahwa aku akan mengambil sesuatu yang bukan hakku! Aku hanya ingin mendengarkan keluh kesah Inara seperti biasanya, karena setelah kamu mendua, ia kehilangan tempat untuk bercerita," lagi Dokter Feri bicara panjang lebar."Aku tau, berlaku adil itu tidaklah gampang. Aku yakin kamu sudah berusaha, tapi jika masih ada salah satu yang menangis karena merasa terasingkan, kenapa kamu gak memilih untuk menyerah saja?" sambungnya membuat Mas Adnan nampak semakin emosi."Kalian memang pengkhianat!" geramnya dengan tangan me
Kepalaku rasanya begitu berat, jika saja aku tak ingat pada Dara, mungkin aku tak akan memaksa untuk bangun. Rasanya aku hanya ingin menghabiskan hari ini untuk tiduran saja. Namun, tak bisa begitu, Dara menjadi tanggung jawabku apapun keadaanku saat ini aku harus kuat demi dia."Pagi mbak!" sapa Lila begitu aku memasuki dapur."Saya sudah buatkan sarapan untuk mbak dan juga non Dara. Jadi, berhubung mbak sudah bangun, saya mau ijin pamit pulang, mbak," sambungnya.Aku tersenyum lega saat kulihat sudah ada beberapa makanan di atas meja. Tak ku sangka gadis muda seusia Lila ternyata sudah pandai memasak."Terimakasih, La. Kebetulan juga aku lagi kurang enak badan, untung saja kamu udah masakin," ucapku sedikit berbohong. Karena pada nyatanya yang tidak enak itu adalah suasana hatiku.Ting!Sebuah notifikasi dari aplikasi hijau tertera dilayar ponselku. Gegas aku membukanya apalagi saat sudah bisa kulihat sebuah nama yang semalam s
"Maaf, mas! Aku permisi!"Setelah sekian lama kami terdiam akhirnya aku memutuskan untuk pergi.Sangat jauh dari bayanganku sebelumnya, malam yang kukira akan kuhabiskan untuk bersenang-senang dan menyenangkan diri tenyata sepertinya malah harus kuhabiskan untuk merenungi diriku sendiri. Entah suatu kesialan atau suatu kebaikan untukku. Hadirnya Dokter Imam dan apa yang ia ucapkan sudah membuat mata hatiku terbuka.Aku terluka oleh pernikahan suamiku, tapi dibalik itu, mau dituntut kemanapun suamiku tak akan salah karena laki-laki memang dihalalkan untuk menikahi dua atau bahkan tiga wanita. Akan tetapi diriku? Aku ingin suamiku merasakan apa yang kurasakan, namun jalan yang kutempuh sungguh salah. Aku adalah wanita bersuami, aku telah berdosa karena menjalin hubungan dengan pria lain. Sungguh, aku benar-benar rugi disini."Inara, apa kamu berniat menjauh dariku setelah malam ini?" tanya Dokter Feri membuat langkahku terhenti.A
Dokter Feri mempererat genggaman tangannya, untuk sesaat dia menatap wajahku sebelum akhirnya aku mengangguk dan kitapun akhirnya memasuki kamar yang telah kita sewa untuk malam ini.Sebenarnya ada rasa canggung dan juga bersalah saat aku memasuki sebuah ruangan tertutup dengan seorang pria yang jelas bukan suamiku. Namun, kejadian demi kejadian yang menggoreskan luka di hatiku membuat aku membenarkan kesalahan yang kubuat dengan penuh kesadaran ini.Aku duduk di bibir ranjang seraya menundukkan wajah, begitupun dengan Dokter Feri. Tak ada kata yang keluar dari mulutnya, ucapannya saat dijalan tadi yang mengatakan akan mengobati lukaku belum dia lakukan juga. Kini, aku hanya bisa menunggu, kiranya apa yang akan dilakukan seorang dokter untuk menyembuhkan pasien yang sedang sakit hati.Hening!Ya, hanya keheningan yang ada diantara kami.Aku mulai mendongak, menatap wajah Dokter Feri yang kini ternyata nampak gelisah. Entah apa yang kini ia pik
Ucapan dan ekspresi wajah Mas Adnan beberapa saat yang lalu masih jelas dalam ingatanku. Semua itu bagaikan siraman air garam pada lukaku yang menganga. Entah mengapa aku tidak bisa mengendalikan diriku, bayangan mereka terus saja menari dalam kepalaku hingga membuat hatiku rasanya hancur lebur. Aku benci pada diriku sendiri, kenapa aku harus mencintai Mas Adnan sedalam ini. Andai rasa cinta itu tak ada, aku yakin aku akan baik-baik saja saat melihat dirinya mengkhawatirkan wanita lain bahkan menggendongnya di depan wajahku."Jangan menangis, Inara! Kamu punya Mas Feri, cintanya padamu begitu besar, bahkan dia rela menerimamu dengan keadaanmu yang sekarang ini. Mas Feri lebih segalanya dari pada Mas Adnan," hiburku pada diri sendiri.Drrt ... drrt ... drrt ...Ponselku bergetar, segera kuusap air mataku dan meraihnya. Kulihat nama Mas Adnan tertera dilayar ponsel.a"Iya, mas!" sahutku pelan setelah kugeser tombol hijau.a"Inara,
Benar saja apa yang aku curigakan, kedatangan Dokter Feri pagi kemarin yang dipergoki oleh Bu Yuni membuat aku menjadi bahan gosipan mereka. Bahkan berita bertamunya Dokter Feri saat Mas Adnan tak ada di rumah sampai juga ke telinga suamiku. Mas Adnan sampai meneleponku dan bertanya ini itu tentang kedatangan Dokter Feri yang tak dianggap biasa olehnya. Gara-gara hal ini juga Dokter Feri tak bisa lagi berkunjung ke rumahku.Tapi, itu semua tidak menjadi alasan untuk kami menjauh. Justru, aku semakin merasa tertantang dengan hubungan terlarang ini.Ya, kurasa ... hubungan gelapku dengan Dokter Feri membuat hidupku terasa lebih berwarna. Setidaknya, rasa sakit hatiku saat Mas Adnan sedang bersama Karin terlupakan begitu saja karena hubungan ini.Hari ini aku memutuskan untuk tidak menerima Mas Adnan ke rumahku, alasan Karin yang kondisi kehamilannya sedang lemah karena kemarin sempat jatuh membuatku bisa menahan Mas Adnan agar tetap berada di rumah istri mud
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.