Raka khawatir dengan keadaan Nayla, ia sungguh takut. Jika terjadi sesuatu hal yang buruk pada Nayla. Baginya Nayla adalah hidupnya, ia tidak akan bisa hidup dengan tenang jika terjadi sesuatu yang buruk padanya. Semenjak tahu dirinya hamil, Nayla begitu senang. Ia bahkan mengikuti setiap apa yang dilarang oleh Raka. Termasuk ia dilarang kecapean. Ia dilarang keluar rumah. Ia cukup bedrest di kamar saja.Nayla tahu apa yang dilakukan Raka semata-mata demi keselamatan dirinya. Ia tahu suaminya itu begitu mencintai dirinya, tentunya tidak ingin ada sesuatu hal yang buruk terjadi padanya. Nayla justru merasa tersanjung, ia kini menyadari jika cinta suaminya begitu besar. Namun, di balik kebahagiaannya itu. Nayla memendam sesuatu yang sangat besar. Apa itu? Dia harus bisa menahan rasa sakit. Ya, sewaktu-waktu perutnya Akan terasa sakit, bahkan pernah keluar darah meksipun hanya Sedikit. Dan selama itu pula ia tidak pernah mengatakan pada Raka.Nayla yakin jika dirinya mengadu Raka akan
Raka hanya bisa tertunduk rapuh, saat dokter yang menangani Nayla mengatakan jika Nayla harus dioperasi. Bayinya harus secepatnya dilahirkan sebelum sesuatu yang buruk terjadi.Ia berharap semoga ini adalah jalan terbaik. Ia berharap banyak semoga istri dan anaknya bisa selamat. Sebab ia tidak bisa membayangkan bagaimana jadinya jika bayi mereka harus tiada. Tentunya membuat down sang istri dan ia tidak mau itu terjadi.Lampu tanda operasi sudah padam, itu artinya operasi yang dijalani Nayla sudah selesai. Namun, ia sama sekali tidak mendengar suara tangisan bayi. Terdengar sunyi senyap. Ini membuat Raka khawatir. Ditambah dokter tidak kunjung membuka pintu ruangan operasi. Maureen yang melihat Raka gelisah langsung menghampiri sang anak."Tenang Raka, semuanya pasti akan baik-baik saja, berdoalah." Tutur Maureen seraya mengusap-usap punggung Raka."Raka tidak bisa tenang, Ma. Raka belum tahu keadaan istri dan anak Raka." Jawab Raka begitu lemah."Ya, mama tahu. Mama juga khawatir. Ta
Fery begitu menyesal saat melihat Nayla hidup bahagia. Tawanya yang jarang ia lihat saat hidup dengannya, kini justru terlihat dengan jelas saat Nayla hidup dengan pria lain.Kenapa dulu dia menyia-nyiakan wanita sebaik Nayla? Kenapa dia begitu bodohnya melepaskan permata demi sebongkah batu yang sama sekali tidak ada nilainya?Ia memejamkan matanya, merasa percuma penyesalan yang ia rasakan sekarang. Sebab penyesalannya tidak akan membuat semuanya kembali seperti semula.Siska yang sedari tadi ada di samping Fery, memegangi pundaknya. Ia menyadarkan Fery untuk segera pergi."Anggap saja ini adalah karma untuk kita, karena kita sudah menyakiti Nayla. Sepertinya kita memang pantas mendapatkan ini semua. Sekarang lebih baik kita pergi. Mari kita tata ulang hidup kita dari nol'' tutur Siska."Fery tahu, Bu. Tuhan benar-benar membayar kontan kejahatan yang sudah kita lakukan pada Nayla," ucap Fery menimpali Perkataan Siska.Sekali lagi, Fery menghela napas berat sejurus kemudian la dan Sis
“Mas, aku mohon menikalah kembali. Aku Ikhlas. Sungguh.”Permintaan gila dari Nayla –sang istri tentunya mendapatkan penolakan dari Fery. Bagaimana mungkin ia menikah lagi? Sedangkan dirinya teramat mencintai Nayla. “Jadi kamu meminta aku ke sini hanya untuk membahas masalah ini lagi?” terka Fery. “Sekali enggak tetap enggak, Nay. Aku gak mungkin melakukan apa yang kamu minta,” tolak Fery kemudian seraya memalingkan wajahnya ke arah jendela kafe.Nayla tak gentar, ia mengubah posisi duduknya hingga saling bersebelahan. Lalu menarik tangan Fery hingga tangan yang tadinya ia lipat di atas perutnya terlepas. Namun posisi Fery masih tetap menatap ke arah jendela yang memperlihatkan hilir mudik kendaraan.“Ini demi kebaikan kita, Mas. Aku ingin saat aku meninggal nanti—”“Cukup, Nay!” Fery sedikit membentak Nayla seraya membalikkan tubuhnya hingga berhadapan dengan Nayla. Fery menatap sendu ke arah Nayla, istri yang sudah tiga tahun ini menemani dirinya. Istri yang selalu mendukung apa
Fery dan Santi sama-sama terkejut. Terlebih Santi. Karena ia tidak tahu apa-apa, tiba-tiba dikejutkan dengan ucapan Nayla yang akan menjodohkannya dengan suaminya sendiri. “Gila! Kamu benar-benar sudah gak waras, Nay.” Santi syok berat hingga ia memilih untuk beranjak pergi namun ditahan oleh Nayla.“Jangan pergi Santi, aku mohon.” Nayla memegangi lengan Santi mencoba untuk menahan langkah Santi. Ini sudah jadi keputusannya ia sudah yakin. Tatapan mata Nayla begitu penuh permohonan wajah pucatnya semakin terlihat menyedihkan saja, Santi tidak tega. Santi menghela napas berat, permintaan Nayla tidak bisa ia lakukan. Mana mungkin ia harus menikah dengan suami sahabatnya sendiri. Menjadi istri kedua. Santi lalu duduk kembali disusul oleh Nayla. Sejenak Santi menatap Nayla dengan tatapan yang tidak bisa terbaca oleh Nayla.“Aku mohon, kamu dan Mas Fery bersedia menikah. Kalau boleh Jujur ini sudah aku rencanakan jauh-jauh hari dan aku sudah yakin dengan keputusan ini. Jika Santi aka
Seusai acara pernikahan kedua suaminya usai. Nayla langsung ke kamarnya. Tubuhnya terasa lelah, mungkin efek dari penyakitnya hingga ia tidak bisa untuk melakukan aktivitas yang menguras tenaga. Padahal diacara Pernikahan suaminya itu, ia hanya membantu melayani para tamu dari pihak wanita. Namun mampu membuat dirinya kelelahan seperti ini.Nayla lalu merebahkan tubuhnya, kedua matanya menatap langit-langit kamar. Kembali hatinya terasa sakit tatkala mengingat kenyataan jika kini dirinya memiliki seorang madu. Lagi dan lagi air matanya luruh. Sekuat apa pun ia untuk terlihat baik-baik saja, tapi hatinya tidak bisa bohong jika ini terlalu sakit untuk dirinya. Tapi, dia berusaha untuk tidak egois. Bukankah semua ini demi kebaikan banyak pihak? Ya, banyak pihak. Tapi dia tidak peduli dengan perasaannya sendiri.Ceklek....Terdengar suara pintu dibuka, membuat Nayla refleks bangun dan menyeka air matanya. Ia terkejut saat mendapati suaminya malah masuk ke kamarnya bukan ke kamar penga
Kejadian semalam membuat Nayla tidak bisa tidur. Ia terus saja kepikiran Santi. Ia yakin Santi pasti kecewa padanya. Padahal dirinya sudah meminta Fery untuk tidur di kamar Santi. Oleh karena itu, ia akan meminta maaf kembali karena semalam Santi seperti marah kepadanya.Saat ini Santi tengah bersama Siska –mertuanya. Mereka tengah memasak bersama tanpa bantuan asisten rumah tangga, tak lupa keduanya saling bersenda gurau, pemandangan yang membuat dirinya iri. Ingin rasanya ia pun diperlakukan seperti itu oleh Siksa. Namun, rasanya itu hanya akan jadi khayalan dirinya saja. Sesuatu yang tidak mungkin terwujud. Siska dan Santi sama sekali tidak menyadari kedatangan Nayla. Mereka pun tanpa sadar membicarakan Nayla dan Nayla mendengar pembicaraan mereka dengan perasaan ngilu di hatinya.“Santi apakah kau tahu mimpi ibu jadi kenyataan,” ucap Siska di sela aktivitas memasaknya.“Benarkah? Memang mimpi ibu apa?” tanya balik Santi. Siska tidak langsung menjawab, ia sejenak mematikan kom
“Mas!” “Apa yang kamu lakukan, Nayla? Kenapa kamu kasar?” Fery membantu Santi untuk berdiri sedangkan Nayla terus menggeleng karena ia merasa tidak melakukan apa pun.“Mas, aku tidak melakukan apa pun. Itu Santi sendiri yang jatuh.”“Tapi Mas lihat sendiri kamu mendorong Santi.”Nayla dibuat melongo, ia tidak Salah dengarkan? Tadi Fery benar-benar menuduhnya?“Mas nuduh aku mendorong Santi?” tanya Nayla dengan sedikit tidak percaya.“Mas bukan menuduh, tapi Mas Ngomong kaya gini karena melihat sendiri. Kalau Mas tidak melihatnya, Mas juga tidak akan ngomong seperti tadi.”Siska tiba-tiba datang, membuat suasana semakin tidak terkendali lagi. “Ada apa ini? Fery kenapa dengan Santi?” tanya Siska seraya mendekat pada Santi.“Santi jatuh, Bu.” Jawab Fery.“Lah, kok bisa?”“Gak apa kok, Bu. Mungkin Nayla gak sengaja.” Ucap Santi seolah-olah ia sengaja ingin membuat mertuanya semakin tidak menyukai Nayla.“Apa? Nayla? Jadi kamu yang menyebabkan Santi jatuh? Mau kamu itu apa, sih Nayla