Kaget, begitu perasaan yang dirasakan Alex kala membaca pesan dari wali kelas anaknya. Laki-laki itu baru saja kembali dari mengantarkan Indriyana. Ia pikir istirahat sebentar sembari mengecek ponsel sebelum kembali melakukan pekerjaan. Namun siapa sangka Bu Atun, yang Alex kenal sebagai wali kelas anaknya itu melaporkan apa yang telah dilakukan Eiger di sekolah.Lantas jemari Alex lincah membalas dengan permohonan maaf dan juga menyanggupi pertemuan esok hari di sekolah.Kemudian laki-laki itu meletakkan kembali ponselnya setelah tak ada lagi urusan yang mendesak. Ia menyenderkan punggungnya ke kursi kerja yang ia duduki.Sebenarnya Alex merasakan lelah. Mungkin banyak orang tua tunggal di luar sana yang lebih lelah dari dirinya. Namun Alex juga merasakan kelelahannya sendiri. Menjadi tulang punggung serta bertanggung jawab atas didikan anak sematang wayangnya. Menjadi ayah dan ibu sekaligus ternyata tak mudah.Bahkan dirinya masih merasa belum menjadi ibu untuk anaknya. Belum lagi i
Ketika ada Andika, suasana rumah seakan seperti pasar yang ramai. Di ruang keluarga laki-laki itu membuat kehebohan dengan memberikan beberapa hadiah action figure kepada Eiger, seperti janji yang telah ia katakan.Bik Nuri dan Mbak Yola ikut nimbrung tak seperti asisten rumah tangga kebanyakan.Mereka juga terlibat obrolan yang seru dan random yang digawangi oleh Andika. Yola yang memang cerewet menyahut saja pertanyaan tak jelas yang dilayangkan si bungsu keluarga Sanjaya itu.Sedangkan si pemilik rumah, yaitu Alex baru saja menyelesaikan acara mandinya. Kali ini ia pulang tepat waktu setelah di seret Andika untuk pulang dengan segera. Ia lantas melangkahkan kakinya menuju ruang keluarga masih dengan rambut yang basah.Alex jauh tampak muda dengan menggunakan kaos polos berwarna putih dengan celana chinos pendek selutut. Yola selalu jujur bahwa Alex dan Eiger itu tampan, keren dan hebat. Karena memang seperti itu adanya."Mandi dulu Dik, bau mu kemana-mana," ujar Alex yang mengambil
"Silahkan duduk Pak Alex," ucap wanita usia Bik Nuri mempersilahkan dengan ramah.Alex kini sudah berpakaian lengkap khas orang kantoran, memakai jas dan juga dasi, menambah kadar kewibawaannya. Memang selepas dari sekolah Eiger, rencananya dia akan langsung menuju kantornya.Laki-laki itu lantas mengambil duduk di kursi berhadapan dengan Bu Atun dengan senyum formal yang terukir di bibirnya. Ketika memasuki pekarangan sekolah, sepi melingkupi karena memang siswa-siswi sudah masuk ke dalam kelas masing-masing.Namun setelah mendapat arahan dari satpam, dirinya bisa menemukan ruangan Bu Atun yang terletak di deretan lorong ruangan khusus untuk guru-guru."Bagaimana kabarnya Pak Alex? Apa anda semakin sibuk?"Lantas Alex kembali mengulas senyum formalnya sebelum menjawab. "Saya baik bu. Yaa semua pekerja memang selalu sibuk, saya pikir Ibu juga sangat sibuk, apalagi ditambah dengan pekerjaan yang telah anak saya buat."Bu Atun menggelengkan kepalanya beranggapan tak setuju dengan ucapan
"Menurut kamu, Bu Dewi itu gimana?" Eiger kini bersama dengan kedua temannya, yaitu Ardha dan Tian sedang duduk di pinggir lapangan sehabis bermain lari-larian. Tiga anak usia sepuluh tahun itu juga sembari memakan jajanan somay yang tadi mereka beli di kantin. Baru kali ini menu kantin ada somay. Dan Eiger pikir ia menyukai somay. "Bu Dewi, guru BK ya?" tanya Tian. "Iya." "Lah kan kamu pernah diomelin, kan? Yang waktu tidur di kelas." "Bukan diomelin tapi dinasehatin," ujar Eiger tak terima dengan kosa kata yang diucapkan Tian. "Ya sama aja," balas Tian tak acuh. Mereka berdua ketimbang akur malah lebih seperti Tom and Jerry. Kadang akur, kadang juga tidak akur. "Emang kenapa?" balas Ardha menanggapi. Seperti biasa anak itu yang menjadi penengah untuk kedua temannya. "Ya tanya aja, Bu Dewi itu baik, kan?" Eiger kembali bertanya. "Ya baik lah." "Cantik juga." Tian menambahkan dengan cengiran khasnya. Anak itu lantas meminta air mineral di botol milik Eiger. Kebetulan dia s
Kali pertama ketika Eiger merengek atas waktu ayahnya yang selalu sedikit di rumah yaitu ketika anak itu masih duduk di sekolah taman kanak-kanak. Bahkan ketika itu Eiger mengancam tak mau sekolah karena terus-terusan ingin berangkat dan di jemput ayahnya. Saat itu pula Eiger mendapat wejangan panjang atas situasi keluarga yang berbeda. Alex menjelaskan bahwa tak bisa sering mengantarkan maupun menjemput anaknya akibat pekerjaan. Meski Eiger kian memahaminya, namun yang paling terlihat hingga kini yaitu kekesalan kala Alex pulang terlambat. Eiger memang tak pernah mengatakannya, namun ia melihat kekesalan pada anak itu. "Ada apa?" sudah berapa kali pertanyaan itu Alex layangkan, namun tak ada yang menjawab. Bahkan Yola yang biasanya tampak berani dan sangat cerewet kini hanya diam saja. Andika berbeda lagi. Adik bungsunya itu hanya sibuk dengan layar ponselnya tanpa ingin mencampuri permasalahan yang terjadi. Padahal itu akibat ulahnya. Dimana Eiger menjadi tak terima dengan perk
Menginjak usia 10 tahun tak begitu spesial bagi seorang anak laki-laki yang duduk di sofa ruang keluarga. Ia memangku cemilan sembari fokus menatap layar tipis yang menampilkan film Hero. Pura-pura lupa dengan hari yang spesial.Kata orang sih hari kelahiran itu spesial. Namun bagi Darma Eiger Sanjaya tak begitu. Baginya semua hari sama saja. Malah ia akan terkesan dengan hari Minggu karena libur sekolah.Eiger begitu ia dipanggil, memiliki fitur wajah yang tampan. Jika ia tersenyum terlihat semakin menawan dengan kedua lesung pipi yang samar terlihat. Namun jika dia tersenyum. Faktanya Eiger tak suka tersenyum. Ia lebih suka berekspresi dingin dan tertawa jika itu sangat lucu.Persis seperti ayahnya. Beberapa orang kerap menyamakan Eiger dengan Alex Sanjaya muda. Kata Kakek, Nenek, Tante dan Om nya, Eiger sangat mirip dengan ayahnya. Namun bagi Eiger ia tak begitu mirip dengan Ayahnya. Ia sangat malas terutama malas belajar. Namun Alex, ayahnya gemar sekali membaca, pintar dan sangat
Darma Eiger Sanjaya tidak terlahir tanpa Ibu. Ia seperti selayaknya anak manusia lainnya yang terlahir dari rahim seorang perempuan. Jelas saja karena Eiger juga manusia.Namun yang sedikit membedakannya dengan anak normal. Ia tak lagi memiliki Ibu di dekatnya. Memang di dunia ini dia tak sendiri yang tidak memiliki Ibu. Namun tetap saja, Eiger menganggap dirinya anak tak normal.Sejak lahir bahkan hingga ia bisa mengucapkan kata Ayah. Ia tak pernah memanggil pasangan Ayahnya dengan sebutan Ibu. Ayahnya sejak itu tak memiliki pasangan. Sehingga harusnya Eiger bisa memanggil Ayah sekaligus Ibu, namun ia hanya memanggil Ayah karena hanya ada Ayahnya tak ada Ibunya.Dan sejak itu, sejak Eiger mulai memahami bahwa ada Ayah harusnya ada Ibu. Dia mulai bertanya tentang keberadaan Ibunya yang tidak pernah ia lihat.Dan dengan sorot mata yang tegar Ayahnya menjelaskan jika Ibunya telah meninggal saat dia dilahirkan. Bingung, Eiger saat itu tak begitu paham. Namun waktu semakin mengasah penget
Seperti yang sudah disepakati, weekend Minggu ini Eiger dan Alex akan melakukan ziarah. Namun belum juga mereka berangkat, pagi-pagi seorang perempuan berusia dua puluh empat tahun sudah membuat kerusuhan.Kulitnya putih pucat, matanya sedikit sipit dengan hiasan kacamata ber frame bulat. Meski cantik ia tak begitu mirip dengan Alex Sanjaya.Ya, perempuan itu adalah Tante Eiger dan tak lain juga merupakan adik kandung seorang Alex Sanjaya.Alika Cantika Sanjaya adalah nama lengkapnya. Tante Alika begitu Eiger menyebutnya tengah menyetorkan hadiah action figure yang telah dijanjikan. Ia tak tau bahwa hari saat ia datang sudah direncanakan kakak dan keponakannya untuk berziarah."Kalau begitu Tante ikut ya? Sudah lama juga Tante nggak mengunjungi sahabat sendiri."Fakta yang sudah lama Eiger tau. Bahwa Tantenya dan almarhum ibunya berteman akrab. Tante Alika selalu menyebut almarhum Ibu Eiger dengan sebutan kak. Usia ibunya memang sama dengan usia ayahnya.Dan sebab mengapa bisa almarhu