Karena sudah bosan terus berbaring di kamar aku memutuskan untuk besok pagi melakukan aktivitas seperti biasa.Kadang kalau kupikir lebih dalam, ternyata, tak kusangka sudah hampir 2 bulan aku berada dirumah Pak Hamdan. Tadinya aku berencana untuk membuat usaha sampingan dan segera pergi dari tempat namun tiba-tiba aku merasa nyaman dan terus bertahan pada tugas menjadi asisten rumah tangga.Ketika suasana pagi sudah mulai terang, aku langsung menuju ke dapur untuk menanak nasi, dilanjutkan menyapu rumah dan membersihkan kamar mandi ruang depan. Ketika sedang sibuk membersihkan wastafel, aku melihat Mas Hamdan berjalan menuju pintu dan hendak membukanya. Kupikir mungkin dia akan pergi berolah raga.Kulanjutkan dengan menyabun wastafel lalu mengelap kaca. Terkejut sekali diri ini ketika melihat pria yang memakai setelan training warna biru langit itu sudah menyandar di sisi dinding dan memperhatikan kegiatanku.Aku membalikkan badan dan membalas tatapannya. Dia nampak menyukaiku, meski
Sepertinya wanita itu tahu tentang hubunganku dan Mas Hamdan yang sudah mulai dekat nyatanya sikapnya dari tadi terus berusaha menyindirku."Permisi saya masuk ke dalam dulu," ucapku sambil tetap memaksa tersenyum dan membawa nampan itu."Seorang asisten harusnya menjaga batasan dirinya untuk tetap berada di koridor asisten, tidak perlu bersikap berlebihan," kritiknya."Apa maksudnya, sih," tanya ibu Syaimah penasaran."Tahu gak Bu, Mas handam di kantor sering membicarakan dia dan memuji-muji nya seolah-olah bahwa ....""Oh, itu ... Itu hanya pujian biasa, kenyataannya, memang Mbak Yanti ini sangat baik kepada cucu dan saya sendiri," puji Nyonya rumah sebelum wanita selesai menghujatku.Wanita tadi terlihat mendesak dan memutar bola matanya tidak suka, sementara aku hanya membungkuk hormat lalu pergi dari tempat itu.Tiba-tiba lenganku ditahan oleh Mas Hamdan, dia menggenggam tangan ini dan mengajakku pergi ke depan semua orang. Aku yang gugup menolak dan takut, berusaha untuk melep
Pukul 08.00 ibunya Mas Hamdan memanggilku ke kamarnya, dia memanggilku dengan tatapan tegas dan menyuruhku untuk segera mengikutinya."Duduklah kamu di kursi itu," ucapnya."Iya Bu," ucapku lirih."Kamu masih punya waktu untuk menyelamatkan reputasi keluarga kami silakan, itupun jika kamu peduli, tolong pergi aku akan memberikanmu uang gaji dan tunjanganmu, aku minta tolong," ucap Wanita itu mengangsurkan sebuah amplop coklat tebal."Maaf tapi apa itu, Ibu?""Uang 50 juta, pergi dan selamatkan masa depan Hamdan, tolong bantu aku untuk menjaga kehormatannya, dia tidak cocok denganmu karena kamu lebih dewasa darinya, dan anakku masih membutuhkan wanita yang bisa membahagiakannya," jaabmya."Tapi dia sendiri yang menegaskan bahwa dia menginginkan saya, saya pribadi tidak pernah memaksanya, Bu, malah saya menolak.""Itu karena dia hanya kasihan padamu dan karena kau memperhatikan anaknya. Tapi aku paham bahwa semua itu hanya bentuk tanggung jawabmu sebagai asisten, jadi tolong jangan b
Keesokan hari,Tanpa banyak hambatan dan penolakan Ibu, Mas Hamdan lantas mengajakku pergi ke rumah Tante dan Omnya, dia bilang ingin memperkenalkan calon istri kepada anggota keluarga dan kerabat ibu-bapaknya.Tadinya takut dan ragu namun setelah diyakinkan dan menerima sikap baik serta keramahan keluarganya, perlahan rasa ragu yang tadinya menggununh di hatiku meleleh seketika."Oh, ini toh, calon istrimu, dia terlihat baik dan sopan," ucap sang Tante."Iya, Tan, Alhamdulillah, yang paling penting dia menyayangi anak saya," jawabnya, seraya melirikkundan putrinya yang duduk di pangkuanku."Bagaimana Nisa Apakah Ibu Yanti baik padamu?"Gadis yang rambutnya aku kuncir dua itu mengangguk dengan senyum bahagia."Alhamdulillah jika kamu dan anakmu cocok dengan wanita ini kami sebagai keluarga akan selalu mendukung kebahagiaan kalian," jawab Omnya Mas Hamdan.Begitupun ketika kami beralih ke rumah lain, keluarga mereka juga menyambut kami dengan hangat, malah, aku diperlakukan begitu mul
Kurasa itu yang jadi pertanyaan banyak orang, tentang kehidupan setelah pernikahan kami, pernikahan janda dua anak dan seorang duda kaya yang cukup terhormat. Ada hal baru ketika ak menjalani biduk rumah tangga dengan tiga orang anak dan mertua yang akhirnya menerima keberadaanku.Ada tantangan tersendiri ketika aku harus menyandang status baru, istri dari pria yang didambakan banyak wanita. Aku bahagia, tentu saja, tapi kadang was was juga, terlebih karena latar belakangku yang miskin dan janda, sementara banyak orang yag menyayangkan mengapa Mas Hamdan mau saja meminangku yang dulu adalah pembantu rumahnya.Hari hari kami berjalan normal, tidak ada yang mencolok atau berlebihan baik itu hubungan atau kemesraan. Pria berhati lembut dengan tutur kata yang selalu santun itu membuatku makin segan, lebih menghormati dan menghargai. Menyadari bahwa dia mengambilku jadi istri lalu memuliakan diri ini bagaikan seorang ratu, membuatku tahu bahwa dia adalah satu satunya orang yang akan
Dengan langkah sedikit gemetar dan hati ragu, kubaurkan diriku pada tamu yang sedang duduk di depan sementara sebagian lain sedang bercengkerama sambil menikmati minuman di dekat meja prasmanan."Selamat sore," sapaku dengan telapak tangan yang sudah panas dingin karena gugup.Semua orang memandang ke arahku menatap dengan tatapan sejuta tanya dan selidik dari atas ke bawah. Mungkin saking merasa terkejut karena pertama kali jumpa, mereka sampai tidak menjawab salam atau memberikan senyuman, hanya terdiam sambil terus menatap saja. Aku tahu, mereka saat ini melihatku sebagai pembantu bukan sebagai istri Mas Hamdan.Seumur hidup baru kali aku diajak suami membaur pada pesta teman kerjanya, dulu, suami sebelumnya--Mas imam--tak pernah mengajakku ke acara seperti ini, dia menjauhkanku dari kehidupan pribadi dan lingkungan profesionalnya."Ehh ... saya harap pesta kecilnya menyenangkan," ucapku sambil meremas tangan salah tingkah.Kuedarkan pandangan, mencari suamiku dan berharap ia
"Tidakkah kamu merasa bahwa Haifa ingin menyampaikan sebuah sinyal kepadamu?" tanyaku ketika kami selesai membereskan pesta dan mengemasi perabotan untuk mengembalikannya ke dapur."Tidak, aku sama sekali tidak mengerti apa maksudmu, sinyal apa yang ingin dia sampaikan memangnya?" Ujar suamiku sambil tertawa dan mengemasi mesin barbeque untuk didorongnya kembali ke gudang."Apa saat itu kalian hampir saja menikah?""Kenapa tiba-tiba kamu menanyakan hal itu?" tanya suamiku sambil tersenyum dan meletakkan tangannya di pinggangnya"Iseng saja aku ingin tahu.""Jangan sampai keisengan itu yang merusak hubungan kita dan menghancurkan hatimu. dia hanya masa lalu yang tidak pernah menjadi penting dalam hidupku. Kami memang hampir menikah tapi itu tidak terlaksana," gumam Mas Hamdan sambil beranjak."Tapi sepertinya Haifa masih menyimpan rasa untukmu ..."Suamiku tergelak mendengarnya sambil menatap mataku seakan-akan dia ingin menggodaku."... memangnya kalau masih menyimpan rasa ada apa?
Seiring dengan permintaan ibu yang ingin aku menghabiskan waktu dengan kursus dan mengelola ketrampilan akhirnya diri ini mengambil kelas menjahit dan sulam, tiap sore jam tiga aku ke tempat workshop dan kembali dua jam setelahnya. Seperti biasa kulakoni tugas sebagai ibu rumah tangga dan menantu dengan baik. Tetap memasak dan memperhatikan anggota keluarga dengan penuh kasih sayang."Bagaimana keterampilan menyulammu saat ini?" tanya Ibu ketika aku tengah duduk di meja makan dengannya."Alhamdulillah, ibu ingin lihat taplak yang saya buat?""Boleh," ujarnya tersenyum."Ini dia," balasku sambil mengeluarkan taplak meja kecil dari dalam tas alat sulam."Rupanya kau berbakat. Ibu bangga padamu," balasnya mengelus bahuku pelan. Aku begitu haru diperlakukan penuh kasih seperti itu."Ibu bangga dan sedikit menyesal mengapa tidak dari dulu saja kau berjodoh dengan Hamdan," lanjutnya."Mungkin hanya tentang waktu Bu, tapi, aku dan ibu bisa senang sekarang karena kita satu keluarga. Terima