Elora tidak menyentuh makanannya sama sekali. Ia memperhatikan Javier yang menyantap makan malam dengan lahap seolah tidak ada kejadian mengerikan yang baru saja terjadi dalam hidup mereka. Seorang anggota kawanan memberi laporan kepada Caspian sesaat setelah Javier dan Zed kembali ke kastil. Dia mengatakan manusia-manusia serigala di pondok sudah dihabisi dan pengamanan di perbatasan wilayah telah diperketat.
“Kalau aku jadi kau, aku tidak akan terlalu memercayai anggota kawananku,” ucap Javier, setelah anggota kawanan Caspian meninggalkan ruang makan. Sekarang hanya ada Elora, Javier, Caspian, dan Zed.
“Apa mobilmu rusak? Bagaimana mereka bisa menculikmu?” tanya Elora.
“Apa di antara anggota kawanan ini ada seorang wanita berambut merah sebahu yang mengenakan kacamata?” Javier balik bertanya sembari menatap satu per satu wajah yang ada di situ.
Elora tersentak. “Kate? Ada apa dengannya?” Caspian dan Zed ta
Elora tahu tempat ini. Ia sudah mendatanginya ribuan kali melalui sepasang mata kecilnya dalam mimpi-mimpi malam tak berkesudahan. Itulah kenapa, ketika pertama kali ia muncul di sini saat telah dewasa, tempat ini terasa tak asing namun di saat bersamaan terasa samar. Padang rumput tanpa warna ini … Hëna selalu memanggilnya kemari. Membisikkan bahasa-bahasa yang hanya mereka berdua yang tahu.Sebagai bocah kecil, Elora mendekati Hëna tanpa perasaan apapun. Ia tidak takut, sedih, cemas, atau punya pemikiran negatif tentang sang dewi bulan di hadapannya. Satu kata yang selalu terlintas dalam pikiran Elora kecil adalah: cantik. Hëna sangat cantik. Dengan balutan warna perak, putih, dan cahaya seterang dan seanggun rembulan.Namun sekarang berbeda. Di mata Elora kini, Hëna seperti hantu. sepasang netranya menatap kosong pada Elora. Ekspresi wajahnya sedatar dan sehampa padang rumput di sekitar mereka. Hëna membuka mulutnya, mulut yang tipis
“Aku butuh bantuanmu.”“Kau masuk ke kamarku di malam hari, saat aku sedang tidur, dan mengatakan butuh bantuanku?” Aiden mengangkat penutup mata dari wajahnya dengan ibu jari dan mengerenyit tak senang pada Caspian. “Apa tidak bisa besok pagi? Aku lelah, Cas. Jadwal hari ini sangat padat.”“Aku hampir saja kehilangan Elora malam ini.”Aiden yang sudah memasang kembali penutup matanya dan berbaring menyamping, menjadi kaku dan kini menarik lepas penutup mata berwarna hitam itu. “Apa katamu?” Dia langsung duduk di kasur dan menyibakkan selimut.“Umm … sepertinya kau harus pakai baju dulu.” Caspian langsung memalingkan wajah, dan Aiden mendengus. “Lihat siapa yang merasa malu setelah menerobos masuk ke kamar orang lain.”Aiden bangun dan menyambar kimono sutra di kaki ranjang, lalu mengenakannya dan mengencangkan ikatnya. “Well, kau mau minta bantuan apa,
BRAK!Elora dan Javier terlonjak saat pintu membuka dengan keras. Mereka berbalik dan melihat Zed di ambang pintu. Buku harian Kate di tangannya, dan tangan yang lain memegang sebuah jurnal. “Hai,” sapanya, tidak menghiraukan wajah-wajah terkejut yang diakibatkan olehnya.“Kalian menemukan sesuatu?” tanya Zed riang. “Ohh … kalian tak bersama dengan Caspian?” tanyanya lagi sembari melihat ke sekeliling.“Bukankah dia sedang mencari tahu soal Kate bersamamu?” Elora balik bertanya.“Ohh ya, memang. Tapi kami mencari ke tempat yang berbeda. Caspian memintaku untuk menggeledah kamar Kate, mencari sesuatu yang mungkin bisa dijadikan petunjuk. Caspian sendiri pergi menginterogasi para penjaga perbatasan.”“Kau menemukan sesuatu di kamar Kate?”“Tidak.” Zed menggeleng, lalu meletakkan buku-buku yang dia bawa ke atas meja. “Tak banyak juga yang bisa digal
Butuh waktu yang lumayan lama sampai Javier berhasil menenangkan Elora. Javier menuntun Elora untuk berbaring, tetapi Elora melontarkan tatapan jijik pada ranjang. Benda itu kini mengingatkannya pada kejadian dua tahun yang lalu, yang sangat ingin ia lupakan. Akhirnya Javier membawa Elora ke sofa, dan menemaninya duduk di sana.“Apa kau yakin dia orangnya?” tanya Javier hati-hati, setelah menyodorkan segelas air putih pada Elora.Elora menenggak habis air itu lalu membanting gelas yang telah kosong ke atas meja. Tangannya terkepal erat di depan tubuh. “Aku tak akan pernah melupakan wajah itu.”Seseorang mengetuk pintu kamar Elora, dan Javier memandang Elora meminta persetujuan sebelum membuka pintu kamar. Elora mengangguk sembari merapatkan lutut ke dada dan memeluknya erat. Javier berjalan ke arah pintu dan membukanya. Sosok Zed muncul dari balik pintu, dia terlihat cemas.“Kau baik-baik saja?” tanya Zed. Dia kelihatan
Ini semua terjadi begitu cepat. Masalah-masalah dalam kawanannya, dan kenyataan bahwa sahabat baiknya ternyata adalah orang yang menghancurkan hidup kekasihnya ….Caspian masih tak percaya, bahkan saat Elora membanting pintu dan pergi dari hadapannya untuk selamanya, Caspian masih mencoba memahami semua ini. Tak pernah terbayangkan dalam hidupnya, Cooper bertingkah laku seperti itu. Apa yang ada di pikiran Cooper sehingga tega berlaku rendahan kepada wanita lain?Caspian bergeming di tempat. Ia menatap kosong pada ranjang, tempat di mana Elora merebahkan diri setiap malam. Lalu, Caspian mengerling arah pintu, pecahan-pecahan vas bunga dan gelas, serta bantal dan berbagai macam benda lain yang Elora lemparkan padanya tadi, berserakan di lantai.Sekarang, apa yang harus Caspian lakukan? Mungkin ia tak akan mengalami kerugian lain selain hatinya yang hancur berkeping-keping, jika pernikahan ini batal. Caspian hanya tinggal melanjutkan hidup, dan bersikap seo
“Tinggalkan aku sendiri.”“Tapi—“Elora memandang Javier selama beberapa detik. Tak ada minat dalam suaranya saat ia berbicara. “Aku ingin sendirian dulu.”“Setidaknya biarkan aku membantumu membereskan apartemen.”Mereka berdua menatap ke dalam apartemen. Semua masih sama seperti saat Elora meninggalkannya. Barang-barangnya berserakan di lantai, cermin pecah yang tergeletak di lorong depan kamar mandi, sofa yang tercabik. Elora menoleh ke arah pintu kaca yang menuju ke beranda, dan jantungnya tersentak ketika mengingat Caspian yang berdiri di sana seperti waktu itu. Sinar rembulan jatuh di sosoknya yang misterius.“Aku akan kembali membawa makanan,” kata Javier kemudian. Dia tahu Elora sudah tidak bisa dibujuk.“Terima kasih. Nanti malam saja kau kembali ke sini.”Javier mengangguk. Setelah meletakkan koper Elora di dekat pintu kamar, Javier pergi.E
Caspian berkendara seperti orang kesetanan setelah Elora tak kunjung menjawab panggilannya, dan ketika Caspian menelepon Javier, lelaki itu mengatakan bahwa dia meninggalkan Elora sendiri. Saat Caspian marah mendengar hal itu, Javier berkata, “Hey! Bukan aku yang berniat meninggalkannya! Dia bersikeras ingin sendiri saja!”Caspian memarkirkan mobilnya sembarangan di area parkir apartemen Elora. Ia bergegas menuju ke lantai dua dan mengetuk pintu apartemen Elora dengan terburu-buru. “Elora! Buka pintunya! Ini aku!”Tak ada jawaban. Bahkan Caspian tak mendengar ada pergerakan di dalam sana. Caspian mencoba mengetuk lagi, kali ini lebih keras. Bukannya Elora yang keluar, justru penghuni apartemen di seberang apartemen Elora yang membuka pintu. Seorang wanita tua yang berjalan menggunakan tongkat.“Dia tadi pergi bersama dengan lelaki berambut hitam,” ucapnya, setengah menggerutu. “Sebenarnya apa yang terjadi pada Elora akhi
Dingin. Gelap. Lembab. Aroma manis dan pahit yang samar.Elora membuka mata, tetapi ia tak mampu melihat apapun. Bau obat yang memabukkan masih menempel di hidungnya. Sesaat setelahnya ia baru menyadari jika seseorang telah menutup matanya dengan kain hitam.“Melihat dari caramu bergerak, sepertinya kau sudah sadar.” Suara yang familiar menyambutnya. Itu Zed. Elora bisa merasakan Zed berada di sampingnya. Napasnya menyapu pipi Elora.“Lepaskan aku,” kata Elora.Zed terkekeh. “Kenapa kau mengatakan hal yang tidak berguna seperti itu? Kau pikir aku akan melepaskanmu saat kau memintanya?”Elora meronta. Mereka mengikat tubuh Elora dengan tali ke kursi. Saat Zed menelusurkan jari ke pipi Elora, Elora memberontak dan merinding jijik. “Singkirkan tanganmu dariku,” desis Elora.“Jangan membuatku kesal, El. Sebentar lagi kita akan jadi suami istri.”Elora terkesiap. “Apa kau bi