Vonis Mandul Dari Mertuaku

Vonis Mandul Dari Mertuaku

last updateTerakhir Diperbarui : 2025-10-10
Oleh:  SkynarioBaru saja diperbarui
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
Belum ada penilaian
45Bab
250Dibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi

Selain diberi label sebagai ‘Menantu yang dipungut’ karena status sosialnya, penderitaan Calluna diperparah dengan sikap sang mertua saat Calluna tidak bisa memberikan keturunan untuk Keluarga Dewandaru. Suami Calluna yang seharusnya berpihak padanya, justru ikut andil dalam menindasnya. Calluna tidak kuasa lagi menahan tekanan dari Keluarga Dewandaru, dan dia harus mengambil keputusan besar dalam hidupnya setelah sekian lama membiarkan dirinya terbelenggu. Hanya ada dua pilihan, kembali ke kehidupannya di masa lalu, atau bertahan dalam penderitaan. Hingga suatu malam, di tengah kegalauannya, seorang pria tiba-tiba mengulurkan tangannya di atas kepala Calluna di tengah rintik hujan dan tangisnya. Sosok asing berseragam tentara lusuh itu menatapnya dingin seraya berkata : “Ceraikan dia, dan menikahlah denganku!”

Lihat lebih banyak

Bab 1

Bab 1 - Direndahkan Mertua

“Sudah aku katakan sejak lama, istrimu ini mandul. Kamu masih keras kepala membelanya.”

Ruangan itu cukup luas untuk menggemakan suara seorang wanita paruh baya yang duduk di ujung meja makan. Tatapannya tajam, memandang sinis pada sang menantu di kursi sebelah kanannya.

“Kalau dulu kamu menikah dengan Diva, mungkin aku sudah memiliki dua cucu!” ucap Nyonya Mahestri penuh desakan dalam kalimatnya.

“Bu, Ibu tahu seberapa besar usahaku untuk memberimu cucu, tapi … ,” Sakha, putranya menyahut. Dia bicara pada Nyonya Mahestri tapi lirikannya tajam tertuju pada Calluna.

“Mungkin benar apa yang tertulis di dalam hasil tes hari ini.”

“Apa kamu akhirnya sadar kalau istrimu ini mandul?” Nyonya Mahestri menekankan lagi. “Kita sudah melakukan semua pemeriksaan dengan baik, Dokter Juna juga temanku sejak SMA. Aku kenal baik dengannya dan dia memiliki reputasi sangat baik. Tidak mungkin dia melakukan kesalahan.”

Di tengah perbincangan ibu dan anak itu, Calluna duduk sambil menenggelamkan wajahnya semakin dalam. Secarik kertas di tangan perlahan diremas. Isi catatan medis di lembaran kertas itu masih sama dengan hasil tiga bulan lalu. Kemandulan.

Satu kata yang selalu membuat Calluna tertekan setiap kali pulang ke rumah dan sang mertua memberikannya secarik kertas keramat itu. Tanpa mengangkat kepala pun Calluna tahu bahwa dirinya kini sedang menjadi sorotan untuk sang mertua, dan pria tinggi dengan senyum sinis di wajah yang duduk tepat di seberang kursi makannya.

Dua orang itu tak bisa disebut sebagai musuh meski kata-katanya berhasil mengguncang hebat mental Calluna selama ini, sebab, mereka adalah ibu mertua dan suami Calluna sendiri. Orang-orang seakan tidak pernah bosan mendesaknya melahirkan keturunan Keluarga Dewandaru.

“Aku sudah sering memberi peringatan pada Calluna untuk menjaga pola makan dan memperhatikan kesehatan rahimnya. Tapi, dia terlalu keras kepala. Jadi, jangan hanya salahkan aku seorang, Bu.” Itu suara Sakha . Tegas, tapi dia memposisikan dirinya sebagai korban, tak terima disalahkan meski kenyataannya, melahirkan penerus Keluarga Dewandaru adalah bagian dari campur tangannya.

Kini sorot mata dua orang itu semakin intens, terasa membakar tubuh Calluna yang duduk diam tanpa kata.

“Kenapa kamu diam saja, Calluna? Perjelas saja jika kau memang mandul.” Nyonya Mahestri berkata lagi.

Ucapannya yang setajam belati kontras dengan penampilan anggunnya hari ini. Bahkan paruh baya itu hanya diam di rumah, melakukan apapun sesukanya, termasuk menghabiskan uang warisan dan penghasilan dari usaha mendiang sang suami.

“Aku yakin hanya belum waktunya saja. Tidak ada yang mandul diantara aku ataupun Sakha, Bu,” balas Calluna setelah sekian lama terdiam.

“Kalau memang begitu, mengapa hasil tes kesehatan itu selalu tertulis kemandulan, Calluna?!” Nyonya Mahestri menghela napas kasar, amarahnya sudah memuncak hingga ke ubun-ubun.

Beban di pundak Calluna semakin berat. Bagi sebagian orang, usia pernikahan tiga tahun masih terbilang muda untuk pasangan suami istri baru seperti Calluna dan Sakha . Tapi, tidak demikian untuk Mahestri. Wanita yang mengenakan dres putih polos model V-neck itu mencebik sinis. Dia menatap sang menantu layaknya seorang musuh.

“Kamu tahu, Calluna. Aku adalah pengusaha terkaya di desa ini, mau ditaruh mana wajahku tiap kali para kolega dan para tetangga kelas bawah itu bertanya kapan aku memiliki cucu?” Suara Nyonya Mahestri semakin keras. Sedikit bergetar seakan itu adalah luka paling dalam yang dia miliki.

“Ini semua salahmu, Calluna. Kamu terlalu gila bekerja. Di luar sana kau bisa mengurus anak-anak dari kalangan rendah tapi untukku, bahkan satu anak pun tidak bisa kamu berikan,” kata Sakha menimpali .

Calluna, di sudut matanya air mata sudah menganak sungai. Dadanya berdenyut pelan, nyeri seperti reaksi habis ditikam oleh benda tajam. Calluna tahu ada reputasi yang dipertaruhkan, tapi dia juga tahu dia hanya manusia biasa. Sebelah tangannya mengepal semakin kuat. Tekanan rumah tangga ini kian hari membuat Calluna hampir gila.

Bersama dengan sisa energi yang dia miliki saat ini, perlahan Calluna mengangkat pandangannya. Membalas tatapan sengit suami dan ibu mertuanya kemudian berkata lirih pun tajam.

“Apakah kalian pikir aku ini mesin pembuat anak?” sahut Calluna tenang, tapi kalimatnya menghunus. Tatapannya menyiratkan luka mendalam di balik gestur tegar yang dia tunjukkan. “Memiliki anak bukan hanya tugasku seorang diri. Kenapa kalian hanya mendesakku tanpa berkaca?”

Di tempatnya, Nyonya Mahestri menurunkan pandangan sekilas pada gelas teh di depannya. Nampak acuh, menutup telinganya dari semua ucapan Calluna.

Calluna beralih pada sang suami. Pria itu masih duduk santai, bersandar pada punggung kursi yang terbuat dari bahan kulit premium. “Kamu tahu seberapa keras aku menjaga kesehatan rahimku. Mengikuti semua aturan yang kau buat tapi kamu sendiri tidak bisa dipercaya. Kamu pikir aku tidak tahu kalau kamu mi—”

“Calluna!” sela Nyonya Mahestri. Di balik sikap tenangnya, suaranya berhasil membuat ucapan Calluna menggantung di tengah kehampaan udara. “Tanggung jawab seorang wanita itu berat, dan melahirkan anak adalah tugas seorang istri. Kalau Sakha sudah memberikan benihnya di rahimmu, tapi kamu gagal memberikan cucu, apa itu masih salah Sakha ? Harusnya kamu yang berkaca, seberapa baik kualitasmu sebagai seorang istri!”

Kalimat itu berhasil menampar Calluna dengan tangan tak kasat mata. Lidahnya kelu, mendadak mulutnya kehilangan kemampuan untuk bicara. Pada akhirnya dia hanya bisa membalas kalimat menyakitkan itu dengan tatapan pilu.

Nyonya Mahestri berdiri, memandang rendah pada Calluna yang masih di tempatnya. “Seharusnya kamu sadar diri, Calluna. Dengan Sakha menikahimu, kini kamu menjadi seorang nyonya besar. Apa sulitnya kamu membalas budi kami dengan memberikan Sakha keturunan?!”

Calluna menggeleng lemah. Dia berdiri di atas kakinya yang semakin lemas. Mulai kembali buka suara, nadanya bergetar. “Bu, kumohon berhenti hanya melihat dari satu sisi saja. Selama tiga tahun ini aku juga berjuang untuk hamil. Semua aturan yang kalian buat aku turuti. Pola makan, pola tidur, bahkan aku dengan senang hati membiarkan tubuhku dijamah Sakha setiap hari, setiap jam hanya demi memberimu cucu.” Calluna menjeda.

“Bahkan Sakha tidak peduli jika tubuhku kesakitan atau merasa tak nyaman tiap kali kami selesai berhubungan badan. Semuanya aku telan sendiri. Tidak bisakah Ibu menghargai usahaku sedikit saja?” tutur Calluna. Semua keluhnya dia tumpahkan di hadapan Nyonya Mahestri dan Sakha tapi dua orang itu terlihat acuh tak acuh.

“Dengar, Calluna.” Nyonya Mahestri menyahut, menghela napas jengah. “Aku sudah memberimu waktu tiga tahun untuk memberiku cucu. Jika kamu memang tidak sanggup, katakan saja. Aku bisa mencari cara lain yang lebih ampuh.”

Mata Calluna memicing. “Apa maksudmu, Bu?”

Lirikan sinis Nyonya Mahestri mengandung banyak arti. Wajahnya dihiasi oleh senyum licik. “Putraku masih sangat muda. Alih-alih berharap kau memberinya keturunan di saat usiamu yang semakin matang. Lebih baik aku mencari cara lain agar Sakha mendapatkan keturunan.”

Ketegangan di ruangan itu semakin pekat. Dengan jantung berdebar kencang, Calluna menunggu sang mertua selesai dengan ucapannya. Berharap apa yang akan terucap bukanlah sebuah keputusan yang akan menyakitinya untuk kesekian kali.

“Apa yang akan Ibu lakukan?” tanya Calluna. Disusul tatapan penuh rasa penasaran dari Sakha .

Tampilkan Lebih Banyak
Bab Selanjutnya
Unduh

Bab terbaru

Bab Lainnya

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen

Tidak ada komentar
45 Bab
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status