“Tidak ada yang tahu pasti,” jawab Tabib Langit.
“Namun, banyak yang percaya bahwa kitab itu tersembunyi di sebuah tempat bernama Gunung Kelam, tapi itu hanyalah sebuah dugaan. Sekte Langit Berdarah sudah mulai mengirim pasukan ke sana,” sambung Tabib Langit. “Gunung Kelam?” “Iya, tempat yang cukup jauh. Bahkan sangat sulit di jangkau, hampir tidak pernah ada orang yang pernah kesana. Termasuk ketua sekte Langit Berdarah.” Mo Tian merasakan ada sesuatu yang bergetar di dalam dirinya saat mendengar nama Gunung Kelam. Ia tidak tahu kenapa, tapi tempat itu sepertinya memiliki hubungan dengan dirinya. Tapi, dia tidak yakin. Karena sejak lahir, dia tumbuh dan besar di desa. Dia tidak pernah kemana-mana. “Kalau begitu, kita harus menghentikan Yan Wuxi sebelum dia menemukan kitab itu,” ujar Liu Qingxue dengan penuh tekad. Tabib Langit mengangguk sambil tersenyum. “Semangatmu terlalu tinggi, Anak Muda. Kalian bukan lawannya. Yan Wuxi bukan hanya pendekar sakti. Ia juga seorang manipulator ulung. Ia akan menggunakan kelemahan kalian untuk membunuh kalian.” “Sebaiknya, kembali lah ke asal kalian. Hiduplah yang damai, dan jangan mencari masalah dengan Yan Wuxi,” lanjutnya. Mo Tian mengepalkan tangannya. “Aku tidak peduli seberapa kuat dia. Jika dia adalah alasan desa dan keluargaku hancur, aku akan menghentikannya.” Tabib Langit tersenyum tipis. “Semangatmu adalah kekuatanmu, tapi juga bisa menjadi kehancuranmu. Jangan biarkan kebencian menguasaimu.” Setelah mendapatkan informasi dari Tabib Langit, Mo Tian dan Liu Qingxue memutuskan untuk melanjutkan perjalanan mereka menuju Gunung Kelam. “Apakah kita bisa kesana?” tanya Mo Tian ragu. “Pendekar sejati tidak pernah ragu,” jawab Liu Qingxue. Mo Tian tidak bisa berhenti memikirkan apa yang dikatakan Tabib Langit. Jawaban tentang dirinya mungkin ada di Gunung Kelam, tapi ia juga tidak bisa mengabaikan ancaman dari Yan Wuxi dan Sekte Langit Berdarah. “Apakah kau yakin ingin melanjutkan perjalanan ini?” tanya Liu Qingxue saat mereka meninggalkan kota Jingbei. Mo Tian mengangguk. “Aku tidak punya pilihan lain. Aku harus tahu kebenarannya.” Liu Qingxue tersenyum tipis. “Kalau begitu, kita harus bersiap untuk apa pun yang akan datang. Ini bukan hanya tentang menemukan jawaban, tapi juga tentang bertahan hidup.” “Baiklah, apakah sekarang kita adalah teman?” “Ya bisa dibilang begitu.” Mo Tian dan Liu Qingxue berjalan meninggalkan kuil Tabib Langit dengan semangat membara. Informasi yang mereka dapatkan dari Tabib Langit tentang Sekte Langit Berdarah dan Kitab Kematian menjadi tujuan baru mereka. Sebelum memulai perjalanan, mereka memutuskan untuk kembali ke pusat Kota Jingbei untuk menikmati waktu sejenak. Liu Qingxue mengajak Mo Tian duduk di sebuah kedai kecil di pinggir jalan, tempat mereka bisa melihat keramaian kota sambil menikmati semangkuk sup hangat. “Kau tahu, kota ini penuh dengan cerita. Dari pedagang kaya hingga pengemis miskin, semuanya punya rahasia,” ujar Liu Qingxue sambil meniup supnya. Mo Tian, yang masih memikirkan tanda sabit hitam di pundaknya, hanya mengangguk sambil menghirup supnya. Namun, suasana damai mereka segera terganggu. Sekelompok orang dengan wajah kasar dan sikap arogan memasuki kedai. Mereka mengenakan pakaian lusuh, tapi pedang yang tergantung di pinggang mereka menunjukkan bahwa mereka bukan sekadar preman biasa. Salah satu dari mereka, pria besar dengan kepala botak, melangkah maju dan berteriak, “Semua orang! Tinggalkan tempat ini sekarang, atau kami akan menghancurkannya bersama kalian!” Para pelanggan di kedai langsung panik dan berhamburan keluar. Pemilik kedai, seorang lelaki tua, hanya bisa gemetar sambil memohon, “Tolong, jangan hancurkan kedai saya! Ini satu-satunya sumber penghidupan saya!” Liu Qingxue mengerutkan kening. Ia tidak suka melihat orang lemah ditindas. “Orang-orang seperti ini benar-benar menyebalkan,” gumamnya sambil meletakkan mangkuk supnya dengan kasar. “Jangan ikut campur,” bisik Mo Tian, merasa bahwa menghadapi sekelompok preman di tempat umum bukanlah ide bagus. Liu Qingxue tidak peduli. Ia berdiri dengan santai dan menatap pria botak itu. “Hei, kau! Tidak ada orang yang ingin mendengar teriakanmu. Pergi sebelum aku membuatmu diam!” “Hahaha.” Para preman itu tertawa terbahak-bahak. “Lihat, seorang wanita kecil mencoba menjadi pahlawan!” “Jangan menyesal!” ujar Liu Qingxue sambil mencabut pedangnya. Pertarungan pun terjadi. Liu Qingxue menyerang dengan kecepatan luar biasa, membuat beberapa preman kewalahan. Namun, jumlah mereka terlalu banyak, dan mereka mulai mengeroyoknya. Salah satu preman berhasil menangkis serangannya, sementara yang lain melancarkan pukulan yang hampir mengenainya. Melihat Liu Qingxue mulai terdesak, Mo Tian menghela nafas. “Kenapa kita selalu harus terlibat masalah?” gumamnya sebelum melompat ke tengah pertempuran. Dengan insting misteriusnya, ia berhasil menangkis beberapa serangan dan membuat para preman mundur sejenak. Ternyata para preman itu bukan lawan sembarangan. Mereka mulai menggunakan teknik-teknik bela diri yang terlatih, memaksa Liu Qingxue dan Mo Tian untuk mundur. “Ayo! Kita harus pergi!” teriak Liu Qingxue sambil menarik tangan Mo Tian. “Apa? Kenapa?!” “Tidak ada waktu untuk menjelaskan!” Dengan gesit, Liu Qingxue membawa Mo Tian keluar dari kedai. Keduanya berlari melewati gang-gang sempit di kota Jingbei, mencoba menghindari pengejaran. Meski terengah-engah, Liu Qingxue tertawa kecil. “Apa yang kau tertawakan?” tanya Mo Tian kesal. Liu Qingxue membuka telapak tangannya, memperlihatkan beberapa kantong uang kecil. “Aku berhasil mengambil ini dari mereka.” Mo Tian terdiam sejenak, lalu ikut tertawa. “Kau benar-benar tidak tahu malu!” “Lebih baik uang mereka digunakan untuk sesuatu yang berguna dalam perjalanan kita,” jawab Liu Qingxue dengan santai. Mereka akhirnya tiba di ujung Kota Jingbei, tepat di perbatasan menuju pedesaan. Liu Qingxue dan Mo Tian duduk di bawah pohon besar untuk beristirahat sejenak. Tanpa mereka sadari, dua bayangan telah mengawasi mereka sejak mereka keluar dari kuil Tabib Langit. “Kau yakin mereka adalah orang yang kita cari?” bisik salah satu dari bayangan itu, seorang pria berjubah gelap dengan pedang panjang di punggungnya. “Tidak ada keraguan,” jawab yang satunya lagi, wanita dengan rambut panjang terurai dan mata tajam seperti elang. “Tanda di pundak anak itu adalah bukti. Dan wanita yang bersamanya dia terlalu berbahaya untuk dibiarkan hidup.”Bayangan Mo Tian berdiri di hadapannya dengan tatapan penuh kesombongan. Mata merahnya berkilau, memperlihatkan aura yang sangat kuat dan jahat. Di sekeliling mereka, angin berputar kencang, menciptakan pusaran energi yang membatasi arena pertarungan.Fang Zhi mengepalkan tinjunya, sementara Liu Qingxue menatap Mo Tian dengan cemas.“Kami tidak bisa membantu?” Liu Qingxue bertanya dengan suara penuh kekhawatiran.Penjaga Kuil Jiwa Terakhir menggeleng. “Ini adalah ujian Mo Tian. Jika kalian ikut campur, maka pertarungan ini dianggap tidak sah, dan Mo Tian akan langsung kalah.”Fang Zhi menggertakkan giginya. Ia ingin sekali menghunus pedangnya dan menyerang bayangan Mo Tian itu, tetapi ia tahu bahwa hal itu hanya akan membuat segalanya semakin buruk.Mo Tian menarik napas dalam-dalam. Tangannya meraih gagang pedangnya dengan erat. “Baiklah. Aku akan mengalahkanmu.”Bayangannya tertawa dingin. “Kau? Mengalahkanku?” Ia mengangkat tangannya, dan tiba-tiba pedang hitam pekat muncul di geng
Fang Zhi menggertakkan giginya. Ada sesuatu yang tidak beres dengan lelaki tua itu. Tatapan matanya kepada Mo Tian seolah mengandung maksud tersembunyi, seperti seseorang yang menunggu sesuatu terjadi.“Kita harus pergi,” katanya tegas, berusaha mengabaikan perasaan tidak nyaman yang terus menghantuinya.Mo Tian mengangguk pelan, tubuhnya masih lemah. Liu Qingxue tampak ragu, tapi ia tahu Fang Zhi tidak akan bertindak gegabah tanpa alasan.Lelaki tua itu hanya tersenyum tipis melihat mereka bersiap pergi. “Kalian boleh mencoba pergi, tapi ingatlah kata-kataku. Pada akhirnya, hanya ada satu jalan untuk menghancurkan Buku Kematian…”Fang Zhi menatapnya tajam sebelum menarik lengan Mo Tian, membantunya berjalan. “Kita tidak akan mempercayaimu begitu saja.”Lelaki tua itu terkekeh. “Kita lihat saja nanti.”Tanpa menunggu lebih lama, mereka segera meninggalkan tempat itu.Langit malam mulai menyelimuti perjalanan mereka. Angin dingin berhembus perlahan, menambah ketegangan di antara mereka
ShaaatMo Tian hanya bisa menghela napas berat saat Buku Kematian tiba-tiba melayang dan tersedot ke dalam Pedang Langit Membara, seolah-olah pedang itu memiliki kekuatan alami untuk menyegel keberadaan buku tersebut. Cahaya redup berkedip dari pedang, lalu segalanya kembali tenang.Fang Zhi dan Liu Qingxue saling berpandangan, masih mencoba memahami apa yang baru saja terjadi. Lelaki tua berjubah abu-abu itu tetap diam, matanya menatap tajam ke arah pedang suci yang kini kembali menjadi wadah segel bagi buku terkutuk itu."Sepertinya kita tidak perlu menyegel Mo Tian..." kata Fang Zhi, mencoba mencairkan ketegangan.Namun, lelaki tua itu justru tertawa pelan, suaranya menggema di ruangan yang sunyi. "Jangan terlalu cepat bernafas lega. Kalian sudah mengetahui keberadaan Buku Kematian… dan yang lebih buruk lagi, buku itu telah mengenali pemiliknya."Mo Tian menoleh dengan ekspresi dingin. "Apa maksudmu?"Lelaki tua itu melangkah maju, tatapannya penuh makna. "Kau pasti menyadarinya. B
Mo Tian merasakan tubuhnya melemah seiring dengan hisapan kekuatan yang dilakukan oleh Buku Kematian. Wajahnya memucat, tangannya gemetar, dan matanya mulai kehilangan fokus. Sebuah perasaan kosong merayapi pikirannya—seakan ada bagian dari dirinya yang terenggut dan tak akan pernah kembali.Fang Zhi yang sejak awal memperhatikan perubahan pada Mo Tian segera bertindak.“Berhenti!” serunya, matanya melebar saat menyadari sesuatu yang mengerikan.Buku Kematian bukan hanya menyerap jiwa yang mereka korbankan, tapi juga terus menarik jiwa Mo Tian!Namun, sebelum mereka sempat bereaksi lebih jauh, aura hitam pekat meledak dari buku itu, menyebar ke seluruh ruangan seperti kabut neraka. Buku itu bergetar hebat, seolah ada kekuatan yang terbangun di dalamnya.Mo Tian tak mampu bertahan lebih lama. Tubuhnya jatuh ke lantai dengan suara berdebum keras.“Mo Tian!” Liu Qingxue berlari mendekat, wajahnya penuh kepanikan.Fang Zhi, tanpa berpikir panjang, segera mengalirkan kekuatan spiritualnya
“Tunggu!” teriak Liu Qingxue.“Gunakan cara yang lain! Dan aku yakin kita bisa menggunakan cara lain,” sambungnya sambil menggeleng dan airmata yang telah jatuh di wajahnya.Mo Tian menatap Liu Qingxue. “Aku tidak apa-apa.”“Bagaimana dengan aku? Bagaimana dengan kami?” tanya Liu Qingxue.Lelaki berjubah itu mendesah dan kembali bersuara. "Jika kau ingin aku membaca buku ini, kau harus memilih... darah atau jiwa. Jika kau memilih darah, maka pemiliknya harus mengorbankan darahnya sendiri untuk membuka tiap halaman. Tapi darah manusia terbatas. Membuka seluruh isi buku ini dengan darahnya... hanya akan membuatnya mati kehabisan darah sebelum semua terungkap. Tidak bisa dengan darah orang lain.”Mo Tian menggenggam buku itu semakin erat.“Jika jiwa orang lain? Disini banyak jiwa yang terperangkap, gunakan mereka," tanya Liu Qingxue."Jiwa seseorang akan dikorbankan untuk membuka halaman buku. Jiwa itu akan musnah, tidak bisa bereinkarnasi, tidak bisa kembali. Jiwa itu akan menjadi bagi
Buku Kematian yang kini berada di tangan Mo Tian kembali terlihat kosong. Huruf-huruf yang sebelumnya muncul saat terkena darahnya telah lenyap, menyisakan halaman-halaman kosong yang seakan menyimpan misteri yang lebih dalam.Mo Tian menghela nafas panjang. Jika satu tetes darah saja dapat menampakkan huruf-huruf itu, maka butuh seluruh darahnya untuk membaca keseluruhannya. Itu bukan pilihan yang bisa diambil begitu saja.Perjalanan mereka menuju Gunung Jiwa Abadi terasa lebih mudah dari yang mereka bayangkan. Tidak ada rintangan berarti, tidak ada serangan dari iblis atau makhluk penjaga. Ini terlalu aneh. Gunung Jiwa Abadi seharusnya menjadi tempat yang paling sulit dijangkau, namun mereka berjalan tanpa hambatan."Aku tidak suka ini," gumam Liu Qingxue sambil menatap sekeliling dengan waspada."Aku juga," timpal Fang Zhi. "Biasanya tempat seperti ini penuh dengan jebakan atau makhluk penjaga. Ini terlalu sepi."Mo Tian tidak banyak bicara, tetapi dia bisa merasakan hawa dingin ya