Elmer menyeringai. "Aku suka gadis gigih seperti kamu. Tidak murahan seperti Kakakmu," ucapnya parau dengan terus mendekatinya dan menempatkan tubuh sispax nya tepat di atas Lena yang ketakutan.
"Aku mohon, Elmer ... jangan ganggu aku," lirih Lena dengan deraian air mata.
Lelaki itu tertawa terbahak-bahak. "Tidak akan ada yang tahu, jika kita melakukan sesuatu, Kakak ipar palsuku. Tapi ... oke, jika itu permintaanmu. Kali ini, aku akan pergi. Tapi aku tidak akan berjanji untuk lain kali." Suaranya mendesis membuat bulu kuduk Lena kembali meremang.
Elmer akan beranjak pergi, saat dia menoleh kembali pada gadis itu. "Vena tidak pernah menyukai bunga. Apa yang kamu lakukan di taman tadi adalah suatu kebodohan," desisnya lagi dengan wajah datar dan dingin, kemudian meninggalkan Lena yang duduk terpekur di atas ranjang dengan selimut tebal menutupi tubuhnya.
Ia bernapas lega setelah Elmer keluar dari kamar itu. Diusapnya kasar air mata yang melel
Davin terpekur di atas ranjang. Ia berbaring dengan posisi miring dengan jemari tangannya menggambar sesuatu pada kain sprei. Terdengar sebuah nyanyian senandung dari bibirnya. Matanya basah dengan wajahnya sendu."Ma … mama … pulang, ma …," gumaman lirih terdengar dari isakannya.Tiba-tiba pintu kamar terbuka dan muncul Seno. Davin tergagap dan langsung menghapus air matanya. Namun, terlambat. Sang Ayah terlanjur mengetahui tangis putranya."Bangun!" perintah Seno dengan wajah murka.Davin bangun dari posisinya, lalu berdiri di depan Ayahnya dengan gugup. Pemuda itu gemetar ketakutan."Sudah berapa kali papa bilang? Kamu laki-laki. Kenapa cengeng seperti perempuan?!" teriak Seno gusar.Davin hanya diam tak menjawab. Bahkan kepalanya menunduk karena takut. Kakinya terasa lemas, karena tahu, sang Papa akan berbuat kasar lagi padanya."Angkat dagumu!" perintah Seno, tapi Davin tetap diam me
Pria itu terkejut dan mengerutkan kening. "Ma-maksudku ... aku baru malas untuk membawa mobil sendiri," ujar Lena cepat agar pria itu tidak curiga. "Ooh ... baik, Nyonya. Saya akan membereskan ini sebentar, apakah Anda mau menunggu?" tanya pria itu sopan dan Lena hanya mengangguk. Tidak berapa lama, mobil meluncur pergi dari kediaman keluarga Mahendra. Lena termenung menatap luar jendela. Beberapa kali pria itu meliriknya dari spion. Sejak awal, ia sudah merasa heran karena sang Nyonya rumah yang biasanya kemanapun pergi selalu membawa mobil sendiri, tapi pagi ini, ia meminta untuk mengantarnya. Dan juga penampilannya beda dari sebelumnya, yang selalu angkuh dengan dandanan mewah juga makeup tebal. Tapi pagi ini, istri Tuan Kai tampak sangat sederhana. "Kita mau kemana, Nyonya?" Pertanyaan pria itu membuyarkan lamunan Lena. "Eh ... aku mau ke rumah Papa. Kamu tahu jalannya 'kan?" Pria itu mengangguk dan segera
Pada suapan terakhir, sudut mata Lena tidak sengaja melihat sebuah poster yang tertempel di dinding kafe. Poster tentang pameran lukisan tempo dulu."Maaf, Mbak. Pameran lukisan ini di mana ya?" tanya Lena pada seorang pelayan."Di depan itu, Kak. Galery lukisan. Kebetulan pemilik kafe dan galery adalah orang yang sama."Lena memandang bangunan besar di seberang jalan, tepat di depan kafe. Terlihat banyak orang yang masuk ke dalam bangunan itu dan membuat gadis itu tertarik.Setelah membayar di kasir, ia memberi tahu Aryo jika akan masuk ke dalam galery tersebut.Beberapa orang laki-laki dengan pakaian formal berjaga di depan pintu masuk. Dan para tamu yang datang terlihat kebanyakan dari kalangan atas. Lena dengan bebas dapat masuk ke dalam. Ia melihat-lihat lukisan dari jaman dulu yang dilukis hanya menggunakan pensil dan berwarna hitam putih. Ia sangat kagum dengan pelukisnya. Tidak ada sentuhan cat air sama sekali."P
Dua orang petugas keamanan datang mendengar teriakkan Lena."Ada apa?" tanya salah satu di antara mereka.Lena bernapas lega melihat kedatangan mereka. Sedangkan Elmer menoleh santai pada mereka, "kekasihku minta jatah, makanya dia berteriak karena marah," sahut Elmer datar."Oh, Tuan Elmer. Maaf, kami tidak tahu," jawab mereka dan mengangguk sopan padanya, lalu beranjak pergi."Hei, mau kemana kalian ...." teriak Lena yang terkejut dengan kepergian mereka. Namun, teriakan itu seketika berhenti saat Elmer membungkamnya dengan sebuah ciuman.Mata Alena melotot dengan wajah tegang. Ia kehabisan napas dan berusaha mendorong tubuh laki-laki itu dan berhasil. Elmer mundur beberapa langkah karena dorongan kuat gadis itu. Ia menyeringai menatap Lena puas.Alena mengusap bibirnya kasar. Netranya berembun dan wajahnya menyiratkan kebencian juga rasa jijik pada lelaki itu. Namun, Elmer tetap bersikap datar dan dingin.
Alena mengambil beberapa roti basah, camilan, mie instan juga beberapa susu kotak dan minuman kaleng. Ia segera membawanya ke kasir. Setelah usai, ia keluar dan masuk kembali dalam mobil. Dengan sigap, Aryo mengemudikan mobilnya kembali.Tidak lama kemudian, mobil masuk ke dalam gerbang kediaman Tuan Mahendra. Alena menghela napas panjang, karena masuk rumah ini, adalah neraka baru baginya. Dan ia harus bisa memerankan lagi sebuah peran yang harus terlihat sempurna di depan semua orang. Kecuali di hadapan Kaindra dan Elmer tentunya.Gadis itu menaiki tangga menuju ke atas saat ia berpapasan dengan Electra yang langsung tersenyum sinis padanya. Saat ini, Lena sangat malas berdebat dengan gadis itu, maka dengan tak acuh, ia melewati begitu saja Electra yang sedikit heran dengannya."Tumben, gada kalimat pedas yang keluar dari mulutnya," gumam Electra.Pintu kamar dibuka dan di tutup kembali dengan cepat. Lena menyandarkan tubuhnya di pintu. Sa
Ucapan Tuan Mahendra sukses membuat Lena dan juga Kai terperangah. Bahkan wajah Lena terlihat sekali pucat seketika."I-itu tidak perlu, Pi." Kai menyahut dengan gugup.Lena tertawa sumbang. "Papi tidak perlu repot-repot untuk kami." Ia lebih gugup dari Kai."Kalian ini kenapa? Papi juga sangat ingin bisa menimang bayi. Sudah lama sekali, rumah ini tidak ada suara tangis bayi. Berikan cucu segera buat papi."Kai dan Lena meneguk ludah dengan susah payah. Bahkan Kai tidak tahu lagi harus bicara apa."Karena minggu depan, kamu ada meeting penting dengan pengusaha Jepang, maka Papi pesankan tiket untuk kalian sepuluh hari ke depan." Laki-laki paruh baya itu tersenyum lembut pada putra dan menantunya sembari memberikan dua buah tiket perjalanan ke Swiss.Lena lemas seketika. Bagaimana mungkin ia akan melakukan perjalanan panjang bersama Kakak iparnya? Sedangkan berada satu kamar dengannya selama tujuh hari ini saja sudah sang
Berkali Aryo melirik majikannya melewati kaca yang sedang duduk di jok bangku belakang dengan gelisah. Laki-laki itu semakin penasaran dengan sikap Vena yang berubah menjadi baik dan lembut. Dan satu lagi yang membuat pria itu semakin heran adalah, Vena kini menjadikannya sopir pribadi."Sudah sampai, Nyonya." Aryo melirik lagi melewati kaca dan tidak sengaja matanya bertemu dengan mata Lena yang terkejut."Oh, sudah sampai ya." Gadis itu kemudian terdiam cukup lama. Matanya menatap gedung di hadapannya dengan gamang. Ia terlihat sekali enggan turun. Tapi, akhirnya Lena memutuskan untuk turun dan masuk ke dalam galery seni milik Elmer.Seorang penjaga menghampirinya saat ia akan masuk melewati pos penjagaan."Mari ikut saya, Nona. Tuan Elmer sudah menunggu Anda," ujar pria kekar itu membuat Lena terkejut.Dengan perasaan gelisah dan tak tenang, ia mengikut pria itu yang membawanya langsung ke ruangan Elmer. Ia membukakan pin
Pria itu mengangguk dan menarik napas panjang. Ia menarik bangku dan duduk di hadapan Tuan Mahendra."Bima, Ayah dari Lena dan Vena tidak berdaya menghadapi Seno, Kakaknya. Seno membawa paksa Lena untuk menggantikan Vena yang hilang. Pria itu mengancam Bima beserta keluarganya. Bahkan dia tak segan menculik Lena saat Bima membawanya kabur agar tidak di manfaatkan oleh Seno."Tuan Mahendra tercenung mendengar penuturan bodyguard yang sudah menjadi tangan kanannya itu."Jadi, si kembar itu bukan putri Seno? Bagaimana orang yang bernama Bima itu?""Bima Arjabrata memilih menjadi pemuda miskin saat dia memutuskan keluar dari rumah mewah Tuan Hamdan Arjabrata, Ayahnya. Pernikahannya dengan seorang wanita biasa dan miskin sangat di tentang oleh keluarga Arjabrata. Itu sebabnya, Bima memilih pergi dan hidup sederhana bersama istrinya, Marini. Mereka mempunyai satu anak laki-laki dan si kembar itu. Tapi, sejak bayi, Vena sering sakit dan masuk r