Ciuman Venus mendarat dengan manis di pipi Dion. Perlahan Venus melepaskan perlahan sambil terus memandang Dion. Dion hanya diam tertegun menatap Venus tanpa ingin berkedip.“Terima kasih untuk makan malamnya,” ujar Venus pelan dan lembut. Dion masih diam menyimpan senyuman dan keinginannya untuk membalas ciuman itu.“Selamat malam, Dewiku.” Venus masih belum melepaskan pegangannya pada lengan Dion. Ia masih memandang Dion hingga beberapa saat sebelum Dion sedikit menjauh. Pandangan mereka masih bertaut sebelum Dion benar-benar keluar kamar.Venus duduk perlahan di ujung ranjang dengan senyuman terkulum. Sikap Dion yang begitu baik memperlakukannya, membuat Venus merasa bahagia. Hatinya hangat. Cara Dion memandangnya seperti seseorang yang sangat mengenalnya. Hanya saja seperti ada hal yang masih mengganjal tapi Venus tak tahu apa.“Aku harus segera mengingat masa laluku. Jika memang Dion adalah bagian dari masa laluku, dia pasti punya catatannya.” Venus bermonolog pelan. Namun malam
“Lukamu sudah pulih. Tidak perlu lagi memakai plester apa pun,” ujar Dion tersenyum pada Venus. Venus pun tersenyum malu-malu pada Dion. Pagi ini selesai sarapan, Dion memeriksa luka di dekat pelipis Venus. Ia membelai helai rambut Venus dengan lembut sekaligus menatap matanya.“Apa aku boleh bertanya, Dion?” ujar Venus lembut. Dion mengangguk lalu menurunkan tangannya.“Apa kamu memiliki bukti jika kita sudah menikah? Seperti foto atau dokumen?”Dion tertegun mendengar permintaan Venus. Ia menarik napasnya perlahan lalu tersenyum getir.“Ada. Sebenarnya aku menyimpannya dengan baik tapi seperti yang aku bilang kemarin. Rumah kita terbakar dan seluruh dokumen penting pernikahan kita juga ikut lenyap,” jawab Dion beralasan.Venus tertegun lalu perlahan mengernyitkan keningnya. Keraguan yang sempat sirna untuk Dion kini mencuat lagi. Dion memang meyakinkan sebagai seorang suami tapi ia tidak memiliki bukti tertulis. Rasanya memang aneh.“Lalu bagaimana aku tahu jika kamu tidak berbohong
Venus dibawa ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan. Meski rasa pusingnya sudah hilang tapi Venus sesungguhnya memiliki tujuan berbeda. Ia ingin bertemu kedua orangtuanya─Arjoona dan Claire. Venus harus mengkonfirmasi soal Dion dan identitasnya. Orang tuanya pasti mengetahui sesuatu.“Venus?” panggil Rex Milan yang datang tiba-tiba masuk ke ruang pemeriksaan. Venus membesarkan matanya kaget. Rex Milan mendapatkan kabar dari rumah sakit jika Venus datang.“Akhirnya aku menemukanmu.” Rex Milan langsung memeluk Venus lalu mengecup sisi keningnya. Venus sedikit refleks menghindar tapi ia tidak seagresif sebelumnya.“Kamu ke mana saja? Aku mencarimu,” ujar Rex Milan sambil memegang kedua pipi Venus.“Bagaimana kamu bisa menemukanku?” sahut Venus dengan nada ketus. Rex Milan tampak terharu. Ia terlihat bahagia bisa menemukan Venus yang tiba-tiba pergi dari rumah sakit.“Rumah sakit menghubungiku. Katanya kamu datang ke rumah sakit. Apa kamu berhasil melarikan diri dari pria itu? Apa dia
“Katakan apa tujuanmu menculik Venus Harristian?” hardik Detektif Kurt Illson menginterogasi Dion di kantor polisi. Dion masih tenang duduk di depan Kurt dengan kedua tangan diborgol.“Aku tidak menculiknya. Dia adalah Istriku,” jawab Dion. Detektif Kurt langsung mencebik sinis lalu menggeleng.“Kau mau coba berpura-pura berfantasi ya? Kau kira aku akan percaya padamu.” Kurt mengolok Dion. Dion menarik napas dan sedikit membuang wajahnya ke kiri.“Suami Venus Harristian itu adalah Rex Milan Wilson. Dia yang melaporkanmu telah menculik Istrinya dari rumah sakit,” imbuh Kurt lagi. Dion sedikit mengeraskan rahangnya dan tidak mau menanggapi. Pandangan Kurt masih lekat menatap padanya.“Jika kau tidak mau bicara, akan kujebloskan kau ke penjara, Tuan Juliandra. Satu lagi, kau masih memegang paspor Indonesia kan? Aku bisa mendeportasimu ke negaramu dan kau akan dilarang masuk US selamanya.” Kurt mengeluarkan ancamannya pada Dion. Dion menghela napas panjang.“Baik, aku akan bicara. Tapi ak
“Selamat malam, Tuan Juliandra!”Seorang wanita cantik berambut brunnete menyapa Dion yang cukup kebingungan dengan yang terjadi. Ia mengulurkan tangan dan Dion menyambutnya tanpa menyebutkan nama. Ia masih mengira-ngira siapa yang mengirimkan pengacara itu untuknya.“Maafkan sedikit keterlambatanku, Tuan Juliandra─” pintu terbuka dan detektif Kurt Illson muncul.“Aku dengar kau membayar pengacara mahal untuk membebaskanmu, Tuan Juliandra. Bahkan malam-malam begini, kepala polisi menerima jaminan darimu,” ujar Kurt dengan sikap sinisnya. Ia menoleh pada pengacara cantik yang datang dini hari membebaskan Dion.“Aku─” pengacara itu langsung memotong pembicaraan. Sikapnya yang ramah berubah ketus pada Kurt.“Aku sudah memenuhi dan membayar jaminan. Anda pun sudah menerima surat pembebasannya, bukan? Aku datang untuk menjemput klienku,” jawab pengacara itu. Dion hanya bisa diam saja. Ia masih belum tahu siapa yang telah mengirim pengacara tersebut. Mungkin ia akan memperoleh jawabannya se
“Selamat pagi.” Rex Milan menyapa Venus dan ingin mencium keningnya. Venus langsung refleks menghindar. Namun, Rex Milan langsung memeluk tak peduli jika Venus merasa tidak nyaman.“Tolong lepaskan, Rex!” Venus mendorong tangan Rex Milan yang melingkar padanya. Rex Milan mengernyit dan perlahan melepaskan. Ia mengira kepulangan Venus sudah mengubah pikirannya.“Ada apa, Sayang?” tanya Rex Milan lembut.“Aku tidak suka dipeluk.” Venus menjawab ketus. Ia kembali duduk di kursinya untuk meneruskan sarapan. Rex Milan jadi makin kesal dan membuang badan ke samping. Namun ia tidak bisa memarahi Venus. Ia terus mengingatkan dirinya bersikap sebaik mungkin pada masa penyembuhan Venus. Rex Milan tidak mengatakan apa pun lagi selain duduk di kursinya di dekat Venus.“Bagaimana kabarmu hari ini?” tanya Rex Milan kembali mencoba ramah. Venus tidak mau menoleh pada Rex Milan saat bicara. Ia menarik napas sebelum menjawab.“Aku baik-baik saja. Tapi aku harus bicara denganmu.” Rex Milan menghentikan
“Maaf, Venus. Kamu tidak bisa keluar!” ujar Sebastian Arson menghalangi Venus yang akan bersiap pergi. Ia ingin bertemu dengan orang tuanya. Setelah tidak bisa menemukan nomor telepon orang tuanya di rumah Rex Milan, Venus merasa harus menemui mereka langsung. “Tolong, aku harus bertemu dengan orang tuaku!” pinta Venus memohon. Ia sudah berganti pakaian dan menenteng tasnya. Sebastian menghela napas lalu menggeleng. “Aku tidak bisa mengizinkannya─” “Kenapa?” Venus makin terlihat sedih. Matanya berkaca-kaca. Sebastian yang melihat jadi agak sedikit merasa tak enak. Ia tetap menggelengkan kepalanya. “Aku sangat merindukan orang tuaku.” Venus kembali merengek. “Aku tidak bisa membawamu keluar. Kamu masih sakit dan harus banyak beristirahat.” Sebastian kembali menegaskan. Venus diam menatap Sebastian dengan penuh harap. Sebastian pun menatap Venus dan meminta wanita itu mundur. “Apa kamu punya orang tua?” Sebastian yang sudah berbalik kini tertegun berhenti. Ia berbalik dan menganggu
“Venus!” Claire memekik saat Venus datang dan memeluknya erat. Claire pun memeluk putrinya lalu meneteskan air matanya.“Mom,” sebut Venus pelan dalam pelukan Ibunya. Claire makin mengeratkan pelukannya sebelum melepas Venus dan membelai wajahnya.“Bagaimana kamu bisa kemari?” Venus langsung menoleh ke belakang lalu dengan cepat menarik ibunya ke dalam. Di ruang santai bersebelahan dengan dapur, Venus mengajak Claire duduk.“Mom, I have to talk─” ujar Venus masih menggunakan bahasa Inggris.“Bisakah kamu berbicara bahasa Indonesia? Apa kamu masih ingat?” tanya Claire membuat Venus tertegun. Venus diam sejenak lalu memejamkan matanya. Ia mengangguk perlahan.“Coba,” imbuh Claire lagi dengan mata penuh harapan.“Aku mau ngomong.” Claire langsung semringah dan memeluk Venus lagi. Venus tampak bahagia. Kemampuan bahasanya akan pulih sedikit demi sedikit dan ia berharap ingatannya juga.“Oke, sekarang kamu cerita ada apa? Apa kamu melarikan diri?” tanya Claire masih belum mengubah bahasan