48Entah sampai berapa lama Alexander menghisap manisnya madu bibir Aira. Bahkan wanita itu hingga merasa hampir kehabisan napas. Apalagi tubuh tinggi besar itu juga menghimpitnya dengan posesif. Hingga saat merasa napasnya benar-benar akan habis, wanita itu mengerahkan seluruh tenaganya untuk mendorong dada sang lelaki agar menjauh darinya. Berhasil! Tautan bibir mereka terlepas. Dengan napas tersengal, Aira menatap nyalang lelaki berbibir basah yang menatapnya sayu. "Apa Anda sudah gila?" teriak Aira dengan napas masih tersengal dan mengusap kasar bibirnya. Ia tak peduli bahkan kalau Alister terbangun karena teriakannya. Alexander sudah benar-benar keterlaluan. "Ya, aku gila! Aku tergila-gila denganmu Aira Andriani! Kau yang membuatku gila! Tapi kau tidak peduli kegilaanku. Kau terus berpura-pura tidak tahu, dan dengan sengaja membuat hatiku terbakar. Maka jangan salahkan kalau aku menjadi gila!" Setelah mengatakan itu penuh penekanan, tanpa disangka Alexander mengulang perbuata
49Pagi hari Aira terbangun dengan tubuh lemas efek hanya tidur beberapa jam saja. Selebihnya, matanya tak dapat terpejam karena memikirkan banyak hal. Sakit hati dengan perlakuan Alexander. Ingin pergi sejauh mungkin, tetapi tak tega meninggalkan Alister yang masih sangat tergantung dengan dirinya. Belum lagi menjelaskan kepada Abi yang pasti melihat apa yang terjadi semalam. Aira takut sikap Abi akan berubah terhadap Raka setelah kejadian ini. Kasihan Raka kalau harus kehilangan sosok yang selama ini mencurahkan segenap perhatian dan kasih sayang padanya. Semua salah Alexander. Lelaki egois yang hanya mengedepankan napsu dan kekuasaannya sendiri. Entah sikap seperti apa yang pantas ia perlihatkan di depan Alexander nanti. Aira keluar kamar karena rasa haus dan lapar yang mendera. Di kamarnya memang tidak disediakan air minum karena ia jarang memakai kamar itu. Kesehariannya lebih banyak dihabiskan di kamar Alister. Matanya memicing begitu pintu kamar terbuka, terlihat sosok yan
50"Saya mau Tuan dipenjara!" desis Aira kesal. Alexander terhenyak. Matanya berkedip-kedip. Lelaki itu tidak menyangka Aira akan berkata seperti itu. Sebegitu marahkah wanita itu? "Kau ingin aku dipenjara untuk mempertanggung jawabkan perbuatan semalam?" tanya Alexander dengan mata memicing. "Ya!""Dan semua orang yang menggantungkan hidup padaku akan kelaparan?" Kini wajah Alexander yang terlihat sinis. Ditatapnya Aira yang kini terhenyak. Alexander mengedarkan pandangan ke seluruh penjuru dapur. Ia bukan tidak tahu kalau para pelayan sejak tadi mengintip dan menguping mereka. Lalu kembali menatap Aira yang masih terpaku di tempatnya. Wajah wanita itu terlihat tegang, dan di mata Alexander, itu terlihat lucu. "Apa kau tahu berapa banyak pelayan di sini? Yang kalau aku dipenjara akan kehilangan pekerjaan mereka dalam sekejap?" tanya lelaki itu lagi dengan senyum semakin sinis. "Aku akan memecat mereka semua karena kalau aku dipenjara, tidak akan sanggup lagi membayar mereka. J
51Aira terpana. Begitu juga dua babysitter, dan dua bayi di dalam yang bangun karena terganggu. Sungguh, suara Hasna sangat menggelegar. Wanita itu marah. Wajahnya bahkan memerah dengan matanya yang menatap nyalang. Selama bekerja, baru kali ini Aira melihat pekerja senior itu semarah ini. Kepada dirinya pula. Padahal Aira merasa tidak bersalah. Hanya bertanya. Apa pertanyaannya salah? Atau apa Hasna berada dalam masalah karena pertanyaannya? Apa benar yang dikatakan Hasna, kalau semua orang berada dalam masalah karena pembangkangannya selama ini? Abi, Hasna, mungkin juga dua babysitter. Aira memejamkan matanya. Kenapa begitu berat tugas seorang ibu susu seperti dirinya? Yang bila menolak perintah boss, ternyata bukan hanya dirinya dalam masalah, tetapi juga orang lain. ***Akhirnya, dengan berat hati Aira menuruti perintah Alexander menemaninya pergi ke pesta, padahal, tidak ada poin seperti itu dalam kontrak. Tidak ada pilihan. Daripada semua orang kena masalah. Hanya saja w
52Entah sudah berapa puluh kali Aira menarik napas panjang. Rasanya asupan oksigen selalu kurang. Dadanya selalu terasa penuh dengan sesuatu sejak tadi. Padahal, saat mampir di kamar hotel, ia melepas dulu gaunnya untuk menyusui dua bayi. Ya, kedua bayi dan babysitternya menunggu di salah satu kamar hotel yang sudah dipesan Alexander. Aira meninggalkan mereka setelah keduanya tertidur. Kini, di sini ia berada. Di dalam sebuah lift yang entah akan menuju ke mana. Yang pasti, ia hanya menuruti instruksi sang boss tanpa banyak bicara atau bertanya. Terlanjur basah. Walaupun sangat kaget bahkan hampir shock, karena ternyata ia harus menghadiri acara ulang tahun perusahaan Alexander. Terlebih harus berpura-pura jadi pendampingnya. Namun, Aira tak punya pilihan lain. Ia tak ingin bermasalah dengan lelaki egois, arogan, pemaksa, dan entah apa lagi gelar yang pantas disandang lelaki itu. Berkali-kali Aira meyakinkan dirinya, kalau ini hanya berpura-pura. Seperti perintah lelaki itu, ia c
53"Dia … ibu sambungnya Alister." Alexander terkekeh. Semua mata kini tertuju ke arah Aira seorang. Berbagai macam arti dari tatapan orang-orang itu dapat Aira tangkap. Ada yang menatap takjub, kagum, salut, biasa saja, bahkan tak sedikit yang menatap iri dan nyinyir, terlebih dari kaum Hawa yang mendampingi suami mereka, atau memang pemilik bisnisnya sendiri. Aira tidak peduli. Toh, tidak mengenal mereka semua. Ia tak ingin ambil pusing. Tetap memasang senyum manis seperti perintah awal Alexander. "Jadi, ini yang berhasil membuat Daddy Alister move on dari Mommy Al? Wah, selamat, ya.""Hebat, bisa menggeser posisi model terkenal di hati Daddy Alister, ya.""Tapi mending yang ini, sih. Keibuaan. Pasti pinter ngurus baby, eh, ngurus Daddy-nya juga.""Tapi, kok, jauh ya dibanding yang dulu."Berbagai komentar dilontarkan rekan-rekan atau siapa pun yang berkerumun di sana. Sekali lagi, Aira tidak peduli. Apa pun yang mereka ucapkan tidak akan mempengaruhi apa pun. Yang dilakukan Aira
54"Kemarilah …." Dengan senyum terus mengembang di wajahnya, Alexander mengulurkan tangan. Telapak tangannya terbuka dan mengarah ke atas, pertanda meminta tangan Aira datang padanya. Sungguh, hati wanita mana tidak akan meleleh bila yang dilakukan Alexander adalah tulus dari hatinya. Namun, sayangnya Aira tahu kalau Alexander melakukan itu semua hanya untuk pencintraan. Wanita itu yakin kalau Alexander mendengar obrolannya dengan wanita penghancur rumah tangganya dengan Randi. Karena itu sang boss ingin menolong dirinya dengan membuat cerita seolah-olah benar dirinya istri dari pemilik hajat ini. Untuk menekan mental wanita bernama Wita, yang mengira Aira pun sama seperti dirinya, seorang gundik. Aira akan mengikuti saja alur ceritanya. Sudah terlanjur nyemplung juga. Sekalian membuat wanita di sampingnya kelojotan. Siapa suruh menuduhnya gundik. Dengan sama tersenyum, Aira mengulurkan juga tangannya yang langsung ditangkap Alexander, digenggam dan dibimbing agar berjalan bersam
55"Memangnya ada gundik berkelas, Tuan? Apa menjadi gundik pun ada sekolahnya?"Mata Alexander melebar mendengar pertanyaan Aira. "Untuk apa bertanya hal seperti itu? Apa kau berminat ….""Amit-amit! Saya lebih baik mati!" potong Aira cepat, membuat Alexander membuang muka seraya mendengkus. Kedua tangannya bertolak di pinggang. "Ya sudah. Sebentar lagi ada pengawal mengantar baju untukmu. Aku akan kembali ke sana untuk penutupan acara." Lelaki itu keluar setelah menghubungi dulu seseorang. Meninggalkan Aira yang menatap punggung tegapnya yang hanya terbalut kemeja tanpa jas. Tak terasa tangan Aira meraba jas Alexander yang masih membelit pinggangnya. Lalu meremas jas itu dengan kuat. Dua babysitter yang sejak kedatangan Alexander membopong Aira sudah mengintip dan menguping, berlomba-lomba berlari mendekati Aira yang masih duduk dengan jas Alexander membelit pinggangnya. Aira yang sempat kaget dengan kedatangan dua gadis itu, hanya mendengkus kasar. Ia yakin kalau keduanya tadi