Apa jadinya jika hidup seorang suami dikendalikan oleh sang ibu? Sehingga membuat rumah tangga bersama istrinya hancur begitu saja. Sikap egois ibu mertua, membuat Nabila kehilangan segalanya. Anak, suami, bahkan diusir dari rumah. Ibarat kata, sudah jatuh ditimpa tangga. Lebih kejamnya, Arsya sebagai suami Nabila hanya bisa menurut saja atas segala keinginan ibunya. Tidak ada pembelaan sama sekali untuk Nabila. Namun, setelah terusir dari rumah keluarga suami, Nabila dihadapkan dengan pengalaman yang tidak pernah ia duga, yang mampu membawanya menuju kehidupan yang sangat menarik.
View More“Aku harus pergi ke mana? Sudah berapa kontrakan yang aku kunjungi, tapi tidak ada yang kosong. Aku tidak mungkin tidur di emperan toko,” gumam Nabila.Nabila berjalan menyusuri jalanan yang tampak ramai. Cuaca panas tidak menyurutkan niatnya untuk pergi menjauh dari rumah Gala. Namun, sayangnya ia kebingungan harus tinggal di mana sekarang.Nabila berhenti di sebuah warung kecil di pinggir jalan. Ia memesan air mineral dingin, untuk sekedar menghilangkan rasa dahaga.Nabila menyeka keringat yang mengucur di dahi. Beberapa kali ia mengibaskan tangan untuk mengurangi rasa gerah.“Apa aku kembali saja ke rumah Nadya untuk sementara waktu? Tapi ….” Nabila menggelengkan kepalanya.“Tidak, aku tidak boleh ke sana. Cari jalan lain, pasti ada jalan, pasti ada!” gumam Nabila.Nabila memijat pelipisnya, kemudian kembali melanjutkan perjalanan yang entah ke mana arah dan tujuannya.Dari belakang, Nabila mendengar suara klakson motor. Nabila menghentikan langkahnya, lantas menoleh ke belakang.“
Setelah pak Ujang pergi, Gala menerima pesan dari nomor pak Ujang. Gala pun segera membuka pesan itu.“Coba cari tahu dari CCTV. Siapa tahu Bapak mendapatkan petunjuk. Soalnya saat saya sedang bantu-bantu di acara pesta semalam, sekilas saya seperti melihat Nabila berjalan sempoyongan. Menurut saya ada yang salah pada Nabila. Entah apa penyebabnya, coba Bapak cari tahu, rekaman Nabila sebelum dia masuk ke dalam kamarnya. Bisa jadi itu adalah kerjaan pak Ello, untuk menjebak Nabila. Tapi maaf, bukan maksud saya menuduh kakaknya Pak Gala. Tapi ada baiknya Pak Gala segera mencari tahu.”Gala membulatkan matanya setelah membaca pesan dari pak Ujang. Kini ia mengerti maksud dari ucapan pak Ujang barusan. Bisa-bisanya Gala tidak terpikirkan untuk mencari tahu semuanya dari CCTV. Gala telah menelan mentah-mentah informasi yang belum tentu benar adanya, tanpa mencari tahu dulu bukti yang akurat.Bergegas Gala meninggalkan ruang laundry menuju kamarnya. Gala teringat akan kamera CCTV yang seng
“Apakah Nabila pergi?” gumam Gala.Seketika hati Gala terasa sesak. Lantas ia mencoba menghubungi nomor Nabila. Berharap ia tahu keberadaannya saat ini.Gala merasa lemas, tatkala Nabila menolak panggilan telepon dari Gala. Tak lama dari itu, setelah Gala mencoba lagi menghubungi nomor Nabila, tiba-tiba nomor Nabila tidak aktif.“Ya Tuhan … kenapa Nabila pergi?” batin Gala.Gala kemudian menjauh dari lemari, ia hendak keluar dari kamar Nabila untuk memberitahu yang lain, bahwa Nabila tidak ada. Namun, langkahnya tiba-tiba terhenti, saat sudut matanya tidak sengaja menangkap sesuatu yang tergeletak di atas bantal.Gala mendekati tempat tidur, lalu mengambil selembar kertas yang tersimpan di sana.Setelah Gala melihat kertas itu, ternyata kertas itu berisi surat dari Nabila. Penasaran akan isi surat itu, Gala pun segera membacanya.“Pak Gala, mungkin saat Pak Gala membaca surat ini, saya sudah tidak ada di rumah Pak Gala. Mohon maaf, saya tidak izin langsung untuk pergi dari rumah itu.
Gala spontan menginjak pedal rem mendadak. Hampir saja ia menabrak orang itu. Setengah memukul, Gala membunyikan klakson, membuat lelaki berseragam pelayan catering itu kemudian menepikan langkahnya ke pinggir jalan.“Kalau jalan hati-hati, hampir saja kamu mati saya tabrak!” sentak Gala, ia memarahi lelaki itu.Gala kembali melajukan mobilnya hingga keluar dari area komplek perumahannya. Setelah itu, Gala menambah kecepatan laju kendaraannya seperti kesetanan. Gala yang selalu disiplin dalam berkendara, kini ia bersikap pecicilan. Sangat jauh berbeda dari biasanya.Hingga mobilnya berhenti, Gala turun dari dalam mobil, lalu berjalan masuk ke dalam sebuah gedung yang dijaga oleh dua orang penjaga dengan perawakan tinggi besar, berbaju serba warna hitam.Gala masuk ke dalam lingkaran dunia malam, di mana di sana banyak sekali orang-orang yang tengah bersuka ria sambil menari-nari dengan asyiknya dengan alunan musik yang mendayu-dayu dengan indah. Ada juga yang tengah menikmati minuman
“Apa?”Serempak, semua orang terkejut mendengar keputusan yang keluar dari mulut Faisal.“Tidak, Ello adalah tunanganku, Om. Kenapa Om memutuskan untuk menikahkannya dengan wanita itu?” tanya Angel.Sejenak Faisal memejamkan matanya, kemudian membukanya kembali sambil mengusap kepala Angel.“Maafkan Om, Angel. Tapi Om tidak bisa menutup mata terhadap apa yang telah mereka lakukan. Dengan menikahkan mereka, mungkin ini adalah jalan yang terbaik. Om harap, kamu bisa tabah menerima keputusan Om. Jalan kamu masih panjang, Angel. Kamu masih muda, kamu bisa mendapatkan lelaki yang lebih baik dari Ello,” jawab Faisal.“Tidak bisa begitu dong, Pak Faisal. Masa Pak Faisal memutuskan hal ini sendirian. Kita tidak tahu mereka mau atau tidak dinikahkan. Kasihan anak saya, baru juga bertunangan, masa Bapak seenaknya membatalkan pertunangan ini. Mau ditaruh di mana muka saya?” timpal ayah Angel.“Maaf, Om Bimo. Tapi saya setuju atas keputusan Papi saya. Saya akan menikahi Nabila, sebagai bentuk tan
Ello yang baru saja keluar dari kamar mandi, menatap Gala dengan tersenyum sambil mengeringkan rambutnya dengan handuk.“Menurut kamu?” tanya Ello, berhasil memancing kemarahan Gala.Tanpa diduga, pukulan keras melayang menghantam wajah Ello.Ello yang tidak ada persiapan apa pun terhadap serangan Gala, tersungkur ke lantai.“Lu apakan Nabila? Gue nggak terima, lu kurang ajar, Ello!” Lagi dan lagi Gala melayangkan pukulan itu. Hanya saja, Ello tidak melawan saat Gala terus menyerangnya.“Kenapa? Apa kamu cemburu? Atau jangan-jangan kamu suka sama Nabila,” ujar Ello, sambil mengusap sudut bibirnya yang sedikit mengeluarkan darah.Gala terdiam, ia hanya menatap Ello dengan geram.Mendengar kegaduhan itu, keluarga Gala, Angel dan juga Nadin menghampiri kamar Nabila.“Ada apa ini, Gala? Kenapa berisik sekali di sini?” tanya Erina. Namun, Gala masih terus menyerang Ello.“Cukup, Gala jangan pukul kakakmu. Cukup, Oma bilang cukup! Ada apa ini sebenarnya? Kenapa kamu memukul kakakmu, Gala?”
Sandi tertidur di pangkuan Mona hingga acara pesta selesai. Satu persatu tamu undangan pun telah pulang.“Ini kok kenapa tanganku hangat, ya? Basah, lagi!” seru Mona.Nadin menatap Sandi yang terlelap tidur. Kemudian menatap celana Sandi yang tampak telah basah.“Iuh … Mama, Sandi ngompol! Kayaknya popoknya sudah penuh!” tunjuk Nadin pada celana Sandi.Mona meringis jijik saat tahu ternyata Sandi ngompol dan mengenai tangannya.“Nadin, coba kamu gendong Sandi. Mama mau ke toilet mau cuci tangan dulu,” pinta Mona.Nadin menggelengkan kepalanya kuat-kuat. Menolak permintaan Mona.“Nggak, nggak, nggak! Nanti tangan dan baju aku basah dan bau, lagi! Mama saja yang gendong, Mama kan sudah pengalaman. Masa jijik sih sama cucu sendiri,” tolak Nadin.Akbar menghampiri Mona dan Nadin. Menatap mereka berdua yang sedang bergidik melihat ompol Sandi.“Kenapa kalian bergidik begitu? Ayok, pulang! Orang-orang sudah pada pulang, tinggal kita saja yang belum pulang. Nggak enak sama tuan rumah kalau k
“Mas-mas, ke sini!” Nadin memanggil salah satu pelayan catering yang kebetulan lewat di hadapannya.“Iya, ada apa, Mbak?” tanya pelayan catering itu, setelah menghampiri Nadin.Nadin kemudian membisikkan sesuatu di telinga pelayan catering itu. Lantas memberikan sejumlah uang kepadanya.“Wah … siap, Mbak. Terima kasih banyak telah mempercayakan kepada saya. Kalau begitu, akan saya laksanakan sekarang,” ucap pelayan catering, kemudian membawa dua gelas minuman ke arah Gala dan Nabila.Dari kejauhan, Nadin memantau Gala dan Nabila yang menerima minuman itu.“Huh, sebentar lagi, Nabila. Sebentar lagi kamu akan merasakan akibatnya. Dan mas Gala, akan membenci kamu!” seru Nadin.Nadin kemudian melangkahkan kakinya hendak pergi dari tempat itu. Namun, karena sebelah hak sepatunya yang patah, membuatnya nyaris terjatuh.“Aaa!”Beruntung seseorang berhasil menahan tubuh Nadin. Sehingga Nadin tak jadi jatuh.“Kak Ello ya ampun, terima kasih banyak sudah menolongku. Aku nggak tahu kalau misal n
Nabila menatap kue itu di lantai, lantas mengangkat wajahnya menatap Nadin yang berdiri di hadapannya.“Mbak Nadin,” batin Nabila.“Enak makanannya?” tanya Nadin.“Kenapa Mbak Nadin melempar makanan saya?” tanya Nabila balik.“Kenapa? Mau marah? Asal kamu ingat ya, Nabila. Kamu harus sadar sama batasan kamu di sini. Tidak usah tebar pesona seperti tadi. Untuk apa? Untuk mencari perhatian banyak orang? Khususnya mas Gala?” tanya Nadin.Nabila menggelengkan kepalanya pelan. Menepis tuduhan yang dilontarkan Nadin.“Maaf, Mbak Nadin. Saya tidak ada niat tebar pesona. Saya hanya menjalankan tugas. Saya di sini hanya bekerja, tidak lebih,” ucap Nabila berusaha menyangkal.Nadin melipat kedua tangannya di depan dada. Mendelikkan matanya ke atas, seakan tidak menghiraukan ucapan Nabila yang berusaha membela diri.“Dengan penampilan seperti itu, apakah saya harus percaya kalau kamu tidak tebar pesona? Tapi … tunggu-tunggu, saya sepertinya kenal dengan baju yang kamu pakai ini. Coba kamu berdir
“Mas, uang kita yang dua ratus ribu mana?” “Tadi dipinjam sama ibu.”“Amira panas, Mas. Panasnya sangat tinggi. Kenapa kamu kasih? Mas, tolong minta lagi uang itu sama ibu. Kita harus membawa Amira ke dokter. Aku takut terjadi apa-apa sama anak kita. Kita tidak punya uang lagi selain uang itu.”Arsya yang tengah meminum kopi, segera berdiri dan mendekati Nabila, istrinya yang tengah menggendong Amira, putri mereka yang baru berusia 2 bulan.“Hanya demam biasa, coba kamu kompres saja Amira, nanti juga dia bakalan sembuh,” imbuh Arsya.Nabila menggeleng pelan, jelas Amira membutuhkan penanganan dokter. Suhu tubuh Amira sudah berada di atas normal. Membuat Nabila bersikeras ingin membawanya ke dokter.“Tidak, Mas, Amira butuh pertolongan dokter. Kita tidak bisa membiarkannya seperti ini. Pokoknya kamu minta lagi uang itu dari ibu. Aku tidak mau tahu, Amira harus dibawa ke dokter,” sahut Nabila.Arsya kemudian pergi ke dapur, kemudian kembali dengan membawa rantang berisi air dan juga ha...
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments