Seorang anak terlahir dengan tanda sabit hitam di pundaknya, dianggap sebagai kutukan oleh desanya. Mo Tian, yang tidak mengetahui jati dirinya, tumbuh dalam kesendirian dan perundungan. Namun, hidupnya berubah drastis ketika desa kecilnya dihancurkan oleh sekte keji bernama Langit Berdarah. Mo Tian adalah reinkarnasi Dewa Kematian, penguasa jiwa yang dihukum oleh Dewan Langit dan dilahirkan kembali sebagai manusia. Dengan sebuah pedang tua dan ingatan yang terkunci, ia memulai perjalanan ke dunia persilatan, bertarung melawan sekte jahat, dan mengejar jawaban tentang takdirnya. Namun, setiap langkah membawa Mo Tian lebih dekat pada keputusan besar: akankah ia menerima kembali kekuatannya sebagai Dewa Kematian atau tetap sebagai manusia fana yang lemah? "Kematian bukan akhir, tapi awal dari kekuatan yang sebenarnya."
Lihat lebih banyak“Semua manusia harus mati! Dunia fana ini tidak layak lagi dihuni!”
Baaam! Seketika, dunia hancur berantakan. Manusia lari tunggang-langgang menyelamatkan diri. “Berlindung! Berlindung!” “Tidak akan ada tempat bagi kalian untuk berlindung. Aku akan menghancurkannya!” teriak Dewa Kematian dengan mata merah menyala. Dialah Heiming Shen atau Dewa Kematian. Dia juga Dewa yang ditakuti oleh para dewa dan manusia. Dengan sabit hitam yang tak tertandingi, ia mengatur arus kehidupan dan kematian dengan tangan besi. Jika dia tidak menginginkannya, maka semuanya akan dihancurkan. Kekuasaannya yang mutlak memicu ketakutan di kalangan para dewa lainnya. Mereka merasa bahwa Dewa Kematian telah melampaui batas, menggunakan kekuatan kematian untuk menghukum makhluk fana yang menurutnya tidak layak hidup, bahkan tanpa persetujuan Dewan Langit. Hingga akhirnya Dewan Langit menggelar pengadilan ilahi. Para dewa utama—Dewa Kehidupan, Dewa Keseimbangan, dan Dewa Waktu—memutuskan bahwa Heiming Shen harus dihukum. “Dewa Kematian harus mendapatkan hukuman. Dia terlalu sombong, terlalu angkuh, dan melupakan tugas utamanya sebagai penjaga keseimbangan, bukan sebagai hakim atas kehidupan manusia,” ujar Dewa Kehidupan. "Kau akan kehilangan semuanya," ujar Dewa Keseimbangan, suaranya bergema seperti gemuruh badai. "Kau akan dilahirkan kembali sebagai manusia biasa. Kau akan merasakan penderitaan, kelemahan, dan kehilangan—hal-hal yang selama ini hanya kau pandang dari jauh!" “Tapi…” “Keputusan ini telah dibuat, Heiming Shen!” Tanpa bisa melawan, Heiming Shen akhirnya direinkarnasikan, dia akan menjadi manusia sesuai keputusan Dewan Langit. Bruush! “Aaaaaa!” teriaknya dan akhirnya hilang. Tubuhnya lenyap menjadi abu, meninggalkan hanya seberkas tanda hitam berbentuk sabit yang menyatu di pundak kanan tubuh barunya. Dan di saat yang sama, di dunia fana... Oweek! Oweek! Angin dingin berembus di sebuah desa kecil yang tersembunyi di lembah pegunungan. Tepat di tengah malam, di sebuah rumah sederhana, seorang wanita paruh baya terengah-engah di atas tikar jerami. Tangis seorang bayi baru lahir pecah, mengisi ruangan yang sunyi. "Akhirnya," bisik wanita itu dengan nafas tersengal. Ia memandangi bayinya dengan tatapan penuh cinta, meski tubuhnya lemah karena persalinan yang sangat sulit. “Anak kita sudah lahir,” sambut sang ayah. “Dia seorang lelaki.” "Kita akan beri dia nama Mo Tian," ujar ayah bayi itu yang merupakan seorang petani miskin dengan wajah keras karena kehidupan yang berat. Beberapa detik kemudian, kebahagiaan mereka terganggu, karena saat sang tabib membersihkan tubuh bayi itu, dia terkejut melihat tanda hitam berbentuk sabit di pundak kanannya. "Apa ini?" bisiknya, suaranya gemetar. "Tanda lahir yang aneh, ini seperti sebuah kutukan." “Ada apa?” tanya sang ayah. “Ah, tidak. Ini hanyalah tanda lahir biasa,” jawab sang tabib. Keluarga miskin itu sangat bahagia. Mereka sudah menunggu kehadiran anak selama puluhan tahun. Dan akhirnya, berkat kebaikan Dewa, mereka dikaruniai seorang anak lelaki. Tapi, desas-desus mulai menyebar di desa mengenai tanda lahir Mo Tian. Banyak yang percaya bahwa bayi Mo Tian adalah pertanda buruk, seorang anak yang membawa kesialan. Sebagian mengatakan dia adalah jelmaan roh jahat. Bahkan, ada yang berniat mengusirnya dari desa. Karena takut kalau Mo Tian akan membawa kesialan pada desa mereka. Keluarga Mo Tian hidup dalam tekanan, tetapi mereka tetap merawatnya dengan penuh kasih sayang, meskipun harus menghadapi tatapan sinis dari penduduk desa. Ayahnya, mempertahankan anaknya, bahkan merelakan nyawanya demi sang anak. Tahun-tahun berlalu, dan Mo Tian tumbuh menjadi seorang anak laki-laki yang kuat meski sering mengalami perundungan. Anak-anak desa lainnya mengejeknya, menyebutnya "anak kutukan" karena tanda hitam di pundaknya. "Aku bukan kutukan!" seru Mo Tian suatu hari ketika seorang anak laki-laki melemparinya dengan batu. "Aku sama seperti kalian!" Ejekan itu tak pernah berhenti. Mo Tian belajar untuk bertahan sendiri. Dia sering menghabiskan waktunya di hutan di pinggir desa, berburu hewan kecil dan memanjat pohon tinggi untuk menghindari anak-anak yang mengganggunya. Suatu hari, saat dia berjalan sendirian di hutan, tiba-tiba dia bertemu dengan seekor serigala besar yang terluka parah. Mata serigala itu bersinar merah, seperti api yang membara. “Aku tidak akan membunuhmu,” ujarnya. Mo Tian merasa takut, tetapi ada sesuatu dalam dirinya yang membuatnya mendekati binatang itu. Dia merobek sebagian kain dari bajunya untuk membalut luka serigala itu. Ketika ia selesai, serigala itu menatapnya dengan tajam sebelum melolong keras. Anehnya, Mo Tian merasa seolah-olah ia mengerti apa yang dikatakan serigala itu: "Kau bukan manusia biasa. Darahmu menyimpan rahasia yang besar." Setelah melolong, serigala itu segera pergi masuk ke dalam hutan belantara. Ketika Mo Tian beranjak remaja, dia mulai menunjukkan kemampuan yang tidak biasa. Tubuhnya lebih kuat dan gesit dibanding anak-anak seusianya. Dia mampu memanjat tebing terjal tanpa bantuan, dan instingnya untuk membaca bahaya sangat tajam. "Ayah, kenapa orang-orang membenciku? Apa salahku?” tanya Mo Tian suatu malam saat mereka duduk di depan api unggun, membakar ikan hasil tangkapannya. Ayahnya terdiam sejenak, lalu menghela nafas. "Bukan kau yang mereka benci. Mereka percaya hal yang mustahil. Tanda di pundakmu, mereka pikir itu kutukan. Tapi ayah percaya, itu hanyalah tanda lahir biasa. Buktinya, kau hidup sama seperti mereka.” Ucapan ayahnya menjadi penghiburan bagi Mo Tian. “Tapi, ini aku biasa saja. Tanda ini tidak menggangguku.” “Kau benar. Jadi, jangan pikirkan itu.” Waktu terus berlalu, hingga suatu malam yang mencekam… “Api!” “Ada api!” Langit di atas desa berubah menjadi merah darah. Teriakan panik membangunkan Mo Tian dari tidur. Ketika dia keluar dari rumah melihat api melahap rumah-rumah penduduk desa. Pada saat itu, dia melihat sosok-sosok berjubah hitam dengan lambang tengkorak di dada mereka menyerang warga tanpa ampun. "Mereka adalah orang-orang dari Sekte Langit Berdarah!" teriak seorang tetua desa sebelum tebasan pedang mengakhiri nyawanya. Mo Tian berlari ke dalam rumah untuk melindungi orang tuanya. Namun, seorang pria berjubah hitam dengan pedang besar telah masuk lebih dulu. Dalam sekejap, orang tua Mo Tian tergeletak di lantai, darah mengalir dari tubuh mereka. "Tidak!" teriak Mo Tian dengan suara parau. “Ayah! Ibu!” Pria berjubah itu mendekatinya, mengangkat pedangnya tinggi-tinggi. “Sekarang giliranmu!” Tapi sebelum pedang itu sempat turun, tanda di pundak Mo Tian mulai bersinar. Angin dingin berhembus dari tubuhnya, dan mata pria itu melebar ketakutan. "Apa? Apa ini?" suaranya gemetar. Braak! Tubuh pria itu terhempas ke dinding, dalam sekejap sudah tak bernyawa. Mo Tian berdiri terpaku, tidak menyadari apa yang baru saja terjadi. “Aku bisa melawannya?” tanya Mo Tian gemetar kepada dirinya sendiri. Ketika ia melihat ke bawah, ia menemukan sebuah pedang tua berkarat di tangannya, seolah-olah pedang itu muncul entah dari mana. "Tuan muda..." suara parau terdengar di kepalanya. "Kembalilah. Ingat siapa dirimu."Bayangan Mo Tian berdiri di hadapannya dengan tatapan penuh kesombongan. Mata merahnya berkilau, memperlihatkan aura yang sangat kuat dan jahat. Di sekeliling mereka, angin berputar kencang, menciptakan pusaran energi yang membatasi arena pertarungan.Fang Zhi mengepalkan tinjunya, sementara Liu Qingxue menatap Mo Tian dengan cemas.“Kami tidak bisa membantu?” Liu Qingxue bertanya dengan suara penuh kekhawatiran.Penjaga Kuil Jiwa Terakhir menggeleng. “Ini adalah ujian Mo Tian. Jika kalian ikut campur, maka pertarungan ini dianggap tidak sah, dan Mo Tian akan langsung kalah.”Fang Zhi menggertakkan giginya. Ia ingin sekali menghunus pedangnya dan menyerang bayangan Mo Tian itu, tetapi ia tahu bahwa hal itu hanya akan membuat segalanya semakin buruk.Mo Tian menarik napas dalam-dalam. Tangannya meraih gagang pedangnya dengan erat. “Baiklah. Aku akan mengalahkanmu.”Bayangannya tertawa dingin. “Kau? Mengalahkanku?” Ia mengangkat tangannya, dan tiba-tiba pedang hitam pekat muncul di geng
Fang Zhi menggertakkan giginya. Ada sesuatu yang tidak beres dengan lelaki tua itu. Tatapan matanya kepada Mo Tian seolah mengandung maksud tersembunyi, seperti seseorang yang menunggu sesuatu terjadi.“Kita harus pergi,” katanya tegas, berusaha mengabaikan perasaan tidak nyaman yang terus menghantuinya.Mo Tian mengangguk pelan, tubuhnya masih lemah. Liu Qingxue tampak ragu, tapi ia tahu Fang Zhi tidak akan bertindak gegabah tanpa alasan.Lelaki tua itu hanya tersenyum tipis melihat mereka bersiap pergi. “Kalian boleh mencoba pergi, tapi ingatlah kata-kataku. Pada akhirnya, hanya ada satu jalan untuk menghancurkan Buku Kematian…”Fang Zhi menatapnya tajam sebelum menarik lengan Mo Tian, membantunya berjalan. “Kita tidak akan mempercayaimu begitu saja.”Lelaki tua itu terkekeh. “Kita lihat saja nanti.”Tanpa menunggu lebih lama, mereka segera meninggalkan tempat itu.Langit malam mulai menyelimuti perjalanan mereka. Angin dingin berhembus perlahan, menambah ketegangan di antara mereka
ShaaatMo Tian hanya bisa menghela napas berat saat Buku Kematian tiba-tiba melayang dan tersedot ke dalam Pedang Langit Membara, seolah-olah pedang itu memiliki kekuatan alami untuk menyegel keberadaan buku tersebut. Cahaya redup berkedip dari pedang, lalu segalanya kembali tenang.Fang Zhi dan Liu Qingxue saling berpandangan, masih mencoba memahami apa yang baru saja terjadi. Lelaki tua berjubah abu-abu itu tetap diam, matanya menatap tajam ke arah pedang suci yang kini kembali menjadi wadah segel bagi buku terkutuk itu."Sepertinya kita tidak perlu menyegel Mo Tian..." kata Fang Zhi, mencoba mencairkan ketegangan.Namun, lelaki tua itu justru tertawa pelan, suaranya menggema di ruangan yang sunyi. "Jangan terlalu cepat bernafas lega. Kalian sudah mengetahui keberadaan Buku Kematian… dan yang lebih buruk lagi, buku itu telah mengenali pemiliknya."Mo Tian menoleh dengan ekspresi dingin. "Apa maksudmu?"Lelaki tua itu melangkah maju, tatapannya penuh makna. "Kau pasti menyadarinya. B
Mo Tian merasakan tubuhnya melemah seiring dengan hisapan kekuatan yang dilakukan oleh Buku Kematian. Wajahnya memucat, tangannya gemetar, dan matanya mulai kehilangan fokus. Sebuah perasaan kosong merayapi pikirannya—seakan ada bagian dari dirinya yang terenggut dan tak akan pernah kembali.Fang Zhi yang sejak awal memperhatikan perubahan pada Mo Tian segera bertindak.“Berhenti!” serunya, matanya melebar saat menyadari sesuatu yang mengerikan.Buku Kematian bukan hanya menyerap jiwa yang mereka korbankan, tapi juga terus menarik jiwa Mo Tian!Namun, sebelum mereka sempat bereaksi lebih jauh, aura hitam pekat meledak dari buku itu, menyebar ke seluruh ruangan seperti kabut neraka. Buku itu bergetar hebat, seolah ada kekuatan yang terbangun di dalamnya.Mo Tian tak mampu bertahan lebih lama. Tubuhnya jatuh ke lantai dengan suara berdebum keras.“Mo Tian!” Liu Qingxue berlari mendekat, wajahnya penuh kepanikan.Fang Zhi, tanpa berpikir panjang, segera mengalirkan kekuatan spiritualnya
“Tunggu!” teriak Liu Qingxue.“Gunakan cara yang lain! Dan aku yakin kita bisa menggunakan cara lain,” sambungnya sambil menggeleng dan airmata yang telah jatuh di wajahnya.Mo Tian menatap Liu Qingxue. “Aku tidak apa-apa.”“Bagaimana dengan aku? Bagaimana dengan kami?” tanya Liu Qingxue.Lelaki berjubah itu mendesah dan kembali bersuara. "Jika kau ingin aku membaca buku ini, kau harus memilih... darah atau jiwa. Jika kau memilih darah, maka pemiliknya harus mengorbankan darahnya sendiri untuk membuka tiap halaman. Tapi darah manusia terbatas. Membuka seluruh isi buku ini dengan darahnya... hanya akan membuatnya mati kehabisan darah sebelum semua terungkap. Tidak bisa dengan darah orang lain.”Mo Tian menggenggam buku itu semakin erat.“Jika jiwa orang lain? Disini banyak jiwa yang terperangkap, gunakan mereka," tanya Liu Qingxue."Jiwa seseorang akan dikorbankan untuk membuka halaman buku. Jiwa itu akan musnah, tidak bisa bereinkarnasi, tidak bisa kembali. Jiwa itu akan menjadi bagi
Buku Kematian yang kini berada di tangan Mo Tian kembali terlihat kosong. Huruf-huruf yang sebelumnya muncul saat terkena darahnya telah lenyap, menyisakan halaman-halaman kosong yang seakan menyimpan misteri yang lebih dalam.Mo Tian menghela nafas panjang. Jika satu tetes darah saja dapat menampakkan huruf-huruf itu, maka butuh seluruh darahnya untuk membaca keseluruhannya. Itu bukan pilihan yang bisa diambil begitu saja.Perjalanan mereka menuju Gunung Jiwa Abadi terasa lebih mudah dari yang mereka bayangkan. Tidak ada rintangan berarti, tidak ada serangan dari iblis atau makhluk penjaga. Ini terlalu aneh. Gunung Jiwa Abadi seharusnya menjadi tempat yang paling sulit dijangkau, namun mereka berjalan tanpa hambatan."Aku tidak suka ini," gumam Liu Qingxue sambil menatap sekeliling dengan waspada."Aku juga," timpal Fang Zhi. "Biasanya tempat seperti ini penuh dengan jebakan atau makhluk penjaga. Ini terlalu sepi."Mo Tian tidak banyak bicara, tetapi dia bisa merasakan hawa dingin ya
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen