"Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu, dan isteri-isteri orang mukmin, hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang"
(Al-Ahzab:59)***************
Aku mematut diri di depan cermin. Kutatap wajah yang kini telah berbalut hijab berwarna pech itu. Ada rasa berdebar saat aku mengenakannya. Wanita di depan sana lebih cantik dari yang biasa aku lihat. Lebih terasa terlindungi dan terasa aman. Tapi disatu sisi, aku belum merasa pantas, sementara akhlakku saja masih jauh dari kata sempurna.
Tiba-tiba suara panggilan terdengar. Mas Adit menyuruhku untuk cepat turun.
"Kay, Cepat! Umi sudah lama menunggu!"
"Ya, sebentar!" jawabku tergesa.Sabar memang tak ada batas.Tapi perlu diingat, bahwa manusia juga punya titik lelah dan titik jenuh. Dimana sabar tak bisa lagi mengambil alih.************Sore ini rumah terasa begitu sepi. Hanya ada aku dan Jovan, karena tadi pagi Yani ijin pulang ke Bogor, menengok ibunya yang sakit. Aku memilih di rumah saja untuk menjaga Jovan. Anakku sedang terlelap sekarang. Dia terlihat nyaman berada di dekapanku. Tidurnya bahkan tak terusik sama sekali.Dering phonsel terdengar beberapa saat kemudian, aku yang nyaris tertidur terpaksa bangkit walau enggan. Tertera nama Delilah di layar. Aku tersenyum lebar dan buru-buru mengangkatnya."Asalamualaikum, De.""Waalaikumsalam, Kayla! Bagaimane kabar? Kenapa kau tak balik-balik lagi ke sini?" Suara Delilah ter
Bersikaplah sebagai laki-laki sejati. Jaga apa yang sudah Allah amanahkan padamu, sebelum kamu menyesal saat dia pergi. Dan berusahalah menerimanya jadi bagian hidupmu. Jika dia tak sesempurna yang kamu mau, maka tugasmu adalah meluruskan. Bukan menghakimi. Perlu kamu ingat, Allah selalu punya alasan terbaik dari setiap takdir-Nya.**********Dua bulan sudah kami menikah. Tapi aku masih bertahan dengan sikap tak acuh. Bahkan aku jarang sekali berbicara pada Kayla, jika bukan karena masalah Jovan.Aku tahu ini salah. Tak seharusnya aku mengabaikannya hanya karena rasa bersalah. Tapi aku benar-benar tak bisa berada di dekat Kayla terlalu lama. Karena setiap kali melihat wajah itu, yang terbayang dalam ingatanku adalah tangisan Nazwa. Aku bahkan selalu menghabiskan watu di dalam ruang kerja hingga akhirnya tertidur di sana.
Rumah tangga yang kujalani terasa lebih indah setelah hari itu. Dan semuanya berjalan seperti seharusnya. Mas Adit berubah jadi lebih hangat. Dia bersikap sebagai suami yang baik, seperti janjinya.Rasanya tak ada yang lebih indah selain pemandangan ini setiap pagi. Aku melihat dua jagoanku tertidur dengan posisi yang sangat lucu. Jovan dengan kakinya yang menendang wajah Mas Adit. Dan Suamiku malah terlihat tak terganggu dengan tidur Jovan. Ah, bahagianya sudah bisa menyebut dia suami. Rasanya kata sakinah yang dulu aku impikan kini telah terwujud.Dan ngomong-ngoming soal Jovan, aku dan Mas Adit memutuskan Jovan tidur bersama kami. Kalian jangan berpikir macam-macam. Karena hubunganku dan Mas Adit belum sampai tahap 'itu'. Entahlah, baik aku atau dia masih sama-sama gamang dengan perasaan ini. Jadi biar kami jalani apa adanya dulu.Tiba-tiba Jovan menggerak-gerakan tubuhnya. Oh, bayiku sekarang sudah menginjak usia
Seperti yang telah direncanakan sebelumnya. Hari ini aku dan Mas Adit akan berlibur ke tempat Ayah, di daerah Jawa Tengah.Setelah sekitar enam jam perjalanan, dikarenakan Mas Adit tak bersedia menggunakan pesawat, dengan alasan agar bisa menikmati waktu berdua. Akhirnya kami sampai di depan rumah Ayah. Kulihat Ayah dan dua adikku sudah menanti kedatangan kami."Asalamualsikum," sapa ku dan Mas Adit bersamaan. Lalu aku memeluk Ayah.Aku sungguh merindukan laki-laki yang membesarkan diriku sepenuh hati ini. Ku tatap Ayah yang terlihat lebih kurus. Tak terasa air mata menetes kala mengingat beberapa tahun terakhir aku tak mengurusnya."Maafkan Kayla, lama nggak jenguk Ayah.""Ck, kamu ini sudah menikah, masih saja cengeng. Ayah tahu kalian sibuk." Ayah memaklumi."Maafkan Adit juga, Yah, baru sempat datang," ujar Mas Adit sambil menyalami Ayah, dan mencium punggung tangannya.
jangan pernah berani mencintai orang lain atau membayangkannya, ketika kamu telah memiliki suami. Karena itu sama saja kamu berzina. ***********Waktu seakan berjalan dengan lambat. Ketika untuk kesekian kalinya aku dihadapkan pada takdir-Nya yang begitu rumit.Aku pikir, aku telah melupakan Dimas semenjak Mas Adit mulai berubah. Tapi nyatanya saat kami dipertemukan lagi, Ada banyak perasaan yang membuat aku tak mengerti dengan diri sendiri.Kulirik Mas Adit yang sedang serius mengendarai mobilnya. Dia tak bergeming sama sekali. Semenjak hari dimana Dimas datang kerumahku, sikap Mas Adit berubah. Laki-laki itu lebih banyak diam. Walau sesekali masih menggodaku.Aku teringat kejadian dua hari lalu. Yang menghancurkan acara liburan kami di rumah Ayah.Dimas berdiri dan menatapku dengan s
Setelah acara pertemuanku dan Dimas, aku memutuskan untuk bergegas pergi. Tapi suara pesan masuk membuatku terpaksa merogoh phonsel di dalam tas dengan susah payah. Pasalnya Jovan tertidur dalam gendongan.Geandra MichaellaKay, aku sudah sampai di Jakarta nih, kamu ke sini yah. Ke apartemenku saja. Aku tunggu! Awas kalau tidak datang.Aku tersenyum membaca chat Gea. Bergegas aku bangkit, setelah lebih dulu menyuruh pak Amin, sopir pribadi ku. Untuk membawakan barang-barang belanjaan.Mobil melaju menembus kemacetan jalan untuk menuju ke kawasan elit Mega Kuningan.Aku memasuki apartemen mewah berlantai Empat puluh. Lebih dulu aku melapor pada loby. Sistem keamanan di apartemen ini sangat ketat. Untuk bertamu pun tak bisa sembarang orang."Ada yang bisa saya bantu, Bu?" tanya seorang scurity."Ah, saya ingin bertemu Ibu
Kamu adalah bagian dari kesabaranku. Yang ingin kusegerakan dalam setiap kesemogaan.*******Aku memasuki kediamanku dengan rasa lelah yang mendera. Selain lelah hati aku juga lelah pikiran. Kenapa pemikiran laki-laki itu susah sekali ditebak. Dia pikir aku ini punya hati sekuat apa? Benar-benar keterlaluan. Terserah dia ingin mendiamkan aku sampai kapan. Aku tak peduli.Setelah menyerahkan Jovan pada Yani, aku memutuskan menjatuhkan diri di atas tempat tidur. Kutarik napas panjang. Rasanya tak ada yang lebih menyenangkan dari ini. Lama-lama mata terasa semakin berat, hingga kesadaran benar-benar membawaku ke alam mimpi.Bias cahaya putih terasa menyilaukan mata. Aku merasa seperti dibawa menembus dimensi lain. Tiba-tiba aku telah berada disebuah tempat dengan hamparan danau di, dan rumput hijau yang membentang, dengan pohon-pohon pi
Kucoba mencari sisa-sisa ketegaran, yang berserakan di dalam puing-puing kesabaran. Berharap suatu hari Allah akan menggantinya dengan kebahagiaan. ********** Aku yang merasa tersisih memutuskan memutar tubuh menuju ke dapur. Tapi tak berapa lama Umi mendekat, dan mengatakan hal yang membuat dadaku semakin perih. "Kamu sebenarnya dari mana seharian ini? Kamu seharusnya sadar, kamu itu sudah bersuami. Nggak baik pergi tanpa izin dari Adit," ujar Umi dengan nada sinis. Kupejamkan mata, dan menarik napas panjang. Lalu kutatap wanita paruh baya di depanku. Mencoba sekuat hati menahan emosi agar tak keluar saat ini juga, sungguh berat rasanya. "Kay hanya pergi dengan sahabat Kay, Umi." Aku menjawab dengan