Karena sudah larut, Sinar lebih memilih untuk berbaring dan menemani anak-anaknya. Ia cukup pusing memikirkan alasan apa yang paling masuk akal memberitahu anak-anaknya tentang tidak ikutnya Bagas ke Jakarta.
Kalau untuk alasan kerja, Aksara jauh lebih peka dan teliti. Anak laki-laki itu memang selalu tahu apa yang dikerjakan ayahnya saat liburan. Ia tak langsung percaya pada sang bundanya mengenai sibuknya ayahnya di Bandung.
Melihat Aksara dan Aurora sudah terlelap, Sinar pun pelan-pelan beranjak dari ranjang dan mencoba mencari udara segar. Ternyata ia belum terbiasa berpisah dari Bagas terlepas seperti apa kelakuan suaminya itu.
"Kenapa belum tidur?" bahu Sinar ditepuk pelan oleh papanya. Ia merasa sangat bersalah karena rumah tangganya harus hancur dan digulung waktu.
"Tadi mau tidur, tapi kayaknya enggak bisa, Pa."
Papa-anak itu pun masih saling diam. Sinar tahu betul bagaimana perasaan papanya sekarang, betapa kecewa
Arya mencoba merapikan pita suaranya. Ia mana pernah berbicara pada anak-anak sebagai seorang ayah, nikah aja belum. Tapi demi si kembar, Arya akan mencoba menghibur Aurora dan Aksara menjadi ayah mereka semampunya."Halo, Ara dan Ra."Kebetulan Arya tau panggilan kesayangan Bagas untuk putra-putrinya, Sinar sudah memberikan ponselnya pada gadis kecil yang setiap hari menagih di mana keberadaan sang ayah yang tidak ikut mereka liburan.[Ayah!] suara Aurora otomatis membuat relung hati Arya tercubit. Tega dan bodoh sekali Bagas menghianati si little girl yang menggemaskan hanya demi goyangan sang pembantu. "Ayah lagi sibuk kerja, Ra. Maaf ya belum bisa datang," ia masih menekan tenggorokannya agar suara aslinya tak nampak di telepon. Mungkin Aurora saking kangennya dengan Bagas sampai tak peduli dengan suara yang biasa gadis kecil itu dengar.Beruntung sekali Aksara tidak menyerobot telepon dari Aurora, bocah laki-laki itu pasti
Satu hal yang diyakini Sinar, rumah tangganya akan diambang kehancuran, hanya tinggal menunggu waktu saja. Ia sudah sepasrah-pasrahnya karena bertahan pun percuma bukan?"Tahu gak, katanya kalau setelah bercerai kita bakalan makin laku. Makin banyaaak banget yang antri buat jadi pengganti, apalagi kamu menakjubkan Sinar, seperti namamu," puji Senja."Cantik saja nggak cukup, buktinya aku tetap diduain.""Jangan pesimis gitu dong! Lagian sekarang posisi kamu kan gantung, tapi orang tua Bagas kayaknya udah tahu kamu minggat. Biarin mereka ke sini, biar sekalian jelas. Kalau perlu kamu bawa pengacara kamu biar makin heboh!"Kalau soal tahu atau tidak, Sinar belum yakin pasti. Karena sampai sekarang ia sama sekali belum menghubungi Bagaskara, pria yang sudah merobek hatinya secara keseluruhan.Ia memikirkan kemungkinan paling buruk, salah satunya mental si kembar. Ia tak ingin Aurora dan Aksara punya kenangan pahit. Ah, kenapa rumah tanggan
Ingin rasanya Arya langsung terbang ke Jakarta sekarang juga dan menemui Aksara langsung, menjelaskan kepada bocah laki-laki itu bahwa ia sangat merindukan Aksara, Aurora dan tentu yang paling utama adalah bundanya."Aku harus jawab apa?" tanyanya lebih kepada diri sendiri.Gebby malahan ketawa dan malah menyeruput minumannya tanpa memberi saran kepada Arya. "Ya tinggal jawab aja, oke little boy, aku siap bantu kamu dan juga bunda. Salam buat bunda ya kangen gitu katanya."Arya langsung menyipitkan mata karena tahu kalau Gebby tengah menggodanya. "Jangan macem-macem deh Geb, aku bener-bener nggak tahu harus bilang apa. Dia itu masih kecil, masih piyik, aku takut kalau nanti balasanku malah membuatnya makin mikir yang nggak-nggak. Nanti dikira aku lagi yang ngomporin Aksara buat benci sama ayahnya.""Ayahnya kan emang patut dibenci, Ar. Ya meskipun status Bagas masih ayah, yang namanya salah harus tetap disalahkan, kan? Aksara itu anak yang pintar,
Kedatangan keluarga Bagas tentu saja tetap disambut keluarga Sinar dengan hangat. Meskipun sampai sekarang Sinar belum mengatakan sepatah kata pun."Jadi intinya anak saya sudah bertekad bulat untuk menceraikan anak anda, Pak Wira," tutur Mahesa. Jelas sekali guratan wajah yang tercetak dari wajahnya. Sejak tadi Aurora dan Aksara ditahan di taman belakang, tapi tentu saja Aurora memberontak dan teramat ingin bertemu dengan ayahnya. Isak tangis membuat Bagas terenyuh, ia pun sama rindunya dengan si kembar."Ayah di sini, sayang. Aurora mau minta digendong?" Bagas mendekat ke pintu menuju taman belakang. Semua orang fokus kepadanya dan Aurora.Beda lagi dengan Aksara yang diam seribu kata. Pikirannya sudah dipenuhi pertanyaan-pertanyaan yang ingin sekali ia tanyakan pada ayahnya. Ia pun baru mendengar kata cerai dan tak tahu apa maknanya.Suasana mendadak jadi lebih sunyi melihat sepasang ayah dan anak yang melepas rindu. Ja
"Om Arya! Ajarin main Subway Surfers!"Deg!Batin Bagas seakan tertusuk sampai ke palung hati. Baru kali ini Aksara tak menggubris panggilannya. Sudah sampai mana kedekatan si kembar dengan Arya? Apakah pria itu punya niat terselubung selain menjadi pengacaranya Sinar?Dengan hati-hati, Arya pun memilih memangku Aksara dan menjelaskan game yang sudah lama tak ia mainkan."Ara, dipanggil sama ayah kamu Nak,".ucap Laras. Sebagai nenek, ia pun merasa heran dengan kedekatan antara cucu dan si pengacara menantunya.Aksara menoleh sebentar, salim tangan dan tak berbicara apa pun. Bahkan Sinar juga ikutan heran dibuatnya. "Apakah begini caramu mendidik anak, Sinar? Cucu saya kenapa gak mau dekat-dekat sama ayahnya?" sebagai ibu, Laras sentimental dengan sikap songong Sinar."Ma-maksudnya cara yang bagaimana, Bu? Aksara hanya ingin belajar main game ponsel, Bu."Tatapan tak suka tersirat dari mata Laras. Ia
Keputusan bulat Sinar menjadi pertanyaan besar bagi keluarganya. Mereka masih menanyakan akan ke mana Sinar nanti setelah bercerai?"Untuk hal itu belum aku pikirkan, Pa. Aku pasti memilih yang terbaik, asal anak-anakku hidup nyaman. Soal pekerjaan aku akan cari solusinya."Mencari pekerjaan di masa pelik seperti ini memang tak semudah membalikkan kedua telapak tangan. Sebagai penata busana artis di agensi Victoria, Sinar sangat menyayangkan kalau harus keluar dari perusahaan besar itu."Tapi di luar keputusanmu, si kembar pun perlu adaptasi dengan lingkungan baru. Di masa-masa perkembangan mereka, rasa nyaman adalah yang terpenting, Sinar," sela Gebby.Diskusi kali ini begitu berat. Membiayai hidup si kembar memang tak sulit baginya, masalahnya adalah apakah Sinar sanggup hidup bertiga tanpa adanya sayap pelindung?"Mungkin kalau soal itu aku bakalan mencari jasa baby sitter, soalnya di Jakarta si kembar tak menyukai panasnya cuaca di sini.
Memiliki anak secerdas Aksara dan sekepo Aurora adalah tantangan tersendiri bagi Sinar. Pasalnya, setelah kepulangan sang ayah mereka yang tanpa alasan membuat Aurora menuding bahwa Aksara lah yang melakukan kesalahan, penyebab perginya sang ayah."Bunda, maksudnya aku mau punya bunda baru lagi apa?" Aurora tak berkedip beberapa detik menatap penuh pada Sinar.Sebagai seorang ibu yang ingin membangun mental untuk kedua anaknya, tentu Sinar tak ingin mereka terbebani hal itu sampai dewasa nanti."Sayang, kak Aksa hanya bercanda. Dia hanya menggodamu, sekarang tidur ya?"Tapi bukan Aurora namanya kalau tak bisa mendapatkan apa yang ia inginkan. Ia akan mengulik apa makna kata memiliki bunda baru."Mau ke mana?" tanya Aksara. Ia terbangun dan mengikuti ke mana adiknya pergi."Tanya sama kak Langit, bunda pelit ilmu sama Rora. Kakak juga! Nyebelin!" Aurora menjulurkan lidahnya dan langsung keluar."Hufft, susu
Setelah liburan si kembar usai dan cutinya dari kerja hampir mepet, Sinar memilih kembali ke Bandung. Ia sudah menyewa sebuah rumah dekat dengan sekolah si kembar dan bahkan menyewa baby sitter."Bun, rumah kita kenapa? Kok pulangnya ke sini? Gak ada kolam renangnya!" rengek Aurora.Gadis kecil itu memang menyukai kolam renang dan sangat ingin menikmati fasilitas yang ada di rumahnya dulu."Kamu itu loadingnya lama ya? Aku kan udah bilang, ayah sama bunda tuh berantem makannya gak serumah lagi," bela Aksara."Aksara, jangan berantem dengan adikmu. Aurora, jangan marah terus dong!"Pusing memang menghadapi si kembar yang selalu saja bertengkar sejak pisah rumah dengan Bagas. Untuk Aksara sendiri, bocah laki-laki itu sangat mengerti apa yang terjadi.Tapi si kembar yang satunya hanya menuntut ke mana perginya sang ayah."Sampai kapan pun aku gak mau serumah sama orang yang suka bohong, Bun!" rajuk Aksara. Ia