Di gedung perkantoran yang megah, sebuah mobil mewah berhenti di depan pintu utama. Dari dalam mobil itu, terlihat seorang pria muda berusia 26 tahun yang tampan dan elegan turun dengan percaya diri. Dia adalah Reiner, CEO muda perusahaan tersebut, yang sukses menggantikan posisi Ayahnya, Edward, sebagai pemimpin perusahaan.“Kulitnya benar-benar selalu bersinar, aku yang sudah melakukan perawatan selama 3 tahun ini bahkan tidak pernah mendapatkan kulit secerah itu,” ucap seorang gadis, salah satu pegawai kantor dengan tatapan kagum. Pegawai lain menganggukkan kepalanya, setuju. Rambut Reiner tergerai sempurna dengan kesan rapi namun santai, matanya yang tajam menatap lurus ke depan, dan senyum tipis di bibirnya menambah aura karismatik nya. Begitu ia melangkah, langkahnya mantap dan terarah, menggambarkan betapa ia adalah seorang pemimpin yang tegas.“Dia jauh lebih muda dariku, tapi kenapa pesonanya sangat luar bi
Reiner tersenyum puas saat melihat pantulan dirinya di cermin besar yang ada di ruangan tersebut. Tuksedo hitam berkualitas terbaik melekat sempurna pada tubuhnya, membuatnya terlihat semakin gagah dan mempesona. “Bagus! Hari ini, kau pasti akan merasa begitu bangga menikah denganku, Aruna.” gumam Reiner percaya diri. Dia melirik jam tangan yang melingkar di pergelangan tangannya, menyadari bahwa pernikahannya dengan Aruna akan segera dimulai.“Sebentar lagi, bersabarlah, Reiner!” bisik Reiner kepada dirinya sendiri. Tiba-tiba, ponsel Reiner berbunyi, menandakan adanya pesan masuk. Dengan cepat, dia meraih ponselnya dan membaca pesan yang baru saja diterima. Ekspresi wajahnya berubah drastis saat ia menyadari bahwa pesan tersebut berasal dari Aruna. Isi pesannya membuat jantung Reiner berhenti sejenak.“Reiner, aku sungguh meminta maaf untuk keputusan yang tidak berperasaan ini. Sungguh, aku memi
“Lalukan panggilan video kepada Aruna, biarkan dia melihat sesuatu yang bagus!”Mendengar perintah Reiner, Violet pun membulatkan matanya lebih terkejut lagi. Jelas tidak mungkin, kenapa juga dia harus melakukan hal bodoh? Cepat Violet menggelengkan kepala, ini kali pertama dia menolak perintah dari Reiner. Reaksi Violet benar-benar membuat Reiner kesal, semakin ingin rasanya Reiner berbuat nekat. “Presdir, Saya tahu saat ini anda benar-benar sedang sangat marah. Namun, tolong jangan lakukan sesuatu yang akan anda sesali di kemudian hari,” ucap Violet, mencoba untuk mengingatkan. Kali ini, Reiner memang benar seperti sedang di gerogoti kemarahan. Dia ingin melampiaskan kemarahannya dengan cara yang tidak tahu apa hingga Reiner akan melakukan apapun. “Menyesal, kau bilang?” Reiner tersenyum sinis. “Aku tidak pernah merasa menyesal melakukan apapun. Apakah kau pernah melihat ku menyesali sesuatu?” Reiner menekan tubu
Ron berdiri tegak di depan dinding kaca ruangan kantornya yang menghadap ke luar, tatapannya menembus kejauhan. Di balik kemarahan yang membara, ia merasakan kepedihan yang mendalam akibat penghinaan yang dialami adiknya, Reiner. Dalam hati, ia bersumpah untuk tidak akan membiarkan Aruna wanita yang melarikan diri di hari pernikahan dan membuat Reiner hampir menanggung rasa malu luar biasa lepas begitu saja.“Wanita itu, mana boleh dia bebas begitu saja?” ujar Ron. Genggaman tangannya semakin erat, hingga ujung jari memutih. Geram memenuhi setiap serat tubuhnya, tak bisa ia kendalikan lagi. Dengan langkah mantap, Ron mengambil ponsel dari saku celananya dan menghubungi seseorang yang bisa dipercaya untuk mencari keberadaan Aruna sekarang.“Ron di sini. Aku butuh bantuanmu,” ujarnya dengan suara yang tegas dan dingin. “Aku ingin kau mencari keberadaan Aruna sekarang juga. Dia harus membayar atas apa yang telah dia lakukan kepa
Reiner dan Violet akhirnya bisa terbebas dari Glen. Mereka memutuskan untuk pulang ke rumah karena beberapa saat sebelumnya Alenta menghubungi mereka berdua, meminta mereka untuk datang. Saat ini mereka tengah dalam perjalanan, suasana canggung begitu terasa sebelumnya mereka sudah terlalu terbiasa berada dalam mobil yang sama. Setelah apa yang terjadi kemarin, semuanya jelas membuat mereka nampak serba salah. “Apa kau benar-benar hamil?” tanya Reiner yang sebenarnya sejak tadi sangat penasaran akan hal itu. Mendengar pertanyaan dari Reiner, sejenak Violet benar-benar keheranan. Bocah kecil saja sudah pasti bisa menebak bahwa itu hanyalah sebuah kebohongan saja, Reiner terlalu kurang wawasan untuk hal itu. Violet mencoba untuk bersikap seperti seharusnya. “Tidak, Presdir Reiner. Namun, cara seperti itu adalah cara yang paling ampuh untuk menolak secara halus ajakan pria yang kurang ajar.” Reiner mengalih
“Aku...” Violet kebingungan. Menatap Reiner pun jelas tidak ada gunanya karena Reiner justru tak memperlihatkan ekspresi apapun. “Aku akan mengikuti keputusan Presdir Reiner saja, Nyonya dan Tuan.”Alenta menghela nafasnya, “Kenapa kau harus mengikuti Reiner? Kau adalah istrinya, bukan lagi asisten sekretarisnya, Violet.” Edward mengangguk setuju. “Kami memang memiliki banyak pekerjaan. Jadi, mari bicarakan soal bulan madu lain hari,” timpal Reiner. Edward tersenyum kesal, namun tentu dia akan tetap menahan diri. “Bukanya Ayah sudah mengatakan padamu bahwa Ayah siap menggantikan pekerjaan mu? Asal kau tahu, kesiapan Ayah tidak main-main. Juga, kemapuan Ayah sudah tidak perlu lagi kau ragukan.” ujar Edward. Reiner bersiap untuk membuka mulutnya, jelas dia ingin menolak tapi meski sudah membuka mulut ya tetap tidak bisa mengatakan apa yang ingin dia katakan karena ucapan Alenta. “Ibu sudah siapkan tiket pesawat, hotel, dan lainnya! Jadi
Aruna berlutut di depan Ron dengan air mata mengalir deras di pipinya, tangannya terangkat memohon ampun. “Tuan Ron, tolong jangan sakiti keluargaku, aku benar-benar meminta maaf,” ucap Aruna dengan suara serak karena tangisannya. “Aku tahu, aku salah karena meninggalkan Reiner tepat di hari pernikahan, tapi aku sudah memikirkan keputusan itu dengan matang-matang.” Tubuh Aruna gemetar hebat, air matanya mengalir deras. Di hadapannya, Ron menatap Aruna dengan tatapan tajam, tidak menginginkan penjelasan apapun. Kenyataan yang sudah terjadi tidak akan bisa di ubah, itulah yang terasa menjengkelkan. Ron tersenyum miring, kemarahan seolah tersalurkan lewat sorot matanya, membuat tubuh yang gemetar itu semakin tidak berdaya. “Apa kau pikir aku perduli?” Aruna menggigit bibir bawahnya, tahu kalau Ron bahkan jauh lebih dingin dan tidak berperasaan dibanding Reiner. Penjelasan apapun tiada makna, memohon ampun di
“Reiner, kalau dia adalah Aruna, apa sikapmu akan sama?”Pertanyaan Alenta itu membuat Reiner terdiam. “Nak, walaupun memang benar Violet bukanlah wanita yang sebenarnya ingin kau nikahi, tapi kenyataannya dia adalah istrimu sekarang.” Alenta menatap dengan tatapan yang dalam kepada Reiner lalu melanjutkan, “Perlakukan lah dia dengan baik, karena itu adalah kewajibanmu sebagai seorang suami.” Reiner menghela nafasnya, malas sebenarnya di pagi hari ini harus membicarakannya hal yang serius seperti itu. “Bu, bisakah pagi ini kita sarapan saja dengan damai?” pinta Reiner. Mendengar ucapan putranya itu, Alenta pun berdecih sebal. “Masalahnya, wajahmu itu sama sekali tidak membuat Ibu merasa butuh perasaan santai. Sebagai bocoran sedikit, dulu ayahmu juga memperlakukan ibu dengan sangat tidak baik. Jadi, Ibu tahu sekali bagaimana rasanya menjadi istri yang harus mengalami nasib menyedihkan seperti itu,” bisik Alenta kepada Reiner. Edward m