Hendra, Della dan Audy pergi ke ruangan dokter obgyn untuk memastikan apakah diagnosa yang dikatakan dokter di IGD tadi benar atau tidak.
Ruangan yang bertulis nama dokter Marta, SpOG. Della Memeriksakan perutnya. Jari lincah dokter Marta memegang alat USG disana juga ada layar kaca seperti televisi yang langsung melihatkan kondisi didalam perut Della. "Baik pak, disini terlihat seperti gumpalan darah ini disebut juga dengan embrio. Kandungan ibu Della juga baik. Usia kandungannya sudah 4 Minggu atau dengan kata lain 1 bulan." Jelas dokter Marta sambil menunjuk ke layar televisi. Hendra takjub dengan hasil pemeriksaan yang dilakukan dokter Marta dengan penjelasan nya. "Terimakasih Dok," ucap Hendra. Ia lalu mendekati Della, menciumi kening Della. Sebagai tanda ungkapan rasa syukur.Della tersenyum kikuk, matanya tertuju pada Audy. Disana Della melihat betapa Audy bersorak penuh kemenangan. "JanGerald mempercepat langkahnya keluar ruangan. Pikirannya kini hanya terfokus pada Della. Dirogohnya kantong saku celananya, lalu dia mengambil benda pipih yang terselip disana."Aku tak akan mempercayai kata-katamu gadis ceroboh."Gerald menggeleng tegas. Segera dia membuka kunci ponsel lalu mencari nomor Della disela langkahnya menuju halaman kantor dan memanggil taxi.Berulang kali Gerald melakukan panggilan. Namun, sayang tetap tak ada jawaban. "Kemana kamu sayang." ucap Gerald lirih."Maaf pak, kita akan kemana?" Tanya supir taxi yang belum mendapatkan perintah.Gerald menimbang-nimbang kemana dia akan pergi sekali lagi dia mencoba untuk menelpon Della. "Angkat Della!" gumam Gerald sambil mengetuk-ngetukkan jari tangan ke pahanya."Kita ke jalan kenangan." Perintah Gerald yang mendapatkan anggukan dari sopir taxi.Gerald beruntun mengirim pesan untuk Della. Dia berharap ada jawaban disana. Se
Prok... prok...prokSuara tepukan tangan riuh terdengar dari beranda rumah. Seorang gadis tampak sedikit mempercepat langkahnya untuk menahan kepergian Gerald yabg hampir mencapai batas pagar."Ah, aku tak menyangka. Selain brengsek kau juga tidak punya hati rupanya!" Suara serak khas menahan tangis terdengar menggelegar, memecahkan kesunyian di siang hari hari yang terik.Gerald tersentak kaget Suara yang sangat familiar di gendang telingan nya. Membuat ia urung hendak pergi."Apa maksudmu, Audy?"Iya, suara itu adalah suara milik Audy stepani. Seorang gadis yang berusaha untuk tegar agar tak menetesakan air mata saat tau ada seseorang yang tega akan membunuh janin calon adiknya.Usai mendapatkan telepon dari mbok Ani yang tak sengaja mendengar percakapan Gerald dan Della, Audy lantas bergegas untuk pulang dan berniat menemui Gerald."Jangan pura puran bodoh Gerald. Tentu saja kau yang sangat paham dengan maksud ku.
Hari demi hari telah terlewati. Gerald yang menunggu kabar dari Della tak kunjung ada berita. Pekerjaan yang kemarin dilamar pun tak ada kabar."Astaga Della. Kamu benar benar menguji kesabaranku." Seru Gerald yang kini tengah berjalan tak tentu arah. Dirinya sekarang sudah persis seperti gelandangan.Uang ditabungan yang dimilikinya pun sudah habis. Ha cukup untuk makan sehari hari. Mommy mika tak main main dengan ancamannya. Dia tak hanya mengusir Gerals dari rumah maupun memecatnya untuk bekerja diperusahaan. Tapi dia juga mencabut semua fasilitas yang dimiliki Gerald.Terik matahari semakin membakar kulit, Gerald semakin melebarkan jangkah kakinya mencari tempat berteduh."Mau cari kerja dimana lagi ya?" keluh Gerald pada dirinya sendiri. Sudah puluhan perusahaan yang telah dimasukinya, dan puluhan kali pula dirinya ditolak.Satu-satunya harapan ada pada Della. Dia berharap Della segera menghubunginya dan mau me
Gerald menatap pantulan dirinya di cermin. Kedua sudut bibirnya mengembangkan senyuman. Hari ini adalah hari pertamanya kembali ke kantor, sudah sejak pukul enam pagi Gerald berdandan rapi.Gerald menyisir rambutnya dengan tangan. Setelah yakin dengan penampilannya, Ia pun melangkah menuju meja makan untuk sarapan."Sepi," Gerald menyapukan pandangannya ke seluruh sudut ruangan, mencari keberadaan Mommy dan daddy nya."Aden cari Tuan dan Nyonya?" tanya mbok Irna yang paham gelagat tuan mudanya."Iya. Mereka kemana Mbok?" balas Gerald disela dirinya yang menunggu mbok Irna menyiapkan sarapan."Nyonya sudah pergi sejak pagi. Dia bilang sedang ada urusan mendadak sedangkan Tuan, sepertinya masih di kamar."Gerald menaikan satu alisnya. Merasa heran dengan sikap mommynya. Tak biasanya dia pergi sepagi ini, apa lagi tanpa memberi tahunya.Kedua alis Gerald bertautan. "Urusan apa?""Emm, maaf
Bola mata Hendra memutar jengah, melihat siapa yang datang. Langkah kakinya terhenti, dia tercekat ketika telah melihat siapa yang datang. Terlebih Rudi, keningnya sampai berkerut melihat wanita tua berdaster yang sedang meronta ronta meminta dilepaskan oleh security."Simbok? kenapa malam-malam begini kemari?" tanya Hendra penasaran. Yah, wanita itu adalah mbok Ani, pembantu setia di keluarga Gunawan."Maaf Tuan, saya hanya diperintah nyonya Della.""Kenapa dengan Nyonya? Apa dia belum tidur?" Hendra sekilas melirik jam tangannya. Jarum jam menunjukan pukul sepuluh malam."Nyonya bilang dia ngidam, pengen saya memanggil Tuan untuk menemui Nyonya di bawah."Hendra menepuk jidatnya perlahan. Dirinya semakin dibuat heran dengan sikap Della yang semakin aneh."Oh astaga, kenapa dia ngidamnya aneh-aneh saja." Ucap Hendra sambil mengibaskan tangannya pertanda agar melepaskan mbok Ani yang sedari tadi masi
Hormon ibu hamil terkadang suka berubah-ubah, entahlah Della merasakan sesak yang mendalam saat teringat penghianat nya waktu yang lalu."Ck, apa ini. Berhentilah kalian, mataku terasa terkontaminasi." Gerutu Audy saat sudah sampai ruang makan melihat Della dan Hendra sedang bermesraan.Hendra dan Della terkekeh saat mendengar gerutuan Audy. "Pagi, Audy." Sapa Della setelah selesai menahan tawanya."Pagi Bun. Pagi Ayah." Sapa Audy matanya berbinar-binar, ia bersyukur Tuhan memberikan kebahagiaan yang sangat luar bisa setelah badai menghampiri."Pagi juga, Sayang. Oh ya kamu sudah ijin kantor kamu kan? Kita akan liburan ke Bandung." Ujar Hendra."Sudah Ayah. Audy tidak akan melewatkan moment ini." Audy berseru riang, sambil mengambil sarapannya lalu ditaruh ke piring.Hendra menatap Audy penuh keperihatinan. Ia menyesal dengan keputusan yang telah dibuatnya, tanpa membicarakan terlebih dah
Kedua keluarga besar itu saling berdiam, menatap makanan yang sudah tersaji di meja makan. Hendra dengan wajah terlihat sangat cemas, sedangkan Della dengan wajah yang gelisah sekaligus cemas.Satu jam yang lalu sebelum kedatangan Audy. Hendra berdebat panjang dengan keluarga Purnama. Ia tak bisa lagi memendam kegelisahannya. Saat dirinya memberanikan diri mengutarakan keinginannya yang akan membatalkan perjodohan Audy dan Gerald, disitulah Keluarga Purnama merespon unjuk gigi."Jadi bagaimana Pak Hendra?. Apa kamu sudah membicarakan dengan Audy?" tnya mommy Mika yang terlihat sangat menggebu-gebu langsung ke pokok inti.Dirinya yang sudah sangat menginginkan Audy sebagai menantunya tak mau mengulur waktu lebih lama lagi. Saat mendengar keluarga Gunawan berlibur di Bandung, langsung saja Keluarga Purnomo menyusulnya dan berniat untuk melamarnya sekaligus."Saya sudah membicarakannya dengan Audy, tapi semua keputusan akan kembali lagi pad
Tubuh Audy luruh ke tanah. Air matanya tak mampu dibendung lagi. Satu tetes air bening jatuh menuruni pipi. Disusul tetesan bening lainnnya. Gerald berdecak kencang, ia sudah bosan melihat air Audy yang sudah sering terjatuh."Menangislah sesuka hatimu. Tapi harus kamu tau, air matamu tak akan merubah apapun." Cerca Gerald melangkah lebih dulu untuk meninggalkan Audy. Dia berjalan dengan penuh kemenangan melihat Audy yang terluka. Satu dari sekian rasa sakitnya telah terbalaskan."Ini baru permulaan Audy. Aku akan membuat air matamu kering setelah ini." Desis Gerald licik. Siulan riang terlontar dari bibir tipisnya. Ia melangkah gontai menuju ruang keluarga tempat mereka berkumpul tadi.Hanya kurang sepuluh meter Gerald akan memasuki ruang utama Villa, saat dirinya sadar tak ada Audy disisinya. Gerald memperhatikan Audy dari kejauhan. Hatinya sedikit iba saat melihat Audy yang tengah mengusap air mata."Tidak Gerald. Kamu tidak bol