Dua tahun menjalani pernikahan yang penuh gejolak, Scarlett sangat ingin punya anak dan menyelesaikan tugasnya sebagai istri. Namun Tristan dengan dingin menolaknya dan berkata, “Scarlett, jangan pernah berpikir untuk mengandung anakku.” Karena marah, Scarlett menyiapkan surat cerai dengan harapan bisa mengakhiri semuanya. Tapi balasan yang ia terima justru adalah, “Aku akan pulang malam ini.”
View More“Scarlett, suamimu sedang enak-enakan di ranjang perempuan lain, dan kamu masih bisa tidur santai? Apa kamu tidak takut suatu hari ada yang merebut posisimu?”
Audrey bicara dengan nada frustrasi, sementara Scarlett yang masih setengah mengantuk hanya bertanya pelan, "Dengan wanita mana, bu?" Sudah dua tahun menikah, dan selalu saja, ibu mertuanya selalu berkata ada wanita lain yang siap menggantikan posisi Scarlett. Bahkan mertuanya pernah menyuruh dia memergoki suaminya selingkuh, dan Scarlett sudah mulai terbiasa dengan semua ini. Tapi, sejauh ini semua usahanya sia-sia, belum pernah ada bukti jelas kalau Tristan memang selingkuh. “Nanti aku kirim nomor kamarnya lewat Messenger. Pergi sana dan seret dia pulang,” ujar Audrey, lalu menambahkan, “Tapi ingat, kalau kamu terus mengabaikan Tristan seperti ini, Ibu tidak bisa bantu kamu lagi.” Mengabaikan? Kalau saja Tristan memberi dia kesempatan untuk mengurusnya, Scarlett pasti sudah melakukannya. Selama dua tahun pernikahan, Tristan pulang ke rumah mereka, bisa dihitung dengan jari. Setiap kali pulang pun selalu saja berujung ribut. Tristan seperti sengaja menghindarinya. Scarlett tidak tahu lagi harus bagaimana. Padahal, dulu semuanya Tidak seperti ini. Tristan dulu begitu baik dan penuh perhatian—sampai satu kejadian, mengubah segalanya. Scarlett diam sebentar, memejamkan mata. Lalu, sambil malas-malasan bangkit dari tempat tidur, dia berkata, “Oke, kirim saja alamatnya.” Setengah jam kemudian, Scarlett tiba ditempat yang sudah dikirimkan oleh ibu mertuanya, ia sudah dapat kartu akses dari manajer hotel, ditemani Zoe menuju kamar suite. Begitu Scarlett hendak menempel kartunya, hati yang tadinya tenang mendadak berdebar, perasaannya tidak enak. Meski sikap Tristan dingin, namun satu kalipun, Scarlett tidak pernah menemukan suaminya tidur dengan wanita lain, namun tetap saja, Scarlett takut hari ini semua yang ia takutkan terjadi. Begitu pintu terbuka, terdengar suara dari dalam, “Empat kartu yang sama.” Scarlett dan Zoe sama-sama terkejut. Bukannya memergoki adegan perselingkuhan, tapi malah melihat mereka sedang main poker. Para perempuan yang duduk di samping pria-pria itu tetap saja jadi pemandangan yang menyebalkan. Tristan sedang menggigit rokok di bibirnya, satu tangan memegang kartu, sementara Nicole menempel manja di lengannya, duduk tepat di sampingnya. Pria-pria di meja itu adalah orang-orang top di Woodland, kelas atas. Seperti biasa, Tristan menjadi pusat perhatian — wajah tampan, kacamata berbingkai emas bertengger di hidung, rambutnya disisir ke belakang dengan gaya acak-acakan tapi tetap keren. Dia benar-benar gambaran pria keren yang sedikit nakal, tetap memukau tak peduli sudah berapa kali orang memandangnya. Banyak perempuan rela menghabiskan segalanya demi pria seperti dia. Di bawah kepemimpinannya, perusahaan King International melejit dalam dua tahun terakhir, membuat Tristan jadi salah satu orang paling berpengaruh di Woodland. Seandainya saja dia masih seperti dulu… Kalau bukan karena satu kejadian itu, Tristan akan jadi suami yang sempurna. Tristan punya banyak kelebihan, tapi bersikap baik pada Scarlett sudah bukan salah satunya. Nicholas, yang duduk menghadap pintu, begitu melihat Scarlett datang langsung terkejut, tapi buru-buru menyapa dengan senyum. Melihat tatapan dingin Tristan, dia cepat-cepat memperbaiki sikap, “Letty, ada angin apa kamu ke sini?” Dengan santai, Scarlett berjalan masuk, “Aku rindu kalian. Jadi mampir kesini.” Tak perlu dijelaskan panjang lebar — semua orang yang ada disana tahu, Scarlett datang untuk Tristan. Meninggalkan perempuan secantik itu di rumah dan diabaikan — apa sih sebenarnya yang ada di kepala Tristan? Scarlett tampil memukau dengan gaun hitam pendek selutut berleher V, rambut hitam panjangnya terurai indah, setiap helainya memancarkan daya tarik yang tak terbantahkan. Saat dia berjalan mendekati meja, para perempuan lain di ruangan itu sampai terdiam, takjub. Scarlett tak menggubris kehadiran Nicole sama sekali. Dia hanya melirik ke arah lengan Tristan, membuat Nicole buru-buru berkata, “Tristan baru saja menang besar. Aku cuma, ya, merayakannya saja.” Sebelum Nicole selesai bicara, tangan Scarlett langsung mencengkeram pergelangan tangannya, “Nicole, kalau kamu sentuh dia lagi, aku potong tanganmu.” “Scarlett, dengarkan aku-,” pinta Nicole, wajahnya meringis kesakitan, “Kamu menyakitiku.” Begitu mendengar teriakan Nicole, tatapan dingin Tristan langsung beralih ke Scarlett. “Kenapa meributkan hal yang tidak penting? Kamu duduk disampingku dan tenanglah." Memanfaatkan momen itu, Nicole cepat-cepat melepaskan diri dan mundur. Sambil mengusap pergelangan tangannya, matanya berkaca-kaca, “Tristan…” Tristan meliriknya sekilas dengan wajah tanpa ekspresi. "Duduklah disamping Scarlett, dia tidak akan mengganggumu." Saat suasana makin tegang, seorang perempuan di samping Nicholas penasaran dan bertanya pada Tristan, “Siapa itu, Tuan Tristan?” Asap rokok mengepul di sekitar kacamata emasnya saat Tristan mengetuk abu rokok, “Tidak kenal.” Ruangan langsung hening. Tidak kenal? Padahal mereka sudah saling kenal selama 23 tahun. Scarlett tahun ini berusia 23. Tristan memang tidak pernah memberitahukan perihal pernikahannya dengan Scarlett dengan dunia luar. Enggan untuk duduk disamping suaminya, Scarlett berdiri di dekat meja poker, mendekat dan berbisik ke Tristan, “Sekarang sudah setengah tiga pagi. Waktunya main telah selesai.” Dengan rokok di sela jarinya, Tristan tetap santai, seolah tidakmendengar kata-kata istrinya. Nicole, mencoba mencairkan suasana canggung, ikut bicara, “Scarlett, namanya juga laki-laki, ya begitulah, suka main-main. Nicholas dan yang lain juga di sini, jadi kamu tidak perlu terlalu khawatir.” Scarlett hanya tertawa, “Kalau begitu, kamu nikah dulu sana, baru pinjamkan suamimu padaku untuk aku ajak keliling sebentar.” Nicole langsung bungkam tak bisa membalas. Setelah komentar tajam itu, Scarlett menoleh ke Nicholas dan menepuk meja poker, “Minggir!” Nicholas mendongak, “Letty, kamu mau ikutan main?” Zoe, yang ikut menemani Scarlett memergoki perselingkuhan ini, tertawa kecil, “Kenapa? Hanya pria saja yang boleh main? Wanita tidak?” Dengan potongan rambut pendek keren dan kemeja bermotif bunga mencolok, Zoe mudah saja dikira pria — atau bahkan kekasih rahasia Scarlett. Dengan pandangan penuh arti, Zoe menoleh ke Scarlett sambil menggoda, “Scarlett, aku dengar pria-pria muda yang kerja di klub hotel ini tampan-tampan, lho. Mau kupanggil beberapa naik ke sini?” ucapnya dengan mata berbinar nakal. Scarlett duduk santai di kursi yang sudah ditarikkan Nicholas untuknya. “Kedengarannya menarik.” Begitu Scarlett menyatakan persetujuannya, barulah tatapan Tristan akhirnya benar-benar mengarah ke wajahnya. Tanpa menggubris Tristan, Scarlett langsung ikut bermain. “Jack wajik,” ujarnya santai. Tak lama kemudian, beberapa pemuda tampan berdiri di ruang tamu suite. Zoe menunjuk pemuda tertinggi dan paling tampan untuk menemani Scarlett. Pemuda itu, dengan semangat, duduk di samping Scarlett sambil menyunggingkan senyum. “Wah, keberuntungan ada di pihakku. Kalau aku di sampingmu, kamu pasti akan menang besar.” Scarlett tertawa kecil, “Kalau aku menang besar, kamu akan dapat tip besar.” Dan benar saja, ronde demi ronde keberuntungan selalu berpihak pada Scarlett. Anehnya, dia seperti punya bakat khusus untuk menang setiap kali Tristan ikut main — yang jelas membuat Tristan kesal setengah mati. Sampai akhirnya, setelah satu ronde lagi Scarlett menang, Tristan membanting kartunya ke meja dengan kesal. Wajahnya menunjukkan amarah dingin yang membuat suasana jadi mencekam. Tanpa terganggu sedikit pun, Scarlett mendorong kartunya kembali ke mesin pengocok sambil menggoda, “Tuan Tristan, tidak tahan kalah ya? Kalau tidak kuat, pulang saja dan tidurlah.” Godaan itu hanya membuat Tristan tertawa kering. “Kamu ingin tidur denganku? Jangan mimpi, Scarlett.” Mendengar sindiran tajam itu, Nicole melirik Scarlett dengan waswas, bertanya-tanya apakah perceraian sudah di depan mata bagi pasangan ini. Tak memedulikan ejekan Tristan, Scarlett menyerahkan uang kemenangannya kepada pemuda di sebelahnya. “Tip untukmu, Nak.” Wajah pemuda itu langsung berbinar saat menerima uangnya. “Wah, terima kasih banyak!” Perempuan-perempuan lain di ruangan itu langsung duduk lebih tegak, jelas merasa iri. Dengan kantong tebal tip dari Scarlett, pemuda itu tiba-tiba memerah wajahnya sambil berkata, “Aku bisa buat malammu makin seru. Gimana kalau aku temani kamu malam ini?” Begitu kata-kata itu keluar, pemantik rokok yang ada di tangan Nicholas langsung jatuh ke lantai dengan suara ceklik, dan semua orang mendongak kaget. Dalam sekejap, ruangan itu mendadak hening total — saking heningnya, suara jarum jatuh pun pasti terdengar.Sikap santai Tristan berhasil mencairkan ketegangan yang sempat muncul saat ia berkata, “Saya sudah melihat Scarlett dalam kondisi terbaik maupun terburuknya, jadi tidak perlu khawatir atas namanya, Logan.”Logan mengangkat pandangannya, bingung dengan apa yang baru saja diucapkan Tristan. Apa maksudnya? Apakah mungkin Tristan dan Scarlett telah melanggar batas profesional? Skandal semacam itu belum pernah terjadi di firma mereka sebelumnya.Tentu saja, Logan bisa menerima hubungan asmara yang wajar di tempat kerja. Namun, jika Scarlett sengaja mendekati Tristan demi mendapatkan kerja sama dengan hukum King International, itu adalah masalah serius yang tak ingin ia sentuh sama sekali.Perilaku tidak etis semacam itu mungkin dianggap wajar di firma lain, tapi di United Law LLP, hal tersebut sama sekali tidak bisa diterima. Tindakan seperti itu bukan hanya akan mencoreng reputasi firma, tapi juga bisa merusak integritas dari hasil kerja mereka.Saat Logan berdiri terpaku, dengan ekspres
Melihat dari urutan waktunya, seharusnya mereka saling bertemu.Scarlett melihat termos sup di meja kerja Tristan dengan sekilas."Sepertinya aku datang di waktu yang tepat," ujarnya santai.Sambil berkata demikian, ia meletakkan setumpuk dokumen yang dibawanya ke atas meja dan meraih termos sup itu.Tristan tidak bisa membiarkan Scarlett membuka termos itu. Ia segera mengambil ponselnya dan berkata,"Aku akan meminta Andrew untuk membawanya keluar."Scarlett menimpali, "Jangan sia-siakan usaha yang sudah dia lakukan."Sambil berbicara, ia mengambil termos tersebut dan berkata,"Siapa tahu dari memakan ini aku bisa belajar membuatnya."Tristan memperhatikannya, penasaran dengan apa yang akan dilakukan Scarlett. Saat termos dibuka, Scarlett mencicipi perlahan sup yang sudah dimasak Nicole, lalu menatap Tristan sambil bertanya,"Mau coba?"Tristan tersenyum menyeringai."Aku hanya tertarik pada 'jus' legendarismu itu."Scarlett tertawa terbahak hingga hampir menyemburkan sup yang baru s
Setelah selesai pergulatan panas, Tristan menyandarkan kepala pada tangannya dan berbaring miring, menatap Scarlett dengan penuh kekaguman. Bagi Tristan, rona kemerahan di wajah Scarlett tampak sangat mempesona.Menyadari tatapan itu, Scarlett membuka matanya dan membalas pandangan Tristan dengan ekspresi sinis. “Belum pernah melihat perempuan cantik sebelumnya?”“Aku belum pernah melihat yang secantik kamu,” jawab Tristan sambil mengusap lembut punggung dan lehernya.“Anak kita nanti lebih baik mewarisi penampilanku,” ujar Scarlett.“Selama itu anakku, aku tidak keberatan,” sahut Tristan, yang langsung mendapat tatapan tajam dari Scarlett.Dalam keadaan setengah tertidur, Scarlett tiba-tiba teringat sesuatu. “Kita perlu berbicara dengan ibumu. Jangan terburu-buru membahas soal anak.” Hanya sehari setelah malam pertama mereka, Audrey sudah memborong berbagai perlengkapan bayi. Scarlett merasa beban itu terlalu berat.Tristan menarik Scarlett ke dalam pelukannya. “Baik, aku akan bicara
Perkataan Cedric hampir saja membuat Audrey naik pitam hingga ingin membalikkan meja makan.'Dasar laki-laki tak tahu diri,' gerutunya dalam hati. Betapa beraninya dia berkata seperti itu di hadapannya! Tidak diragukan lagi, ia pasti tengah merencanakan sesuatu untuk merebut hati Scarlett di belakang keluarga King. Ia benar-benar berniat mengambil Scarlett.Meskipun amarah berkecamuk di dalam dirinya, Audrey berhasil menahan diri dan berkata dengan senyum palsu, “Baiklah, saya akan bantu mencarikan untukmu!”Ia sudah berniat untuk mencarikan seorang perempuan yang bisa membuat Cedric kewalahan.Scarlett, yang duduk di samping, mengusap pelipisnya sambil menyaksikan ketegangan yang tersembunyi antara Audrey dan Cedric. Ketika makan malam yang terasa cukup canggung itu akhirnya usai sekitar pukul 20.30, Scarlett menghela napas lega. Setidaknya sandiwara hari ini telah selesai.Di kursi belakang mobil, Audrey menatap tajam lampu belakang kendaraan di depan mereka dan berkata dengan nada
Tatapan mereka saling bertemu, lalu Tristan menggoda, “Masih belum puas?”Scarlett menjulurkan kakinya dan dengan santai menggesek tulang kering Tristan menggunakan kuku kakinya yang sudah dipoles, sebagai tanda bahwa ia tidak menyukai komentar Tristan. Tristan tertawa kecil dan menarik Scarlett ke dalam pelukannya.Dengan nada lelah, Scarlett berkata, “Kamu harus tahu, kalau semuanya tidak berjalan baik, anak-anak nanti tetap menjadi tanggung jawabku.” Setelah tujuan utama mereka tercapai, pikiran Scarlett mulai mengarah ke masa depan.Tristan hanya tertawa menanggapi, “Jangan harap.” Berpisah? Itu hanya akan terjadi jika dia mati—Scarlett tidak akan bisa melepaskannya semudah itu. Ia pun memeluk Scarlett dengan lebih erat.Terlalu letih untuk berdebat, Scarlett memilih memejamkan matanya. Tristan memandangi wajahnya sambil tersenyum lalu melirik ke arah jam. Sudah pukul 4 pagi.Keesokan paginya, saat sinar matahari mulai masuk ke dalam kamar, Scarlett merasa sangat kelelahan dan eng
Pertanyaan dari ibunya, membuat emosi Tristan memuncak. “Suka padanya? Astaga, Bu, tenanglah sedikit. Tidak perlu memperkeruh keadaan.”“Baiklah, ibu mengerti,” jawab Audrey dengan senyum tipis. “Mulai sekarang, ibu tidak akan mengganggunya lagi.”Namun rasa penasaran Audrey belum terpuaskan. Ia bertanya lagi, “Lalu bagaimana dengan Scarlett? Apakah kamu benar-benar mencintainya, atau kamu menikahinya hanya karena tekanan dari ayahmu dan ibu?”Di seberang telepon, Tristan tertawa kecil menanggapi drama ibunya. “Bu, kapan aku pernah melakukan sesuatu yang tidak ingin aku lakukan?”Audrey masih belum puas, suaranya terdengar penuh harap sekaligus curiga, “Jadi kamu memang mencintai Scarlett?”Dengan Scarlett yang sedang berada tak jauh darinya, Audrey sebenarnya tengah mencari kepastian—berusaha menenangkan hatinya sendiri sekaligus memberikan keyakinan pada Scarlett.Tristan menghela napas panjang sambil memijat pelipisnya, frustrasi. “Bu, aku masih banyak urusan. Nanti kita bicara lag
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments