Dimas memacu mobilnya menuju perumahan elit daerah Kemayoran. Di sampingnya Adiba duduk dengan tenang tanpa terusik sama sekali. Setelah acara makan siang mereka terganggu dengan kehadiran Aqifa, Dimas mengantar Adiba pulang ke rumah tantenya. "Apa Aqifa itu kekasihmu?" Adiba penasaran dengan hubungan dua polisi itu. Pasalnya semenjak awal Adiba datang ke kantor Dimas, Aqifa selalu memasang wajah judes di depannya. Belum lagi tatapan mata wanita itu pada Dimas yang terlihat jelas menyimpan rasa. Hanya orang bodoh yang tak bisa menyadari itu. Hal itu diperkuat dengan kejadian tadi saat mereka makan. Aqifa bahkan bersikap seolah ia tahu segalanya soal Dimas. Seakan secara tak langsung ingin memberi tahu Adiba jika ia lebih mengenal laki-laki itu. Sebagai sesama wanita, Adiba jelas tahu gelagat seperti itu. Aqifa tengah merasa terancam dengan kehadirannya.“Dari diamnya kamu, aku sudah tahu jawabannya. Dia benar kekasihmu, kan? Sepertinya dia tahu banyak mengenai kamu. Yang Pak Arsen be
"Mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya di antara mereka. Dan sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap istri-istrinya." (HR. Ahmad, 2/527, At-Tirmidzi no. 1172. Dihasankan oleh Asy-Syaikh Muqbil t dalam Ash-Shahihul Musnad, 2/336-337)*********"Seorang laki-laki tak akan disebut beriman. Jika dia tak pernah memperlakukan istrinya dengan baik. Harusnya, Mas, tahu hal itu.""Cih! Tahu apa kamu tentang keimanan. Kamu sendiri bahkan tak pernah menunjukan bahwa dirimu adalah wanita muslimah. Lihat caramu berpakaian! Apa ini pantas, dipakai perempuan yang sudah menikah? rambut dibiarkan terbuka, dan lihat?" Laki-laki itu menatapku dengan pandangan mencemooh, dari ujung kepala ke ujung kaki. Sebelum kemudian dia melanjutkan ucapannya."kamu bahkan bisa dengan leluasa memamerkan lekuk tubuhmu di
Menikahlah bukan hanya karena cinta. Tapi karena kamu yakin, bersamanya surga menjadi lebih dekat.**********Kutatap bayangan diriku di dalam cermin. Sosok yang terlihat di sana begitu berbeda dengan aku yang biasanya. Kebaya putih yang membalut tubuh ini dengan pas, dan makup tipis yang kugunakan, tak mampu menyamarkan kegetiran dalam senyum itu. Mungkin bagi semua wanita, hari pernikahan adalah hari paling sakral dan membahagiakan. Tapi berbeda denganku, yang kurasakan sekarang justru rasa hampa yang teramat sangat.Tak ada pesta mewah seperti yang kalian bayangkan, tak ada suara suka cita dari semua tamu yang datang. Karena pernikahan ini hanya dihadiri beberapa keluarga dekat. Hanya ada ayahku, orang tua Mas Adit, orang tua Nazwa, dan saksi.Entah pernikahan seperti apa yang akan kulalui nanti. Sementara kata cinta bahkan
“Dialah yang menciptakan kalian dari jiwa yang satu, dan Dia menjadikan pasangan dari jiwa yang satu itu, agar jiwa tersebut merasa tenang bersamanya.” (Al-A'raf: 189)**********Setelah acara ijab, kami bergegas ke rumah Mas Adit. Dan di sinilah aku berada, duduk termenung sambil mengamati kamar yang didominasi warna abu-abu. Dengan ranjang mewah berukuran king size. Ada banyak foto Nazwa di kamar ini.Aku melangkah menghampiri satu foto Mas Adit yang terletak di atas nakas. Di dalam foto terlihat Laki-laki itu sedang mencium kening Nazwa. Aku tersenyum miris, mengingat di tempat ini dulu, Nazwa menghabiskan waktunya.Dan jangan tanyakan tentang Mas Adit, karena laki-laki itu sama sekali tak mau menatapku setelah acara ijab qobul. Dia bahkan masih sibuk mengurus pekerjaannya di hari pernikahan kami.Sadar diri akan p
Allah Subhanahu wa Ta’ala Yang Maha Adil, menciptakan wanita dengan segala kekurangan dan kelemahannya. Ia butuh dibimbing dan diluruskan. Karena Ia merupakan makhluk yang diciptakan dari tulang yang bengkok. Namun meluruskannya juga butuh kelembutan dan kesabaran. Agar ia tidak patah.***********Sesungguhnya, takdir setiap manusia telah tertulis jauh sebelum kita dilahirkan. Termasuk masalah jodoh.Kita tak bisa memilih dengan siapa kita akan menjatuhkan pilihan hidup.Satu hal yang pasti dalam hidup ini, aku ingin jatuh cinta dan menikah hanya sekali. Tapi harapan itu tak lagi berguna, saat Allah memberiku badai bernama: Cobaan.Allah mengambil Nazwa dari sisiku, dan mendatangkan Kayla di tengah-tengah kami. Kayla, seorang wanita yang dulu pernah membuatku terpesona. Ketika pertama kali aku melihat mata coklatnya Yang memancarkan keberanian.Aku pikir se
Bagian paling menyakitkan dari sebuah pertemuan, adalah perpisahan.********Pernah kah kalian berpikir Allah begitu tak adil? Aku pernah, bahkan sekarang aku sedang merasakan hal itu. Aku tahu ini salah, mengingkari takdir yang telah digariskan adalah dosa. Aku hanya manusia biasa, dan rasa putus asa ini yang membuatku berpikir keliru. Maafkan aku ya Raab.Rasanya baru kemaren kami mengikat janji suci. Tapi dalam hitungan menit, Allah telah membuat kami dalam keadaan seperti ini.Belum lagi memikirkan Anakku harus hidup tanpa Ibu, rasanya berat. Apa aku bisa menjaganya?Suatu saat, akan ada hari dimana dia menginginkan memiliki ibu bukan? Lalu, apa yang harus kujelaskan?Saat pikiranku dipenuhi firasat buruk, dan khawati tentang keadaan Nazwa yang sedang kritis. Suara familiar yang menjadi pemicu pertengkaran kami terdengar. Aku tah
Sudah satu bulan aku menyandang setatus baru sebagai Nyonya Kaffi. Tapi hubunganku dan Mas Adit seakan tanpa setatus. Laki-laki itu selalu bicara seperlunya padaku. Itu pun mengenai Jovan. Hanya saat hari libur Adit ada di rumah. Selebihnya sering dihabiskan di kantor.Pagi ini seperti biasa, sebelum Mas Adit bangun dan keluar dari ruang kerja, aku lebih dulu menyiapkan keperluannya, lalu ke kamar Jovan untuk mengecek keadaannya.Hari ini aku ingin mencoba menyiapkan sarapan, karena Bi Inah sudah kembali ke kediaman Umi. Wanita itu sengaja dikirim ke rumah ini agar bisa membantu Nazwa saat dia hamil.Aku memutuskan akan membuat Nasi goreng ala kadarnya. Jujur, ini pertama kalinya aku mencoba memasak sendiri. Selama ini aku hanya mebantu Bi Inah sebisaku. Jadi, apa yang harus kusiapkan lebih dulu, aku pun tak mengerti. Akhirnya aku memilih mengeluarkan semua yang ada di kulkas.Dalam kebingungan, sebuah suara b
"Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu, dan isteri-isteri orang mukmin, hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang"(Al-Ahzab:59)***************Aku mematut diri di depan cermin. Kutatap wajah yang kini telah berbalut hijab berwarna pech itu. Ada rasa berdebar saat aku mengenakannya. Wanita di depan sana lebih cantik dari yang biasa aku lihat. Lebih terasa terlindungi dan terasa aman. Tapi disatu sisi, aku belum merasa pantas, sementara akhlakku saja masih jauh dari kata sempurna.Tiba-tiba suara panggilan terdengar. Mas Adit menyuruhku untuk cepat turun."Kay, Cepat! Umi sudah lama menunggu!""Ya, sebentar!" jawabku tergesa.