Kai menatap pantulan dirinya di cermin sambil tersenyum sendiri. Lalu ia masuk ke dalam bilik shower dan mandi dengan air dingin yang mengguyur seluruh tubuhnya dari ujung kepala.Senyuman Kai terus mengembang sambil menggigit bibir bawahnya, menampilkan sederet giginya yang rapi.Bukan tanpa alasan Kai sering tersenyum sendiri pagi ini. Hatinya terasa berbunga-bunga. Percintaan panasnya dengan Kira tadi malam di ruangan kerjanya, terus terngiang-ngiang di benak Kaisar. Jantung Kai selalu berdebar-debar setiap kali mengingatnya.Sial. Apa yang kulakukan?Aku kenapa?Senyuman Kai tiba-tiba lenyap kala ia sadar bahwa sejak tadi ia sering tersenyum sendiri seperti orang jatuh cinta.Apa aku sudah jatuh cinta pada Kira?Kai bertanya-tanya dalam hati sambil meraba-raba perasaannya.“Mas! Cepat! Aku juga mau mandi!” Seruan Kira dari luar sana membuyarkan lamunan Kai. Memang saat ini Kai mandi di kamar mandinya Kira. Semalam ia tidur di kamar istrinya itu.Sementara itu di luar sana, Kira te
“Kenapa?” tanya Kira saat Kai selesai mengakhiri panggilannya. Kira melihat ada kekhawatiran yang tergambar dalam sorot mata suaminya itu. Kai menatap Kira dengan tatapan campur aduk. “Kira…,” panggilnya dengan tenggorokan tercekat. “Ya, Mas?” “Kamu mau ikut bersamaku?” “Ke?” Kening Kira berkerut bingung. Kai mengusap wajahnya dengan gusar. “Barusan Violet yang telepon.” Oh. Kira seketika terdiam. Perasaan tak nyaman itu kembali menyelimuti hatinya saat Kai menyebut nama Violet dengan bibir tipisnya. “Katanya Luna sakit, aku harus segera ke sana. Kamu mau ikut?” tanya Kai sekali lagi, yang membuat Kira tertegun dan khawatir dalam waktu bersamaan. Kira sama sekali tidak menyangka bahwa Kai akan menanyakan hal itu padanya. Jika itu dulu, mungkin Kai akan langsung pergi begitu saja meninggalkannya. Kira dengan cepat mengangguk. “Aku ikut, Mas,” ucapnya pada akhirnya. “Aku juga khawatir sama Luna.” Helaan napas lega terdengar dari Kai. Pria itu menyelipkan helaian rambut Kira y
Julian baru saja tiba di rumah sakit saat ia melihat sebuah mobil yang ia kenali berhenti di depan lobi. Lalu, Kira dan Kai keluar dari mobil tersebut.Julian terkejut saat melihat Kira tengah menggendong seorang bayi. Tatapan Julian kemudian beralih ke arah Violet yang baru saja turun dari mobil beserta seorang wanita yang tak Julian kenali.Lantas rombongan kecil itu berlari ke ruangan UGD. Julian tidak tahu, siapa yang sakit. Tapi melihat Kai, Violet dan wanita muda tadi hanya menunggu di luar ruangan, membuat Julian yakin bahwa yang sakit kemungkinan besar adalah bayi dalam gendongan Kira.Siapa bayi itu?Julian bertanya-tanya dalam hati sambil menghampiri ruang tunggu UGD. Di sana ia melihat Violet menggenggam tangan Kai, tapi Kai malah menepisnya.Julian memperhatikan pemandangan itu dengan tatapan datar.Kira… malang sekali nasibnya, pikir Julian. Kira harus menahan rasa sakitnya seorang diri di tengah-tengah kehadiran Kai dan Violet.Tak lama, seorang dokter keluar dari ruanga
“Maaf, Mas, kalau soal itu aku butuh waktu buat bisa maafin kamu.”Kai tertegun sesaat sebelum berkata dengan tenggorokan tercekat. “Aku tahu. Dan aku… akan menunggumu. Aku akan terus menunggu sampai kamu bisa maafin aku.”Masalahnya, Kira tidak tahu kapan hatinya terbuka untuk memaafkan Kaisar atas kesalahan yang pria itu lakukan terhadap Aksa. Jika itu terhadap dirinya, Kira mungkin–hanya mungkin, akan memaafkan Kaisar. Namun, jika itu kesalahan terhadap Aksa, Kira tidak tahu akan seberapa lama hatinya tertutup.Melihat keterdiaman Kira, Kai pun kembali menarik tubuh wanita itu ke dalam pelukannya. Memeluknya dengan erat, seolah melepaskan sedikit saja Kai khawatir akan kehilangan Kira.“Oh ya, Mas, aku sudah bilang ke Mbak Lia kalau hari ini kemungkinan kamu akan ke kantor siang,” ujar Kira sambil mendongak menatap Kai, demi mengalihkan topik pembicaraan mereka, yang dibalas dengan anggukkan oleh suaminya itu.“Iya. Kita tunggu sekitar satu atau dua jam lagi. Setelah itu kita pergi
“Kamu sudah nggak cinta aku lagi? Kamu sudah mencintai Kira, makanya kamu lebih memilih dia dibanding aku yang sudah lebih dulu menemani kamu?”“Vi, Kira istriku!” bentak Kai pada akhirnya dengan raut muka mengeras. “Jangan lupakan kenyataan itu!”Bentakan Kai membuat Violet sempat berjengit kaget. Violet tidak menyangka bahwa pria yang dulu selalu lembut padanya itu kini tiba-tiba berubah kasar. Tangisan Violet semakin menjadi-jadi. Ia berharap, hati Kai akan luluh setelah melihat tangisannya.“Aku mohon, Kai,” lirih Violet pada akhirnya sambil menggenggam erat tangan Kaisar. “Aku mohon jangan tinggalkan aku. Aku nggak bisa hidup tanpa kamu….”Kai mengusap wajahnya kasar dengan tangan yang terbebas, lalu ia menatap Violet, kini tak ada lagi tatapan penuh cinta yang tergambar dalam sorot mata pria itu.“Maafkan aku, Vi.” Kai perlahan melepaskan tangannya dari genggaman Violet. “Aku harus memilih salah satu di antara kalian. Dan aku sudah memutuskan untuk memilih Kira, istriku. Maafkan
Kira tengah merapikan meja kerjanya saat kedua tangan seseorang melingkari pinggangnya dari belakang, memeluknya.Sontak, Kira terkesiap. Berkas yang tengah digenggamnya seketika melayang ke arah kepala orang yang memeluknya itu.“Argh! Sakit, Kira,” erangnya sambil melepaskan pelukannya.Kira menoleh ke belakang. Saat itu juga matanya terbelalak kala melihat orang itu adalah Kaisar.“Tuan! Astaga… Anda nggak kenapa-napa?”“Nggak kenapa-napa gimana? Kepalaku sakit,” desis Kai sembari memegangi pelipisnya yang barusan dipukul berkas oleh Kira.“Ya Tuhan, pelipis Anda berdarah!” Kira menutupi mulutnya yang ternganga.Mata Kai membulat. “Berdarah?”Kira mengangguk cepat. Ia menggigit bibir bawahnya dengan perasaan bersalah. Apalagi Kira ingat seberapa kuat ia memukuli kepala Kai barusan. Mungkin pelipis Kai yang berdarah itu karena terkena ujung berkas tersebut.Kira lalu membawa Kai duduk di sofa. “Tunggu di sini sebentar, saya akan mengambil obat,” ucapnya profesional, sebelum kemudian
“.... Dan aku ingin memulainya dengan mengumumkan bahwa istri yang selama ini aku sembunyikan itu kamu.” Kira tertegun mendengarnya. Ia menunduk, menatap tangannya yang ada dalam genggaman Kaisar. Genggaman itu terasa hangat. Kehangatannya mengalir hingga ke hati Kira. “Gimana caranya, Mas?” tanya Kira pada akhirnya dengan tenggorokan tercekat. “Aku mengumumkan kalau kamu istriku?” Kira mengangguk, menatap Kaisar dengan penasaran. Kai menarik sudut-sudut bibirnya ke atas, membentuk senyuman samar. Ia melirik Kira dan mengeratkan genggamannya. “Rahasia. Itu biar jadi urusanku. Aku ingin memberikan kejutan untukmu.” Sebuah senyuman kecil terukir di bibir Kira, senyuman yang sempat membuat Kai tertegun sesaat. “Baiklah. Aku menunggu kejutan itu.” Kai berdehem keras, mendadak merasa gerah setelah melihat senyuman Kira barusan. Senyuman kecil itu terlalu menggoda, terlalu memikat hati. Dan Kai tidak suka saat Kira menunjukkan senyuman itu pada lelaki lain. Apalagi Julian. Sia
“Aku… mau tidur di sini lagi,” ucap Kai malam itu sembari mengusap tengkuknya dan tersenyum samar.Kira yang berdiri di depan pintu kamarnya yang terbuka, menatap Kai dengan tatapan tidak percaya. “Mas, kamu hampir setiap malam tidur di kamar aku.”“Kenapa memangnya? Nggak boleh aku tidur di kamar istriku sendiri?” Kai bertanya dengan satu tangan menahan pintu agar Kira tidak menutup pintu itu.Kira mengembuskan napas panjang. Sejujurnya bukannya ia tidak suka atau tidak boleh Kai tidur di kamarnya. Hanya saja, setiap kali dekat dengan Kai, jantung Kira selalu terasa tidak baik-baik saja.Namun, belum sempat Kira menjawab, Kai sudah nyelonong masuk begitu saja. Kira tidak bisa melarang atau mengusirnya kalau sudah begitu. Terpaksa Kira menutup pintu, lalu menatap kesal ke arah Kai yang sudah tidur di atas kasurnya.Kira berusaha menghiraukan kehadiran Kai, ia kembali melakukan aktifitasnya–mengeringkan rambut basahnya yang sempat tertunda
Kai berjalan mondar-mandir di bawah tangga. Sesekali mengusap tengkuk. Sesekali menghela napas resah seraya menatap pintu kamar Kira di lantai dua.Sejak kemarin sore, Kira tidak keluar kamar selain hanya untuk makan. Itupun saat makan bersama, Kira tidak banyak bicara. Kira hanya bersuara ketika Kai bertanya, membuat Kai dirundung perasaan gelisah.“Astaga… apa yang harus kulakukan?” erang Kai sembari meraup wajahnya dengan kedua tangan, lalu menghela napas kasar.Kai lalu duduk di sofa dengan kedua siku bertumpu di lutut, sementara jari jemarinya saling bertaut di bawah dagu.Ia tengah berusaha meraba-raba perasaannya. Sebenarnya bagaimana perasaannya terhadap Kira dan Violet? Siapa yang kini lebih ia cintai?Jika itu dulu, setiap kali bersama Violet, ada perasaan senang yang menyelimuti hati. Namun sekarang, ia merasa lebih tenang dan nyaman ketika sedang bersama Kira. Sudah tidak ada lagi debar untuk Violet setiap kali mereka bersama.‘Apa perasaanku untuk Violet sudah hilang?’ ba
Kai menatap kepergian Kira dengan rahang mengeras. Ia berbalik menatap ibunya. “Mami sudah keterlaluan,” ucapnya, dingin. Tanpa sempat menunggu tanggapan dari sang ibu, saat itu juga Kai pergi menyusul Kira. Dengan langkah setengah berlari ia keluar dari rumah Violet, membiarkan pintu di belakangnya terbuka tanpa sempat menutupnya. Kai menyapukan pandangannya ke sekeliling jalanan komplek, ia menemukan Kira yang sedang berjalan cepat di hadapannya. Bergegas Kai menghampiri wanita itu. “Kira, tunggu…!” seru Kai sambil berlari. Namun, Kira seolah tidak memedulikan seruan Kai. Kira terus saja melangkah tanpa menoleh ke belakang. “Kira….” Kai akhirnya berhasil meraih tangan Kira, membuat langkah kaki wanita itu seketika terhenti. Lalu Kai memutar tubuh Kira dan ia tertegun kala melihat mata Kira yang berkaca-kaca. “Kira, maafkan aku,” gumam Kai dengan tenggorokan tercekat. Kira membuang muka, berul
Seorang wanita paruh baya dengan penampilan elegan tengah duduk di sofa ruang tamu. Kai langsung mengernyit, langkahnya terhenti seketika. Tangannya yang menggenggam tangan Kira mengencang tanpa sadar.Sementara Kira… hanya diam mematung dengan ekspresi terkejut yang berusaha ia sembunyikan. Kira menatap wanita itu dan Violet–yang duduk saling berhadapan, dengan tatapan penuh kebingungan dan keterkejutan.“Mami,” gumam Kai nyaris tak percaya dengan apa yang ia lihat. “Kenapa Mami ada di sini?”Ya, wanita paruh baya itu adalah Grace.Grace tersenyum tipis. Namun, itu bukan senyuman hangat. Melainkan senyuman yang seolah menyimpan sesuatu.“Kebetulan sekali kalian datang,” kata Grace dengan tenang. Ia sama sekali tidak melirik Kira. “Ada yang ingin Mami bicarakan sama kamu, Kai.”Kai melirik Violet yang tampak seperti habis menangis. Violet seketika memalingkan wajahnya dari Kai. Tatapan Kai lalu tertuju pada Kira yang masih terdiam.“Ayo, kita duduk,” ucap Kai pada Kira.Kira menganggu
“Mana kopiku?” bisik Kai di dekat telinga Kira sambil memeluk Kira dari belakang. Kira sempat terkesiap sesaat, sebelum akhirnya ia sedikit menelengkan kepala agar bisa menatap suaminya. “Sebentar lagi selesai, Mas,” kata Kira sambil menunjuk mesin pembuat kopi yang sedang bekerja. Kai tersenyum kecil, lalu menaruh dagu di pundak Kira sambil memperhatikan mesin kopi dengan saksama. Seharian ini Kai diam di rumah, ia lebih banyak menghabiskan waktu bersama Kira. Dan ternyata berinteraksi dengan Kira tanpa adanya ketegangan, terasa begitu menyenangkan dan menenangkan. Jika itu dulu, setiap kali libur kerja, Kai lebih memilih menyibukkan diri di ruangan kerjanya atau pergi bersama Violet. Namun hari ini berbeda. Sejak bangun pagi tadi, Kai belum melepaskan Kira dari pandangannya. Bahkan ketika Kira turun ke dapur untuk membuat sarapan, Kai tetap mengikutinya seperti bayangan yang enggan berpisah. Saat Kira pergi ke perpustakaan di rumahnya untuk membaca buku, Kai mengikutinya dan pu
Hal pertama yang Kira dapati saat ia membuka mata pagi itu adalah wajah Kaisar. Napas hangat Kai menerpa wajah Kira. Pelukan eratnya membuat Kira terkungkung dan sulit bergerak. ‘Kenapa jantungku selalu berdebar-debar?’ batin Kira seraya memandangi wajah Kai dengan tatapan dalam. Kira tidak tahu perasaan apa yang tengah ia rasakan saat ini. Yang jelas, perasaan itu terasa asing tapi menyenangkan. Dan entah sejak kapan memandangi wajah suaminya terasa begitu menenangkan. Tangan kanan Kira terangkat, ia menyapukan jemarinya dengan gerakan seringan kapas di pipi Kai yang ditumbuhi rambut-rambut halus. Kira tersenyum kecil saat mengingat bagaimana tegasnya wajah Kai ketika mengumumkan status pernikahan mereka tadi malam. “Terima kasih,” bisik Kira nyaris tak terdengar. Jemari Kira kini bergerak ke hidung tinggi Kaisar, lalu berakhir di bibir tipis yang semalam memagutnya habis-habisan. Mengingat apa yang Kai lakukan di lantai dansa, dan di kamar ini tadi malam, pipi Kira seketika m
Selama acara berlangsung, Kai benar-benar tidak melepaskan Kira dari genggamannya.Lelaki itu selalu membawa Kira ke manapun ia pergi. Kai menyapa para kolega yang datang, dan Kira selalu menemaninya.Hampir semua yang mereka temui memuji kecantikan Kira, dan hal itu membuat Kai semakin merangkul Kira dengan posesif.Apalagi saat Kai bertemu dengan Julian, ia semakin protektif pada Kira.Sementara itu, para wanita banyak yang menatap iri pada Kira, sebab Kira bisa menjadi pendamping seorang Kaisar yang digilai banyak wanita.Julian yang sedang menatap Kira dan Kai dari kejauhan, hanya tersenyum samar. Ia tak menyangka bahwa malam ini Kai akan membuat semua orang terkejut dengan pengakuannya tadi.“Kai… kurasa kamu benar-benar sudah berubah,” gumam Julian sebelum menyesap minumannya. “Tapi aku nggak akan tinggal diam kalau kamu sampai menyakitinya lagi.”“Pak Julian?” Seseorang menyapa Julian, membuat Julian sontak mengalihkan tatapannya ke arah kenalannya itu. Dan seketika Julian pun
Meski kepercayaan dirinya merosot, Kira tetap menegakkan kepalanya, tersenyum ramah pada kedua mertuanya yang masih ternganga melihat kedatangannya.“Selamat malam, Mi, Pi,” sapa Kai, “terima kasih sudah datang.”Ameer Milard–ayah Kai, yang tengah duduk menyesap minumannya hanya mengangguk.“Selamat malam, Kai, buat anak Mami satu-satunya ini nggak mungkin kami nggak datang.” Grace keluar dari ketersimaannya, lalu tersenyum sebelum memeluk Kai.Kai dengan terpaksa melepaskan tangan dari pinggang Kira demi memeluk sang ibu.“Kenapa kamu membawa Kira?” bisik Grace.Kai melepaskan pelukannya, lalu kembali merangkul Kira sambil tersenyum samar. “Kira istriku, Mi. Aku nggak mungkin meninggalkan dia sendirian di rumah.”Grace terkejut mendengarnya. Tadinya ia akan mengabaikan Kira, tapi karena ada kamera wartawan yang tengah menyorot mereka, Grace pun menyunggingkan senyuman lalu memeluk Kira.Kira yang menyadari bahw
“Kamu cantik sekali,” puji Kai untuk ke sekian kalinya malam itu.Ugh! Kira mengipasi pipinya yang mendadak panas. Entah mengapa setiap pujian yang keluar dari mulut Kai selalu membuat pipinya memanas dan jantungnya berdebar-debar. Padahal Kira ingat, lelaki itulah yang dulu memperlakukannya dengan dingin dan kejam.“Mas, berhenti memuji aku terus. Kamu terlalu berlebihan,” elak Kira.“Aku nggak berlebihan, Kira,” sanggah Kaisar seraya menatap Kira dengan tatapan sulit diartikan. “Bahkan, kata-kata cantik saja sama sekali nggak bisa mewakili kecantikan kamu.”Kira seketika mengalihkan pandangannya ke luar jendela, demi menyembunyikan wajahnya yang pasti sudah semerah tomat sekarang.Melihat ekspresi Kira, Kai terkekeh kecil. Tangannya terulur, meraih tangan Kira dan menggenggamnya. Jari jemari panjangnya mengisi sela-sela jari Kira yang lentik.Sementara itu sopir tak berani mencuri-curi pandang melalui kaca spion, ia berusaha menulikan telinga karena sejak tadi majikannya itu terus m
Hari Sabtu siang, Kira baru saja selesai menyusui Luna, sebab sore ini ia tidak bisa menyusui bayi itu jadi jadwalnya dimajukan ke siang. Sore ini Kira akan menghadiri acara ulang tahun Milard Corp yang ke-50.“Sudah selesai?” bisik Kai yang duduk di belakang Kira, ia menaruh dagunya di bahu Kira dengan tatapan tertuju pada Luna yang tampak anteng di pelukan wanita itu.“Sudah, Mas. Luna kayaknya sudah kenyang.” Kira tersenyum menatap Luna, ibu jarinya menjawil pipi anak itu dengan gemas. Luna menggeliatkan tangannya ke atas sambil menguap.“Boleh aku gendong dia?”“Tentu saja. Kamu ayahnya.” Kira berdecak lidah sambil menoleh ke arah Kaisar.Kira memutar tubuhnya menghadap sang suami, lalu ia menyerahkan Luna ke pangkuan lelaki itu.Kai menerima Luna dengan hati-hati seolah tidak ingin menyakitinya. Tubuh gempal Luna tenggelam dalam pelukan sang ayah. Kai berdiri sambil meninabobokan putrinya.Pemandangan itu membuat hati Kira tiba-tiba diserang perasaan nyeri yang sulit ia jabarkan