Pernyataan Bu Winda sungguh menarik perhatian Ashley. Wanita cantik itu tentu saja sangat penasaran siapa tamu yang sudah datang lebih dulu dari jam acara tersebut di mulai. "Ya sudah, ayo kita masuk, Bu," ajak Ashley yang diikuti kepala pelayan. Langkah kedua wanita itu langsung masuk ke dalam rumah menuju kamar sang bayi. Siang itu, suasana di ruang tamu cukup ramai, namun di kamar Haneul, suasana terasa lebih tenang. Naura datang lebih awal dari yang lain untuk membantu mempersiapkan kedatangan pengantin yang akan segera datang dari kantor catatan sipil. Dengan senyum lebar, Naura menyambut Ashley, yang baru saja membuka pintu kamar bersama Haneul dan memeluknya erat. "Ashley, akhirnya kamu sampai juga!" kata Naura. Ashley terkesiap, sekaligus tidak menyangka dengan kehadiran Naura yang tidak terduga. Ia tau, jika Naura pasti akan sibuk bekerja, dan datang tepat nanti malam. Namun ternyata, dugaan sang mempelai salah besar. "Astaga, Nauraaa ...! Aku kirain siapa yang datan
Jam berlalu begitu cepat. Tepat saat pintu kamar Baby Neul terbuka, Hans tampak berada di ambang pintu sambil memandang teduh ke arah sang istri. "Ash, perias sedang menunggumu. Sudah waktunya kamu siap-siap," kata Hans menyampaikan. Ashley mengangguk, "Tunggu sebentar lagi aku ke sana," kemudian ia beralih pada Naura, "Ra, aku ganti baju dulu ya, sepertinya waktunya sebentar lagi." "Huum, Ash, lebih bagus kamu persiapan dari sekarang. Kamu pasti sangat cantik," balas Naura tersenyum sambil menggenggam tangan sang sahabat. "Titip Neul ya, Ra." Ashley langsung bangkit meninggalkan Naura dan Haneul di dalam kamar itu. Sementara ia dan Hans menuju kamar lain yang sudah terdapat beberapa orang untuk meriasnya dalam acara malam ini. Ashley sangat bersyukur Hans memang sangat perhatian dan menyayanginya. Namun, memang benar apa yang dikatakan Naura tadi, ia belum mengenal sejauh apa karakter suaminya itu. Beberapa saat proses perhiasan itu, wajah Ashley tampak berbeda. "Wah, Bu
Di sisi lain, Candra, yang menyadari ada ketegangan di antara Naomi dan Hans, segera mencoba mengalihkan topik pembicaraan agar suasana kembali tenang. "Mi, sini ikut papi!" ajak Chandra masuk ke dalam rumah. Melihat sang ayah sudah mengatasi kemarahan ibunya, Hans mengusap lengan Ashley. Ia merasa perlu memberikan sedikit penjelasan kepada wanita yang sudah melahirkannya. "Ash, aku tinggal sebentar ya. Aku gak akan lama kok," pamit Hans mengecup kening sang wanita tiba-tiba. Gerakan spontan ini sungguh membuat Ashley terkejut sesaat, kemudian kembali menyadarkan diri, "Hm, aku tunggu di sini," angguknya. Setelah mendapat jawaban sang istri, Hans berbalik badan, membawa langkahnya mengikuti kedua orang tua yang membutuhkan penjelasannya. Di dalam ruang lain ... "Jadi, kamu sengaja Hans, cuma ngasih undangan sama kami tanpa datang langsung? Kenapa gak bilang sama kami,
Beberapa menit sebelumnya ...Dengan pakaian pesta yang menonjol, ia menarik perhatian banyak orang. Gaun malam berwarna hitam yang menekankan lekuk tubuhnya membuatnya terlihat sangat seksi dan memikat. Sandra tahu dengan penampilannya itu, ia akan menarik perhatian, dan tak bisa disangkal, semua mata yang ada di acara itu tertuju padanya begitu ia melangkah masuk.Namun, kedatangannya tidak diterima begitu saja. Beberapa penjaga yang berada di pintu masuk memintanya menunjukkan undangan khusus. Mereka tidak mengenal wajahnya, dan dengan sopan, mereka meminta konfirmasi apakah ia benar-benar diundang."Permisi, Nona. Maaf, tapi kami memerlukan undangan khusus untuk memasuki acara ini." Penjaga itu berdiri tegak, menghalangi Sandra untuk masuk lebih jauh.Mendengar teguran penjaga, Sandra melirik tajam. Ia tersenyum sinis, sedikit mengejek, sambil mulai membuka tasnya, dan dengan santai mengeluarkan undangan yang terlihat resmi.
Meskipun namanya diteriakkan oleh sang sekretaris, Hans tetap mengikis jarak dengan sang istri, mengacuhkan panggilan itu. Ia tetap menghampiri sang istri yang sedang berdiri menyambut para tamu. Pesta pernikahan yang seharusnya menjadi hari yang penuh kebahagiaan bagi Hans dan Ashley kini mulai terasa tidak nyaman. Ketika Sandra muncul, segala ketenangan yang sebelumnya ada seakan rusak. Melihat sang suami yang semakin dekat padanya, Ashley merubah mimik wajahnya dengan tersenyum tipis, "Sudah selesai, Pak?" tanyanya. Tangan kekar Hans meraih pinggang ramping sang istri, kemudian semakin mendekatkan dirinya, mengecupnya sekilas. Entah, sejak keduanya resmi menikah, Hans selalu saja membuat kejutan kecil, contohnya ciuman singkat seperti ini. "Hmmm ..." jawab Hans mengangkat kedua alis menggoda. "Tenang saja semua sudah teratasi." Namun, perlakuan Hans tidak serta merta merubah ketakutan Ashley pada sosok Sandra. Bukan takut, melainkan kecemasan. Ashley merasa seperti terjeb
Pemandangan yang seharusnya membuat semua orang tersenyum melihatnya, namun tidak bagi Sandra. "Bagaimana bisa? Kapan mereka bertemu? Kapan mereka berkenalan?" Begitu banyak pertanyaan yang mengalir deras dalam pikiran Sandra. Ia mencoba mengatur nafas, tetapi rasa kebingungannya semakin kuat. Apa yang terjadi di balik layar yang tidak ia ketahui? Wanita itu terus melangkah penuh keyakinan menuju kedua mempelai berdiri. Bahwa, mantan kakak iparnya sekarang ada di samping pria pujaan hatinya selama ini. Sandra merasa seperti dikejutkan oleh petir begitu matanya tertumbuk pada sosok pengantin wanita yang ada di pelukan sang CEO. Ia tak bisa menahan diri, dan tatapan marah serta benci segera merayap di wajahnya. Semakin lama, jarak mereka semakin menipis. "Pak, selamat ya, atas pernikahan kalian berdua." Sandra menjabat tangan sang CEO memberi ucapan. Hans meresponnya
Sementara itu, Hans yang berada tak jauh dari mereka, memperhatikan dengan seksama. Tatapan mata Hans mengarah pada Sandra dan sang ibu.Meskipun ia merasa terkejut dan kesal melihatnya ada di sana, ia tidak bisa berbuat banyak. Ia tahu kalau dirinya mengusir Sandra atau mengkonfrontasinya, bisa saja situasi di pesta ini menjadi kacau. "Nggak, aku gak bisa berbuat kasar sekarang," gumam Hans menatap kesal.Maka, dengan enggan, Hans memilih untuk tetap berada di sisi Ashley, yang tampak sangat bahagia, dan juga tak melepaskan pandangan dari Baby Neul.Liam yang mengamati sekitar sejak tadi, mencoba ingin melakukan sesuatu. Tentu saja ia harus mengkonfirmasi dengan sang CEO lebih dulu. Maka, asisten itu mendekati Hans dengan merasa canggung."Saya mohon maaf, Pak. Sepertinya Sandra berhasil masuk ke acara ini tanpa izin. Saya tidak tahu bagaimana bisa kelolosan seperti ini," ucap sang asisten penuh penyesalan.Liam terlihat s
Melihat kemesraan Hans dan Ashley, kedua mata Sandra semakin memanas. Wanita itu tidak tahan dengan pemandangan yang membuat hatinya terasa sakit. Sandra melihat Hans dan Ashley yang sedang bersulang dengan menyilangkan tangan keduanya di hadapan para tamu undangan. Sontak hal itu mendapat tepuk tangan, serta semua mata terpesona dengan keromantisan mempelai pengantin. Belum lagi, ditambah ucapan sarkas dari gerombolan para karyawan yang sangat tidak cocok dengannya. Tangan Sandra terulur mengambil minuman di hadapannya, dan langsung menengak hingga tandas. "Brengsek kamu, Ash!" ucapnya dalam hati. Lantas Sandra bangkit dari duduknya. Saat ia bangkit, Winda dan Naura pun juga sempat memperhatikannya. "Bu Naomi, maaf, aku permisi ke toilet dulu," pamit Sandra membuat alibi. Padahal sejujurnya ia ingin segera pergi dari pesta yang menyebalkan itu. "Oh ya, Sandra. Itu toiletnya ada di sana?" tunjuk Naomi pada sisi samping rumah Hans, "atau Winda biar antar kamu, kalau kamu gak
Keheningan menyelimuti dalam kamar mereka. Hanya suara detak jam dinding yang terdengar, menyayat di antara jarak yang mendadak terasa jauh di antara Hans dan Ashley. Tatapan Ashley kini bukan hanya penasaran, tapi juga terluka. Ada sesuatu yang disembunyikan, dan nalurinya mengatakan Hans tidak sepenuhnya jujur.Hans menunduk, tak sanggup membalas tatapan itu. Ia sangat ingin melindungi Ashley, tapi kebenaran yang samar di pikirannya sendiri membuatnya ragu. Perasaan bersalah, bingung, dan takut bercampur jadi satu.“Kamu nyembunyiin sesuatu, kan, Ko?” tanya Ashley dengan suara bergetar“Ash … bukan kayak gitu.”Sang istri berusaha menahan air mata. “Kamu tahu betapa aku kehilan
Situasi dalam ruang keluarga itu semakin hening meski alunan musik Hans mengalun lembut. Namun, tetap saja tidak merubah hati dan perasaan Ashley yang sangat penasaran, mengapa suaminya bisa tahu dengan lagu yang ia dengarkan.Tatapan nanar dalam pelupuk mata yang berkaca-kaca itu ingin segera menemukan jawaban. “Ko …” gumamnya pelan.Hans yang tanpa sadar diperhatikan sang istri dengan tatapan asing pun menghentikan pergerakan jemarinya. “Kamu kenapa, Ash?”Pertanyaan Hans ternyata mampu menghilangkan lamunan Ashley yang kini menatap wajah tampan sang suami dengan terisak.“Kamu kenapa, Sayang?” Hans seketika bangkit dengan menggendong Baby Neul. Langkah kakinya menghampir
Di dalam rumah tangga Hans dan Ashley semakin harmonis meski dalam kehidupan pasangan suami istri itu kedatangan tamu yang sangat tidak diharapkan. Namun, kejadian kemarin tidak membuat Ashley menaruh curiga terhadap mantan istri dari sang suaminya tersebut.Pagi ini di dalam keluarga Hans, Ashley tengah menyibukkan diri sejak tadi di dapur hingga membuat pancake. Sementara Hans sedang bermain bersama sang putra yang kini sudah aktif bermain. Usia Baby Neul setara dengan perkembangan fisik anak sebayanya, namun untuk perkembangan otak anak laki-laki tampan itu sangat cepat tanggap.“Neul, mau apa buka kulkas?” tanya Ashley saat melihat kedatangan sang anak yang membuka lemari pendingin.Rasa ingin tahu sang anak semakin kuat saat ia berhasil membuka kotak p
Sementara Sisil yang tidak mendapatkan keinginannya saat di rumah Hans, wanita itu langsung keluar rumah dan melajukan mobilnya menuju diskotik. Kedatangannya kali ini benar-benar mengejutkan semua orang setelah kepergiannya secara sepihak sekian lalu lamanya.Kedatangannya kembali ke dalam kehidupan Hans, tentu saja tidak jauh dari niatnya ingin menyatu dengan mantan suami dan anaknya. “Sialan banget sih kamu Hans, baru juga aku tinggal beberapa bulan, kamu sudah punya wanita lain,” gerutunya sambil terus menginjak pedal gas.Setiba di Diskotik Eleven, dengan langkah penuh percaya diri, Sisil masuk ke dalam dengan rambut yang tergerai indah. Seolah ada rasa rindu terhadap tempat yang dulunya sering dikunjungi, wanita itu memilih salah satu bangku di sudut ruang tersebut.
Kedatangan Sisil di rumah Hans tentu saja membuat hati kecil Ashley penuh pertanyaan. Siapa wanita yang sempat memeluk suaminya itu? Namun, jangankan bertanya, ingin bernapas saja dadanya masih terasa sesak. Ashley sekuat tenaga menahan semua rasa itu demi sang suami.Tiba di lantai atas, Hans langsung membuka pintu kamar agar sang istri bisa masuk lebih dulu. Ia tidak ingin Ashley semakin kepikiran tentang Sisil, meskipun kenyataannya Ashley memang harus tau siapa Sisil sebenarnya.Keduanya melangkah lebih dalam masuk ke dalam kamar, kemudian Hans menutup pintu kamar rapat. Ada rasa campur aduk di dalam hati pria itu, apakah ini waktu yang tepat mengatakan semuanya pada sang istri?“Uhm … Ash?” panggil Hans tiba-tiba menghentikan langkah kaki sang wanita.
Ashley mengerutkan kening. Ia perlahan turun dari gendongan Hans, berdiri di samping suaminya yang masih mematung, menatap ke arah sosok asing yang berdiri di ruang tamu. "Siapa perempuan itu? Kenapa Ko Hans terlihat begitu tegang?" batin AshleyPerempuan itu tampak anggun, dengan senyum lebar yang seolah tidak menyadari keterkejutan yang mengisi udara di sekitar mereka. Rambutnya tergerai rapi, bibirnya dilukis merah muda, dan matanya bersinar—seolah kedatangannya adalah kabar baik.Belum sempat Ashley bertanya, perempuan itu tiba-tiba melangkah cepat dan langsung memeluk Hans begitu saja, tanpa ragu.Ashley tersentak. Ia berdiri terpaku, matanya membelalak. Dadanya sesak seketika, jantungnya berdegup keras. Sedetik tadi, malam terasa hangat. Kini, ia seperti dilempar ke dalam kolam es.Sementara Hans juga tampak terkejut. Tubuhnya menegang beberapa detik, sebelum akhirnya ia mendorong perempuan itu perlahan, menjauh dari dirinya.
Setelah makan sore yang hangat dan sederhana, Hans dan Ashley akhirnya memutuskan untuk pulang. Hari mulai gelap, dan suasana di antara mereka dipenuhi dengan kehangatan yang masih membekas dari obrolan-obrolan kecil selama makan tadi. Di dalam mobil, Ashley memegang kotak kecil berisi kalung itu erat-erat di pangkuannya. Jemarinya sesekali menyentuh liontin bintang di dalamnya, seolah memastikan hadiah itu nyata dan bukan sekadar khayalan."Aku masih nggak percaya kamu melakukan ini," katanya pelan, masih menatap kotak itu. “Kupikir kita cuma mau makan aja.”Hans melirik sekilas sambil tersenyum. "Kamu suka?" Ashley mengangguk, senyumnya melebar. "Iya, aku sangat suka."Beberapa saat mereka diam. Musik lembut mengisi keheningan, menemani pemandangan lampu-lampu jalan yang melintas perlahan di balik kaca jendela.Tidak lama kemudian, Hans menepikan mobil ke bahu jalan yang cukup sepi, lalu mematikan mesin.As
Sore harinya, dokter akhirnya masuk dengan senyum hangat di wajahnya. Setelah memeriksa hasil tes dan kondisi fisik Ashley, ia memberikan keputusan yang dinanti-nanti."Semua hasilnya baik. Tidak ada indikasi komplikasi. Jadi, Bu Ashley sudah boleh pulang sore ini, ya. Tapi tetap harus banyak istirahat di rumah."Ashley nyaris melompat dari tempat tidur kalau saja Hans tidak langsung menahan bahunya. Senyum lebarnya tidak luntur sedikit pun sejak dokter mengucapkan kata “boleh pulang.”“Terima kasih banyak, Dok!” ucap Ashley semangat.Hans mengangguk sopan. Setelah proses administrasi dan pengambilan obat selesai, mereka pun meninggalkan rumah sakit.Sepanjang perjalanan di dalam mobil, Ashley nyaris tak berhenti tersenyum. Ia duduk dengan tubuh condong ke depan, memeluk tas kecilnya, sementara pandangannya sesekali melongok keluar jendela.Hans yang menyetir di sebelahnya melirik beberapa kali, lalu tersenyum tipi
Pagi menjelang dengan langit yang perlahan berubah cerah, cahayanya menyusup masuk lewat tirai kamar rumah sakit. Ashley duduk di tepi ranjang, mengenakan sweater tipis dan celana panjang yang dibawakan Hans semalam. Rambutnya tergerai seadanya, luka di kepalanya sudah dibalut rapi. Meski nyut-nyutan masih terasa, wajahnya terlihat jauh lebih segar daripada malam sebelumnya.Hans mondar-mandir di kamar, membereskan tas kecil yang berisi barang-barang Ashley. Sesekali ia melirik istrinya, memastikan semuanya baik-baik saja.Ashley menggeser selimutnya pelan dan menurunkan kaki ke lantai. Dengan hati-hati, ia berdiri, lalu berjalan perlahan ke arah kamar mandi.Hans yang sedang membereskan tas langsung menghentikan gerakannya. “Mau ke mana?” tanyanya cepat.“Mau ke kamar mandi,” jawab Ashley tanpa menoleh.“Biar aku antar,” ucap Hans, sudah melangkah mendekat.Ashley menoleh sebentar. “Nggak usah, Ko. Aku bisa sendiri.”Ha