Violet memejamkan matanya. Meski sempat menolak dan ciuman bibir itu berhenti sejenak, nyatanya smua berjalan begitu saja.
Meski tidak bisa mengimbang ciuman bibir Reiner yang begitu bersemangat, Violet cukup mendominasi untuk hal itu. “Emm” desah Violet dengan bibirnya yang tertutup saat Reiner menjalankan tangannya, mendapati benda kenyal miliknya. Mungkin terbawa suasana, Reiner terlalu kuat mencengkeram dada Violet. Meski tidak begitu sakit, namun rasa nyeri dan geli menjadi satu. Tidak nyaman, tapi sulit untuk menolak. Reiner membawa Violet menuju ke tempat tidur, menghempaskan tubuh Violet di sana. Cepat dia mulai naik, mengunci tubuh Violet dengan erat. Kembali menyatukan bibir mereka, Reiner dalam situasi yang tidak bisa“Kenapa kau mendorongnya tadi?” tanya Ron kepada Sarah. Tidak ada ekspresi wajah yang jelas, Sarah sendiri sampai merasa bingung. Dia pikir, Aruna cuma seorang pelayan yang cukup menganggu sehingga bisa bebas untuk menindas. Namun, setelah melihat bagaimana Ron memperhatikan Aruna di balik sikapnya yang kasar dan juga emosional, Sarah menyadari jika ada sesuatu yang tidak biasa di antara mereka. Sarah menatap Ron yang terus berekspresi dingin. “Apa ada hal seru yang terjadi di antara kalian berdua, Ron?” Mendengar pertanyaan itu, sontak sepasang mata Ron tertuju kepada Sarah. “Tujuanmu menanyakan itu apa?” Menyadari bahwa Ron tidak memiliki minat untuk menjawab pertanyaan darinya, Sarah memutuskan untuk tidak mendesak. Mengambil posisi duduk di sebelah Ron, Sarah tersenyum manis, menunjukkan sisiny
Sarah berkata dengan nada merendahkan, "Ron, kau tahu aku bisa memberikan lebih daripada yang kau inginkan. Kau mau apa, kepuasan? Hubungan yang panas, dan penuh kejutan? Aku bisa memberikannya padamu, kau tidak akan mendapatkan semua itu dari wanita yang lain.” Ucapan itu membuat darah Ron mendidih. Ia merasa jengkel dan tidak ingin meladeni Sarah yang terus berusaha mendapatkan apa yang dia inginkan. Dalam amarah, Ron berteriak memanggil Aruna, “Aruna!” Menggunakan nada tinggi, “Cepat datang kesini, sekarang!” Mendengar teriakan Ron, Aruna yang baru saja kembali ke kamarnya buru-buru berlari keluar dan menghampiri Ron. “Apa ada yang bisa aku bantu, Tuan Ron?” tanya Aruna gugup. Begitu melihat Aruna datang, Ron langsung bangkit dari duduknya, meraih tengkuk Aruna dan mencium bibir Aruna dengan ganas. “Emh...” Aruna membulatkan matanya, ter
Violet memutuskan untuk tidak lagi banyak berbicara, ucapan Reiner barusan sudah cukup membuatnya sadar diri. Harusnya, Violet bukanlah orang yang pantas membicarakan tentang perceraian mengingat semua yang terjadi ini juga karena kesalahan anggota keluarganya. “Jangan membuatku menanggung kerugian yang terlalu banyak, kau seharusnya menyadari itu sejak awal sebelum kau mengatakan seperti barusan, kan?” ujar Reiner sinis. Semakin tertunduk, Violet kehabisan kata-kata. “Jangan khawatir, pada akhirnya memang pernikahan ini tidak akan bertahan lama. Hanya saja, setidaknya aku harus merasa sedikit untung.” timpalnya. Violet mendengar ucapan Reiner dengan seksama, sama sekali tidak memiliki keberanian untuk menatap wajah pria itu. “Baik, Presdir Reiner.” jawab Violet te
Sore harinya, Reiner dan juga Violet meminta izin kepada Alenta dan juga Edward untuk kembali ke apartemen. Ini adalah kali pertama Violet bahkan bisa masuk ke kamar Reiner yang ada di apartemennya. Merasa risih, ingin menawarkan diri apakah perlu di tidur di kamar lain, namun tidak berani mengatakan apapun untuk saat ini. “Susun saja barangmu, letakkan di lemari paling ujung!” titah Reiner. Violet langsung menganggukkan kepalanya, melakukan apa yang disuruh Reiner tanpa banyak bicara. Melihat Violet sibuk, Reiner kembali mengingat pesan yang dikirimkan oleh Jordan. “Ngomong-ngomong, malam nanti aku ingin makan malam dengan menu dari restauran seafood langganan, kau harus temani aku ke sana karena untuk pesan biasanya butuh antri. namun, aku paling tidak suka antri!” Violet terdiam sejenak, dia sendiri ingat dengan pesan Jordan yang mengajaknya untuk bertemu.
Violet menatap Reiner dengan tatapan tak percaya, ada pula rasa kesal yang begitu jelas dia rasakan. Padahal, Reiner sudah memberikan izin untuknya keluar sebentar. Lantas, untuk apa Reiner juga ada di kafe tempat dia dan juga Jordan berada sekarang? Reiner menghindari kontak mata secara langsung dengan Violet, rasanya dia benar-benar malu, dan kesal terhadap dirinya sendiri. “Kenapa Presdir Reiner ada di sini?” tanya Violet, matanya menuntut agar Reiner menjawab pertanyaan itu dengan jujur. Reiner terdiam sejenak, tengah berpikir keras bagaimana dia akan menanggapi pertanyaan dari Violet. Namun, tentunya dia harus terlihat benar apapun alasannya. Reiner berdehem lebih dulu, “Kenapa memangnya?” Reiner menatap Violet dengan tatapan berani. “Aku merasa suntuk di dalam apartemen, aku ke sini cuma ingin meminum kopi. Lalu, tidak sengaja mendengar percakapan kalian, aku cuma risih saja karena p
Aruna perlahan membuka matanya, merasakan rasa sakit yang menjalar di seluruh tubuhnya. Dia berdesis pelan, mencoba menahan rasa sakit yang terasa. Di sampingnya, Ron masih terlelap dalam tidurnya, tidak menyadari kesakitan yang dialami Aruna. Rasa marah dan kecewa membuncah dalam hati Aruna. “Dia bahkan bisa tertidur dengan nyenyak setelah apa yang dilakukan?” bisik Aruna di dalam hati. “Padahal, ini benar-benar sangat menyakitkan untukku,” Aruna mencengkram selimut yang menutupi tubuhnya. Pemaksaan yang dilakukan Ron kepadanya semalam begitu brutal dan menyakitkan. Aruna mulai berpikir keras, mencari jalan keluar untuk mengakhiri semua penderitaan ini. “Bagaimana aku bisa keluar dari situasi ini?” Dengan perlahan, Aruna bangkit dari tempat tidurnya. “Shhhhhh ah!” Rasa sakit menjalar pada tubuhnya. Dia menyadari bahwa tubuhnya telanjang bulat, tidak ada sehelai benang pun y
“Presdir Reiner, maaf baru datang untuk menyapa anda,” ucap seorang pria paruh baya yang tidak lain adalah Ayahnya Althea dan Abigail. Kedatangan pria itu membuat Reiner terpaksa melepaskan lengan Violet. Reiner kini mulai fokus untuk berbicara dengan pria paruh baya bernama Samuel tersebut. Mengulurkan tangan untuk berjabat tangan, Reiner berusaha untuk menunjukkan sisi terbaiknya. Samuel adalah pembisnis nomor satu di negaranya, Reiner akan menjalin hubungan baik juga dengan pria tersebut agar bisa melancarkan bisnisnya. “Senang bisa berjumpa dengan anda, Tuan Samuel.” ucap Reiner ramah. Samuel tersenyum, menganggukkan kepalanya. “Saya juga tidak kalah bahagia bertemu dengan pebisnis muda yang hebat seperti anda,” ungkap Samuel. Violet terdiam, sadar tidak boleh terlalu dekat jaraknya dengan Reiner untuk saat ini. Althea sempat menatap Violet dengan tatap
“Hal semacam ini adalah biasa untuk salam perpisahan, kan?” ucap Althea setelah mengecup singkat bibir Reiner. Reiner terdiam sejenak, menganggukan kepalanya setelahnya tanpa bisa memaksakan senyumnya. “Apa mau mampir sebentar?” tawar Althea. Reiner menggelengkan kepalanya. “Maaf, ada hal yang harus aku kerjakan setelah ini,” ucapnya beralasan. Althea menghela nafasnya, “Baiklah, hati-hati di jalan, ya. Sampai bertemu besok malam,” ucapnya lalu keluar dari mobil Reiner. Begitu Althea keluar dari mobilnya, Reiner langsung menghubungi Violet, namun sampai panggilan ke-3 pun Violet masih belum memberikan jawaban. “Kenapa Violet tidak menerima panggilan telepon dariku? Jangan bilang, dia dan juga Abigail pergi ke suatu tempat untuk berkencan? Tapi, rasanya violet bukanlah perempuan yang akan langsung setuju untuk pergi berkenca