Share

BAB 5. Penyerahan

“Gimana mood lo hari ini, Bri?” Sekar menghampiri Brian dan menyodorkan minuman botol yang baru saja ia beli di kantin. “Nih, seperti biasa less sugar.”

Brian yang sedang membersihkan lensa kameranya pun memberi jeda dan menerima minuman pemberian Sekar. “Lo kenapa sih mau tau mood gue banget? Berisik!” sahutnya. Sekar yang mendengar itu pun mendengus kesal. Pasalnya, gara-gara mood Brian yang sering hancur tiba-tiba dapat langsung membuat suasana tegang secara drastis. Para panitia masa orientasi, yang bertanggung jawab agar acara berlangsung dengan lancar, kesulitan untuk mencairkan suasana.

“Ya makanya, mood lo tuh dikendaliin. Jangan ngerugiin orang,” sahut Sekar dengan sedikit menggertakkan giginya. Tahan, Kar, tahan. Jangan sampai mood Brian hancur gara-gara debat sama lo. Sekar memberi peringatan pada dirinya sendiri, lalu menarik nafas dalam dan menghembuskannya.

“Daripada lo disini ngurusin urusan orang, mending lo bantuin penanggung jawab acara deh. Antisipasi aja kalau tiba-tiba mood gue hancur lagi.” Brian menepuk pundak Sekar, memberinya kerlingan jahil dan berlalu pergi.

“Beberapa hari yang lalu ada mahasiswa baru yang kepo sama lo, Bri. Dia nanya langsung ke gue semua hal tentang lo.” Brian menghentikan langkahnya ketika mendengar perkataan Sekar, membalikkan badannya, dan kembali duduk. Ia mulai membuka botol minuman yang diberikan Sekar.

“Siapa?” sahutnya dingin sembari mulai meneguk minumannya.

Raditya Abimanyu. Lo bakal langsung tau dia yang mana karena dia yang paling tampan diantara mahasiswa baru fakultas kita. Badannya juga atletis. Terus senyumnya manis banget,” jelas Sekar yang otomatis tersenyum berbunga-bunga sembari menjelaskan ciri-ciri fisik dari seorang Raditya Abimanyu.

“Oke, Sekar. Gue enggak peduli ciri-ciri fisiknya dia, yang perlu gue tau kenapa dia kepo sama gue? Mau nantangin? Gue sih enggak keberatan,” sahut Brian enteng. Sekar memutar bola matanya jengkel.  Brian sangat percaya diri jika menyangkut tantangan aktivitas fisik karena ia percaya bahwa ia tidak akan kalah. Sekar sudah sering mendengar Brian memamerkan kepercayaan dirinya. Namun, ia tetap masih belum terbiasa.

“Gue punya feeling dia enggak mau nantangin lo sih, Bri. Cuma kepo aja. Kayaknya dia ngumpulin informasi tentang lo bukan buat diri sendiri. Ya lo tau lah maksud gue apa.”

“Terus lo cerita apa tentang gue?”

“Rumor. Gosip-gosip dan fakta lo yang udah jadi rahasia umum. Hitung-hitung sebagai prolog perkenalan. Biar seenggaknya dia bisa waspada sedikit kalau suatu saat berurusan sama lo.”

Brian terdiam.

“Kira-kira dia mau ngasih informasi tentang gue ke siapa ya?” sahut Brian sangat pelan.

“Hah? Lo ngomong apa, Bri?”

“Enggak, enggak ada. Udah ya gue mau ke sekre BEM dulu.” Brian berlalu pergi membawa berbagai pemikiran tentang kemungkinan-kemungkinan dari pertanyaan ‘mengapa seorang mahasiswa baru bernama Raditya Abimanyu mengumpulkan informasi tentangnya?’. Radar kewaspadaannya menyala. Pasalnya, sudah lama tidak ada yang bertanya hal-hal seputar dirinya. Apalagi langsung bertanya pada orang yang termasuk dalam lingkar pertemanannya. Ia harus mengetahui jawabannya hari ini.

****

“Radit!!!” panggilku seraya mendaratkan lengan kananku pada pundak Radit.

“Hey, what’s up, young lady! Seneng amat nih kayaknya.”

“Gue punya feeling bagus buat hari ini, Dit. Enggak ada jaminan surat gue bakal selamat sih, tapi semoga aja beneran dibaca sama Brian atau seengganya diintip dikit lah. Oiya, lo kasih surat cinta ke siapa akhirnya?” tanyaku penasaran. Semoga pilihannya kali ini tidak random. Pasalnya, Radit akan memilih sesuatu atau seseorang secara acak jika ia dalam keadaan terdesak.

“Tenang aja, Ras. Kali ini pilihan gue enggak random kok,” sahutnya seperti bisa membaca pikiranku.

“Jadi, siapakah wanita beruntung itu?”

“Lebay deh. Gue mau kasih ke senior yang namanya Sekar. Hitung-hitung ucapan terima kasih gue karena dia sudah kasih banyak informasi tentang mas crush lo,” ucapnya seraya mengerling jahil.

“Akhirnya, setelah dua jenjang pendidikan, seorang Raditya Abimanyu tidak lagi memberikan surat cintanya pada orang-orang random,” godaku. Tentu saja aku harus menggoda Radit mengenai pencapaiannya sekarang. Pasalnya, sejak masa orientasi SMP dan SMA, Radit tidak pernah benar-benar jelas memutuskan akan mengirimkan surat cintanya kepada siapa. Ia pasti akan dengan malas menunjuk seorang senior secara random dan menuliskan isi surat cinta seadanya. Baru kali ini aku melihat Radit benar-benar memutuskan Sang Penerima. Walaupun katanya sebagai tanda terima kasih saja, tetapi tetap ini sebuah kemajuan.

Radit menjentikkan jarinya pada dahiku, “Sstt! Bisa enggak sih jangan heboh??” ucapnya dengan jari telunjuk di depan bibirnya. Mengisyaratkanku untuk menurunkan kadar kesenanganku.

Please, lo harus kenalin gue sama Teh Sekar. Gue penasaran banget. Siapa sih yang bisa bikin Radit beneran nulis surat cinta?”

“Ras, isi surat cinta gue cuma ucapan terima kasih. Stop lebay deh.”

Tanpa terasa kami sudah sampai di lapangan basket yang terletak di depan gedung fakultas, tempat dimana semua mahasiswa baru berkumpul untuk senam pagi dan juga games. Pagi itu, segala sesuatu yang terjadi terasa begitu cepat. Entah karena aku tidak fokus atau aku benar-benar menikmati hari terakhir masa orientasi ini. Yang jelas, pikiranku tak bisa berpaling dari Brian. Aku benar-benar jatuh hati padanya dan aku pun juga sudah memberikan peringatan pada hatiku sendiri, bahwa aku akan benar-benar sakit jika patah hati mengunjungiku.

Bagiku, duniamu akan sangat berbeda ketika kamu menyukai seseorang. Segala hal sepele yang dilakukannya akan berdampak kepadamu. Terutama pada perasaanmu. Rasa suka, sedih, senang, gundah, semua bergantung pada dirinya. Imajinasimu tentangnya ataupun bagaimana cara dia meresponmu dapat benar-benar mempengaruhimu. Seolah dia adalah planet dan dirimu adalah satelitnya. Atau dia adalah matahari dan dirimu adalah salah satu planet yang mengitarinya. Kamu membutuhkannya dan dia adalah pusat duniamu. Alasan mengapa kamu ada.

Hari ini, dari awal senam pagi hingga waktu penyerahan surat cinta makin dekat, aku belum melihat Brian. Jika ternyata Brian tidak masuk hari ini, entah hal itu akan menguntungkan untukku atau malah menjadi sebuah kerugian. Karena, kalau tidak hari ini aku menyerahkan surat cintaku, aku tidak menjamin akan punya keberanian lagi di lain hari.

“Berhubung lo mau tau yang namanya Sekar, itu orangnya,” ucap Radit membuyarkan lamunanku. Diantara banyaknya orang di kantin saat jam makan siang, Radit menunjuk satu orang. Wanita dengan kulit hitam manis, rambut hitam ikal yang panjang, dan mempunyai senyum manis dengan baris gigi yang rapi. Ia terlihat satu meja dengan sosok yang aku kenal, Febrian Bayu Aji. Entah mengapa aku menghela nafas lega. Untunglah Brian hanya bolos saat pagi hari.

“Oh, Ras. Gue enggak sadar kalau Sekar sama Brian ternyata temenan. Kalau lo butuh informasi tentang Brian lagi, bilang gue. Karena gue sudah menemukan sumber informasi terpercaya hahaha,” celetuk Radit yang otomatis membuat jitakanku mendarat mulus di kepalanya.

****

Para mahasiswa baru berkumpul di pelataran danau setelah makan siang. Agenda selanjutnya adalah menyerahkan surat cinta beserta cokelat kepada salah satu senior pilihan yang tentu saja bebas kami pilih. Jantungku berdetak cepat layaknya orang-orang yang habis berlari. Tiba-tiba saja aku panik. Seluruh kepercayaan diriku yang sudah aku kumpulkan saat malam hari perlahan sirna.

“Dit, asli gue takut banget. Nih, coba pegang tangan gue. Dingin banget, Dit!” seruku panik yang mengundang gelak tawa Radit.

“Hahahaha ya ampun, Ras. Santai aja. Inhale, exhale. Tenang aja, surat lo ga akan berakhir mengenaskan di tempat sampah kok. Percaya sama gue,” ucap Radit dengan percaya diri.

“Kok lo bisa PD bilang gitu, Dit?”

Radit mengangkat bahunya, “feeling? Udah, percaya aja sama gue. Surat lo ga akan berakhir tragis. Gue mau kasih surat gue dulu ke Sekar, habis itu gue bantu do’a buat lo, Ras,” serunya jahil dan berlalu pergi setelah menepuk punggungku.

Aku mengamati sekeliling, mempelajari situasi. Apakah ada yang memberikan surat cinta pada Brian selain diriku. Hanya sebagai antisipasi saja kalau-kalau aku melihat surat mereka dicabik-cabik olehnya. Lima menit berlalu, sepuluh menit berlalu. Tidak ada yang memberikan surat cinta pada Brian. Hal ini membuatku makin panik. Haruskah aku memberikannya? atau mundur saja? Beberapa mahasiswi baru yang memegang surat mereka tampak ragu untuk memberikannya pada Brian, beberapa dari mereka memutuskan untuk menyerah.

“Ras, ayolah. Udah gapapa kasih aja. Surat gue udah diterima Sekar, dia ngajakin kita makan ramen yang ada di depan kampus setelah selesai ospek,” celetuk Radit yang ternyata sudah selesai menjalankan tugasnya dan membawa kabar yang cukup membuatku kaget.

“Sebentar, kalau ada Sekar berarti kemungkinan ada Brian dong, Dit?”

Bingo! Makanya, Saras, kasih surat lo sekarang biar seenggaknya nanti lo bisa ngobrol sama Brian. Cepetan!” Radit mendorongku ke arah dimana Brian berada. Sang calon penerima surat sedang sibuk mengabadikan momen dengan kameranya. Aku, dengan perlahan, menghampiri. Tak sadar beberapa pasang mata juga mengikuti langkahku.

Percaya atau tidak tanganku super duper dingin, lidahku kelu, dan tanpa sadar langkah demi langkah yang ku pijak membawaku lebih dekat padanya. Brian menghentikan kegiatannya saat melihatku. Aku berdiri menatapnya dengan menggenggam surat cinta beserta cokelat di kedua tanganku. Tatapannya seakan dapat mempengaruhi semua indera yang ada pada tubuhku, aku terpaku. Tidak lama kemudian, ia beralih kembali dengan kameranya. Mengacuhkanku yang berdiri terdiam. Saras, kemana kepercayaan diri lo yang sudah susah payah lo kumpulin buat hari ini? Aku merutuki diriku sendiri, tentu saja dalam hati.

Sudah saatnya aku sadar. Kembali ke kenyataan. Aku menggeleng dan menarik nafas yang dalam untuk mengumpulkan kembali kepercayaan diri dan keberanianku, melangkah maju menghampiri Brian. Tanganku terulur menyerahkan surat cintaku. Brian kembali melihatku, kali ini dengan tatapan yang susah untuk dijelaskan.

Sorry, gue bukan tukang pos,” ucapnya dingin. Memecah kesadaranku. Suratku, ditolak.

“Eeyy, Bri. Terima aja lah. Lo doang yang enggak dapet surat cinta, lho. Enggak ada yang berani. Tuh liat,” kata seorang senior wanita berambut ikal panjang dan berkulit hitam manis merangkulnya dari samping. Brian mengedarkan pandangannya. Melihat para mahasiswi baru membawa surat cinta mereka, tetapi tidak berani mendekati dirinya.

“Sekar, lo bisa enggak sih enggak usah deket-deket gue? Risih tau. Lagian, mau terima surat atau enggak 'kan urusan gue. Bukan lo,” ucap Brian melepas rangkulan sang senior yang aku tahu bernama Sekar.

“Bri, lo appreciate dong. Dia doang lho yang berani ada di hadapan lo sekarang.”

Brian mengambil paksa suratku, melayangkannya di udara untuk menunjukkannya pada Sekar. “Nih. udah puas, 'kan? Pergi sana.” Sekar tersenyum jahil.

“Tenang aja, Brian cuma dingin di luar kok,” bisik Sekar seraya menepuk pundakku, lalu melenggang pergi.

Brian menatapku yang tidak bergeming setelah menyerahkan surat cinta.

“Gue udah terima surat lo. Lo ngapain masih disini?” ucapnya dingin. Tak lama tangannya melambai mengisyaratkanku untuk menghilang dari pandangannya. Tapi, aku harus memastikan bahwa suratku tidak berakhir mengenaskan.

“Kang, tolong banget suratnya dibaca ya? Sekilas juga gapapa,” ucapku memelas. Brian menghela nafasnya, geram. Ia melipat suratku lalu memasukkannya ke dalam saku kemeja flanelnya.

“Udah, kan? Sekarang pergi sebelum gue berubah pikiran,” ucapnya sambil menepuk saku kemeja tempat surat cintaku kini bersarang. “Cokelatnya lo makan aja. Gue enggak suka manis.”

Aku membalikkan badanku, berjalan menjauhinya dengan harapan ia benar-benar membaca suratku. Perlahan suhu tubuhku kembali normal, tidak sedingin sebelumnya. Kalau ditanya mengapa surat cinta itu berarti untukku, aku tidak dapat memberikan jawaban pasti. Namun, aku berharap surat itu bisa menjadi permulaan untuk dapat mengenal Brian lebih jauh. Mengetahui sisinya yang lain.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
alanasyifa11
yah kenapa ceritanya udah abiiiiis,penasaran sama lanjutannya (T-T ) kakak ada sosmed ga? aku pingin follow biar bisa keep up ama cerita2nya kak
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status