Mengambil satu langkah ke depan untuk perubahan yang positif adalah sebuah keharusan. Era memilih kehidupan baru dengan harapan jika semuanya akan menjadi lebih baik. Setelah menerima banyak nasihat dari orang-orang terdekatnya, akhirnya Era memilih untuk mencobanya. Dia bersedia untuk memberikan ayahnya kesempatan untuk hidup bersama.
Era menatap rumah di depannya dengan pandangan menerawang. Sangat asri dengan sentuhan kayu yang indah. Seketika ingatannya tertuju pada adik-adiknya di panti yang suka bermain di atas rumput. Ezra memiliki rumah dengan halaman yang sangat luas.
"Ayo, masuk. Mama sama Ezra udah nunggu di dalem," ajak ayahnya sambil membawa tas ransel milik Era. Ya, hanya tas ransel karena Era masih ingin beradaptasi terlebih dahulu.
Saat sudah berada di dalam rumah, aroma khas kayu mulai masuk ke indera penciumannya. Era mengingat ucapan Ezra tentang pekerjaan ayahnya yang merupakan seora
Kebahagiaan adalah hal yang diinginkan oleh semua orang. Setelah diterpa oleh badai besar, langit cerah adalah momen yang paling ditunggu. Begitu juga Aksa, setelah beberapa tahun hidup menyedihkan tanpa kasih sayang, akhirnya dia dapat kembali merasakan kebahagiaan yang dia inginkan, yaitu dengan hadirnya seorang wanita di hidupnya.Sedari tadi Aksa tidak berhenti tersenyum di depanponselnya.Sudah banyak foto dirinya yang ia ambil. Aksa ingin mengirimkan gambar itu pada Era.Diayakin jikagadisnyaakansenang melihat wajahtampannyapagi ini. Aksa kembali tersenyum setelah berhasil mengirim foto yang menurutnya paling tampan. Padahal semua foto yang dia ambil memiliki gaya yang sama. Pria memang begitu bukan?Sambil menunggu balasan dari Era, Aksa mengambil dasi dan memakainya. Entah kenapa dia terlihat lebih segar pagi ini. Mungkin karena efek berbincang dengan Eravia teleponsemalaman.Ponsel Aksa berbunyi mena
Bagi sebagian orang, mungkin terasa aneh saat melihat remaja memiliki hubungan dengan seorang duda. Banyak yang akan menyayangkan hal tersebut. Namun bagi Era, meskipun duda, Aksa adalah pria yang paling baik di dunia. Terlepas dari masa lalu yang kelam, Aksa adalah pria dewasa yang sangat mengerti dirinya.Saat Era dibingungkan dengan dua pilihan, ada Aksa yang membantunya. Pria itu selalu memiliki jawabanyangmasuk akaldantidak pernah membuatnya kecewa. Aksa dan logikanya membuat Era semakin jatuh cinta. Untuk pertama kalinya dia merasa seperti ini pada seorang pria. Sepertisekarang, Era berdiri di depan panti dengan senyuman lebar. Apalagi saat melihat mobil Aksa yang datang dari kejauhan. Hatinya seketika berbunga-bunga. Seperti rencana yang sudahmereka buat, Era dan Aksaakan mengunjungi panti bersama. Namun karena pekerjaan yang padat, Aksa terpaksa lembur dan meminta Era untuk datang terlebih dulu.Di dalam mobil, Aksa terse
Ciri menjadi dewasa adalah mampu mengambil keputusan dan mampu bertanggung jawab dengan keputusan yang diambil. Berat memang, tapi itu akan terjadi pada semua orang. Jika bisa, Era tidak ingin merasakan hal itu. Dia dilema di antara dua pilihan. Antara Aksa atau keluarganya?Era tersenyum saat melihat wajah Aksa diponselnya. Pria itu tampak serius dengan laptop di depannya.Pria itusudah berada di Singapura sekarang."Kamu kenapa?"tanya Aksa pada Era yang memilih untuk diam. Tidak biasanya gadis itu seperti ini."Nggak papa," jawab Era dengan tersenyum.Aksa melirik jam diruangannyadan kembali menatap Era, "Udah jam 10, kamu harus tidur."Era berdecak dan menggeleng, "Nggak mau.""Besok kamuujian, Ra."Era kembali menggeleng, "Nggak mau," ucapnya lirih. Mungkin hanya dirinya sendiri yang bisa mendengar suaranya."Kamu kenapa, hm?""Kak Aksa cintanggaksama aku?" tanya E
Dengan langkah pelan, Era mulai memasuki panti. Hari terakhirujiandiamemutuskan untuk datang ke tempat ini, tempat di mana dia habiskan seluruh masa kecilnya dengan limpahan kasih sayang dari Bu Asih. Kedatangan Era disambut bahagia oleh adik-adiknya. Dia tersenyum tapi tidak dengan hatinya, seolah banyak beban yang ia tanggung dan memaksa untuk segera dikeluarkan."Loh, kamudateng, Ra? Kok nggak kabarin Ibuk?" Bu Asih keluar dari dapur saat mendengar teriakan heboh dari anak-anakasuhnya."Ibuk," ucap Era sambil merentangkan kedua tangannya. Tanpa bisa dicegah air mata itumulaimengalir. Bu Asih yang bingung hanya bisa pasrah saat Era memeluknya erat. Dia tidak tahu apa yang terjadi pada Era."Kamu kenapa? Ada masalah di rumah?" tanya Bu Asih khawatir.Era menggeleng dan mulai menghapus air matanya. Dia memilih untuk duduk di sofauntukmenenangkan diri. Era butuh pencerahan sekarang. Dia tidak bisa
Waktu berlalu begitu cepat. Semua persiapan sudah Era lalukan sebelum pergi. Ini pertama kalinya dia keluar negeri dan bersyukur keluarganya mau membantunya. Tidak banyak barang yang dia bawa, mengingat jika di sana pun Era akan mengenakan pakaian baru. Hal itu dikarenakan musim yang berbeda.Selama beberapa hari menjelangkeberangkatannya, Era sering menghabiskan waktu bersama Aksa. Bukan hanya pria itu, tapi jugaBian. Era akan merindukan anak itunantinya.Bianterlihat sedih saat mendengar keputusannya, tapi saat Aksa menjelaskan tujuan Era,Bianmau menerimanya. Dia malah meminta Era untuk menjadi guru pribadinya nanti jika sudah kembali ke Indonesia.Bianmasih memeluk Era erat. Bibirnya yang maju membuktikan jikadiasedang kesal sekarang. Bahkan ucapan ayahnya ia abaikan. Telinganya seolah tertutup rapat dengan segala bentuk alasan."Bian,dengerinPapa."Bianmenutup telinganya dengan kedua
Suara alarm yang terdengar nyaring mulai mengganggu tidur Era. Dengan mata yang terpejam,dia meraih ponsel dan mematikan alarm-nya cepat. Saat akan kembali tidur,ponselnyakembali berbunyi. Kali ini bukan alarm, melainkan panggilan dari Ezra."Ezra! Lo sengaja ya?!" teriak Era dan mematikanponselnyacepat."Bangun, Nyet!" teriak Ezra dari luar kamar sambil menendang pintu.Dengan malas Era mulai bangkit dari tidurnya. Terlihat dengan jelas kantung mata di wajahnya. Dia hanya tidur tiga jam setelah menyelesaikan sketsa gambar untuk ayahnya. Ya, dia masih menekuni hobimenggambarnyahingga saat ini. Meskipun menggambar adalah kesukaannya, tapi Era tidak mengambil jurusan desain ataupun arsitek seperti ayahnya. Dia justru mengambil jurusan bisnis yang menurutnya memiliki peluang lebih luas. Setidaknya itu yang dia pikirkan dua tahun lalu. Ternyata jurusan bisnis tidak semudah yang ia kira."Bangun, Ra." Pintu terbu
Dua tahun berlalu, kehidupan Aksa masih sama. Dia seolah kembali ke masa lalu di mana ia masih sendiri. Namun kali ini rasanya begitu berat karena dia memiliki seseorang yang ia cintai. Berbeda dengan dulu yang meskipun Aksa sendiri tapi tidak ada beban rindu yang ia rasakan.Selama empat tahun menjalani hubungan jarak jauh dengan Era, Aksa merasa ada perubahan pada gadis itu, perubahan ke arah positif tentu saja. Meskipun Era semakin dewasa, baik secara fisik dan pemikiran tapi ada masanya gadis itu masih menangis di telepon karena sulitnya tugas kuliah yang ia kerjakan. Di saat seperti itu, Aksa ingin sekali memberi dukungan dan masukan secara langsung untuk Era. Namun ia tidak bisa karenakesibukannyadi sini. Bahkan bisa dihitung dengan jari berapa kali mereka bertemu dan itupun hanya berlangsung selama beberapa jam. Aksa juga harus diam-diam agar tidak ketahuan ayah Era. Jika tidak ingat ucapan Ezra tentang tes dari ayah Era, tentu Aksa memilih untu
Suara tukang sayur yang terdengar lantang membuat senyum Era merekah. Entah kenapa dia merindukan suara khas itu. Dia mengintip dari jendela kamarnya dan melihat sudah banyakibu-ibuyang tengah berbelanja sayur, termasuk ibunya. Sambil merapikankemejanya, Era kembali ke meja kerjanya untuk merapikan kertas-kertas gambar yang akan dia berikan pada ayahnya nanti.Seperti cita-citanya dulu, Era ingin membuatsebuahusaha bersama ayahnya. Setelah satu tahun bekerjakerasdi Inggris, akhirnya mereka bisa memiliki merek sendiri untuk furniture mereka. Meskipun masih merintis, tapi Era yakin jika mereka akan menjadi besar suatu saat nanti. Terbukti dari beberapa toko ternama yang mempercayaibrandmereka untuk ikut bersaing dengan merek lainnya."Ra!"panggilibunya."Ya, Ma?!" Era berteriak sambil membawa barang-barang yangiabutuhkan."Mau ikan atau cumi?" tanya ibunya. Sepertinya wanita