Pada malam harinya, Viona telah sampai di mansion Frank. Dia bergegas masuk dan berlari. Ia tidak sabar melihat Jaxon."Viona.""Kakek." Viona memeluk kakek Damian dengan erat. "Dimana Jaxon?" tanya Viona."Dia ada di kamar Frank." Viona bergegas ke kamar Frank. Dia membuka pintu kamarnya dan melebarkan kedua matanya. Ia melihat Frank di tahan oleh kedua penjaga. Sedangkan Jaxon menangis. "Daddy.""Aku harus menolong Viona!" teriak Frank. Dia menendang salah satu penjaga yang menahan di lengan kanannya. "Daddy." Tanpa sadar Jaxon terjatuh ke lantai akibat Frank yang menepis tangannya. Frank memukul penjaga yang menahan lengan kirinya dan berlari, namun langkahnya berhenti ketika melihat Viona di ambang pintu."Viona." Suaranya merendah. Tidak ingin membuang kesempatan. Ia berlari meneluk Viona dengan erat. "Viona kau selamat, maafkan aku, maafkan aku, maafkan aku. Sungguh aku tidak melakukannya, aku fi jebak oleh Beliana. Aku tidak melakukannya. Aku mohon percaya pada ku." Seoran
Tiga hari kemudian.Jaxon begitu senang bertemu dengan ibunya diam-diam walaupun ia harus mendapatkan sindiran pedas dari Axek, ketidaksukaannya padanya. Tiap ke sekolah dan pulang sekolah, Viona, Axel dan Kenan mengajaknya jalan-jalan. Ayahnya pun beberapa sudah membaik. Namun masih terkadang menangis dalam diam.Frank menyandarkan kepalanya ke dinding, hatinya merasakan kesakitan mendengarkan obrolan Viona dan putranya. Ia bersyukur Viona kembali, ia berharap apa yang ia lihat adalah Viona.Begitu obrolan Jaxon berakhir, Frank bergegas pergi ke kamarnya. Ia menyandarkan punggungnya ke kepala ranjang menunggu Jaxon berpamitan padanya."Daddy." Jaxon berlari ke arah Frank. "Jaxon berangkat dulu Dad, biarkan sopir nanti yang menjemput Jaxon. Daddy istirahat saja."Frank mengangguk dan mencium kening Jaxon. "Ya, Daddy menyayangi mu."Sesampainya di sekolahnya, ia bertemu dengan Viona, Aleta, Axel dan Kenan. Viona memang sengaja menunggu kedatangannya sebelum masuk ke sekolahnya."Sayan
"Aku tidak bisa melindungi mu, maafkan aku. Kau tak perlu memaafkan aku, tapi aku mohon akuilah Jaxon sekalipun dia bukan anak kandung mu. Aku hanya meminta mu memperhatikan Jaxon."Air mata Viona menetes keluar. Sesaknya seakan menghentikan detakan jantungnya. Frank menggenggam tersenyum, ia pun memalingkan wajahnya ke arah kanan. Ia memejamkan kedua matanya hingga air matanya mengalir lewat sudut kedua matanya itu.Viona menggigit bibir bawahnya. Tangannya gemetar ingin menyentuh pipi Frank. Ternyata selama ini ia salah paham pada Frank dan ternyata Frank kembali ke masa lalu.Viona beranjak ia meninggalkan Frank dan duduk di kursi tunggu, ia butuh ketenangan di hatinya. Ia pun menutupi wajahnya."Viona. " Kenan memegang bahu Viona. "Kau kenapa? bagaimana dengan Frank?""Dia tidak apa-apa, bagaimana keadaan Axel?""Dia baik-baik saja dan keadananya baik. Dua hari lagi Axel akan operasi, sahabat ku sudah menemukan pendonor.""Viona terima kasih karena sudah menyayangi Axel. Kau ibu t
Hari silih berganti, bulan pun berganti, kini tak terasa sudah setahun berlalu, Viona dengan telaten menemani Jaxon ke sekolah, layaknya seperti ibu. Kini ia sepenuhnya memaafkan Frank dan menerima kehadirannya kembali di kehidupan. Sedangkan Belian telah di penjara di ruangan khusus yang Frank buat sendiri karena telah terbukti kecelakaan yang menimpa Arel itu ulah dari Beliana.Lika liku kehidupan dan tancapan tajam yang telah mereka lalui kini telah sirna dengan ucapan janji setia kedua. Pernikahan keduanya hanya di hadiri oleh beberapa saudara. Padahal Frank meminta pernikahan mereka di meriahkan, namun Viona begitu enggan untuk di meriahkan. Ia tidak mempermasalahkannya jika harus sederhana. Frank menarik pinggang Viona dan kemudian mencium bibirnya. "Aku akan memintanya lagi."Jaxon, kakek Damian dan tuan Ardey tersenyum bahagia. Mereka kini bisa melihat bersatunya Frank dan Viona dengan landasan cinta. Mereka berharap Viona dan Frank bahagia hingga akhir hayatnya. Sedangkan A
BrakPintu bercat putih dan kuat itu dibuka dengan kasar. Seorang wanita berdiri dengan wajah memerah dan air mata menggenang menahan tangis. Wanita yang memakai dress selutut berwarna putih dengan motif bunga tulip itu perlahan melangkah. Bahkan saking terkejut karena seseorang mengirimkan sebuah foto dia lupa menggunakan alas kaki.Langkahnya terasa berat, nafasnya semakin berat dan sesak. Hatinya sangat sakit, karena tidak percaya dengan foto itu dia ingin membuktikannya. Ruangan temaram dengan samar-samar aroma parfum yang dia kenal, semakin dia masuk, semakin dia mengenal aroma tersebut.DegAir mata yang menggenang itu mengalir membelah pipinya. Bibirnya sedikit terbuka, dadanya seperti kesulitan memompa oksigen. "Hah."Dia tak percaya dengan apa yang dia lihat. Tidak mempercayai kenyataan di depannya, seperti sebuah mimpi yang sangat menyakitkan. Kilat petir yang terlihat di gorden berwarna cokelat terasa terang seakan menghantam hatinya dengan tancapan bagaikan anak panah yan
Detakan jarum panjang itu terus berjalan, tanpa terasa jam dinding itu menunjuk pukul 08.30 malam.Viona masih termenung dengan semua kejadian masa lalu. Kisah masa lalu saat bersama Frank, sebelum dirinya jatuh cinta dan setelah dirinya jatuh cinta membuat dadanya semakin panas. Kedua tangannya mengepal kuat selimut berwarna putih itu. "Aku membenci mu Frank, sangat membenci mu." Nada dingin begitu tajam bagaikan belati yang akan menancap. Air mata yang ingin ia tahan masih saja memaksa keluar. Dia benci dengan air matanya yang memaksanya memperlihatkan ketidakberdayaannya. "Apa aku harus tertawa dengan kehidupan kali ini?"Tiba-tiba terlintas di benak Viona, sebelum Beliana menampakkan batang hidungnya, banyak kejadian yang tak terduga. Banyak sekali musuh yang mengincar Frank bahkan dengan tega mencelakai Jaxon."Buat apa aku peduli, heh? Tutup mata dan hati mu Viona." Gumamnya. Viona memejamkan kedua matanya, mengeraskan hatinya agar membiarkan kejadian itu. Dia menggeram kesal
Viona menyilangkan kedua tangannya, langkahnya berhenti sampai di anak tangga yang terakhir. Pemandangan ini tak pernah ia lewatkan selama kehidupan terakhirnya. Setelah menjalani kehidupan kedua kalinya, rasanya tidak mungkin kalau mereka akan jatuh cinta.Perhatian Liliana pada Jaxon seperti seorang ibu kandung yang sangat menyayangi anaknya. Apa lagi Jaxon sangat dekat dengan Liliana dan setiap harinya Liliana akan membuatkan bekal dan mengatakan harus di makan siang, harus hati-hati dan segalanya dia perhatikan."Aku jadi kasihan kalau seandainya Liliana akan menangis dan kehidupan ini sama dengan kehidupan selanjutnya." Mungkin saat ini bagi Lilliana masih ada harapan, tapi ketika Beliana sudah datang Liliana pasti akan menangis. "Aku berharap kau bahagia Liliana, anggap saja aku masih berbaik hati pada mu agar dirimu tidak seperti ku."Viona melihat ke bawah, tangan kanannya mengetuk dagunya seakan dia berpikir keras. "Aku harus mengatakan pada pengawal belakang, dia kan penga
"Bagaimana kalau suatu saat aku atau kita saling mencintai?" Gumam Viona. Seandainya saja bisa, tapi sepertinya sudah tidak bisa. Hatinya terlalu sakit atas pengkhianatan Frank. Perhatian Frank yang membuatnya bagaikan Cinderella ternyata hanyalah kebohongan. Perkataan Viona langsung membuat jantung Anya berhenti, tanpa sengaja ia mengerem mendadak dan membuat kening Fiona terbentur."Anya, aku tidak mau mati dua kali!" Geram Viona. Dia mengusap dahinya yang terasa berdenyut nyeri."Maaf, maaf ini reflek saja. Perkataan mu yang tadi, apa kalian bisa jatuh cinta?" Tanya Anya dengan mata menyipit. "Katanya kau ingin bercerai.""Yah, ini hanya angan-angan ku saja. Kita tidak akan bisa saling mencintai." Anya kembali melihat ke depan dan menancapkan gas mobilnya. "Tapi bisa jadi, seperti di novel-novel yang benci lalu jatuh cinta.""Tidak akan Anya. Frank masih mencintai Beliana, mantan istrinya. Suatu saat nanti wanita itu akan datang." Sebuah keyakinan akan kedatangan Beliana tak bisa