"Jangan bicara soal cinta, bila itu hanya kata dan rayuan. Jangan bicara soal cinta, bila hanya dusta yang terucap."
***"Apa kita culik Ava saja dari pria itu?"Bernardio mendelik, dengan berani menimpali pikiran gila bosnya dengan sindiran, "Kalau pun berhasil kita culik, dia juga tidak ingin kembali bersama Anda."Djati langsung menoleh, dan memicing pada tangan kanannya. Ekspresi lelah Dio menggambarkan bahwa ia tidak ingin lagi mendengar mengenai Ava. Sudah cukup seminggu ini, Dio dihadapkan dengan tingkah laku gila Djati karena cinta butanya pada gadis itu."Lama-lama kamu persis seperti pria tua itu, tahu enggak?" lontar Djati tiba-tiba. "Sinis dan jahat, apa salahnya sih, mempertahankan cinta? Gue yakin Ava masih mencintai gue.""Masalahnya dia berada di pelukan polisi itu." Sahutan Dio membuat Djati bungkam. "Bagaimana mungkin polisi itu tidak mencekoki Nona Ava dengan segala praduganya tentang Anda? Kalau Nona Ava tidak"Pernikahan mungkin bisa berdiri tanpa cinta. Namun pernikahan tanpa komitmen adalah bunuh diri. Pernikahan tanpa komitmen sama saja seperti rumah tanpa pondasi. Mudah hancur dalam sekejap."***"Saya terima nikah dan kawinnya Ava Kinandhita binti Abdullah dengan mas kawin tersebut, tunai." "Sah?" Semua saksi dan tamu yang hadir mengucapkan kata sah secara serempak. Mereka semua terlihat begitu lega, dan bahagia dalam suka cita karena satu sesi penting telah terlewati. Biru memandangi Ava, yang sedang duduk di sampingnya. Mereka saling melempar senyum canggung setelah resmi menjadi suami istri. Pak penghulu pun melanjutkan dengan lantunan do'a. Selepas itu, Ava dan Biru diminta menandatangani buku nikah dan dilanjutkan dengan pemakaian cincin nikah. Biru sengaja memesan cincin nikah perak, agar tak hanya Ava, Biru pun juga bisa memakainya. Setelah cincin nikah terpasang, Ava menyalami tangan biru dengan senyum manis terpasang di wajah cantiknya. Biru begitu terpesona dengan gadis i
"Saat ada seseorang di sampingmu, dunia jadi lebih mudah dijalani. Karena saat kamu lelah, dan hari terasa begitu berat ada dia yang menjadi tempatmu pulang untuk mengadu."***"Gimana enggak langsung dinikahi, secara pengantin wanitanya secantik itu. Gue paham deh, kenapa selama ini Biru seperti enggak doyan sama kita. Levelnya secantik Miss Universe begitu."Djati menoleh, dan dalam hati membenarkan apa yang gadis-gadis penggosip itu katakan. Tiap kali sepasang netranya menangkap figur Ava, hanya sebuah kekaguman yang terpancar. Selama bertahun-tahun, hanya gadis itu yang tercantik. Djati belum menemukan tandingannya.Sayangnya hal tersebut sirna. Gadis tercantik itu bukan miliknya lagi. Ia telah kehilangan, dan kini hanya kenangan yang tertinggal. Djati berharap kenangan itu cukup mampu mengupas keputusan Ava untuk setia pada suaminya."Kita akan masuk, Bang?" tanya Bernardio yang berdiri di belakangnya. Dio sebenarnya enggan mengantar Djati ke pesta itu, namun di sisi lain ia juga
"Pernikahan tidak hanya mengubah kebiasaan tidurmu. Pernikahan juga mengubah kebiasan menyendirimu, kebiasaan makanmu, kebiasaan berbelanjamu, hingga kebiasaan-kebiasaan lain yang nantinya akan kamu sukai dan kamu benci." *** "Wow, ini enggak berlebihan?" Ava melongo saat memasuki kamar pengantin mereka. Terdapat banyak hadiah bernilai fantastis yang disusun cantik di sudut kamar. Dari tas harga ratusan juta, sampai perhiasan yang Ava taksir harganya tidak main-main. Walau bagaimana pun, Ava adalah seorang perempuan yang pastinya melek akan barang fashion dan aksesoris yang memanjakan mata. Ava melihat semuanya. Ada sekitar lima belas item barang yang Ava taksir harganya bisa mencapai hampir setengah miliar. Ia menggelengkan kepala, lalu menoleh pada Biru yang sedang berdiri di belakangnya. Pria itu mengangkat bahu, seakan pura-pura tidak tahu dan tidak peduli dengan itu semua. "Ini dari kamu?" tanya Ava dengan mata memicing seakan ingin meminta kebenaran dari sebuah kejahatan. "K
"Ada banyak penyebab yang membuat seseorang yang tadinya baik berubah menjadi jahat. Namun tidak banyak penyebab yang membuat seseorang yang tadinya jahat berubah menjadi baik."***"Ava Kinandhita, berhenti menatap saya!"Ava tersentak saat mendengar Biru berkata demikian. Pria itu ternyata sudah bangun dari tidurnya. Ava tersenyum, dan menutup kembali matanya. Kini gantian Biru yang membuka mata, dan menatap gadis itu.Semalam mereka mengobrol hingga pukul dua dini hari. Karena mengantuk, mereka akhirnya memutuskan untuk beranjak ke tempat tidur. Awalnya Biru ingin tidur di sofa, namun Ava melarangnya. Ia mengatakan bahwa kamar itu miliknya juga, jadi gadis itu menyuruhnya berbaring di tempat tidur yang sama."Saya tidak menatap kamu sama sekali," ucap Ava dalam keadaan menutup mata. Biru langsung tersenyum begitu mendengarnya."Ava."Karena dipanggil, Ava pun membuka matanya. Ia menemukan sepasang bola mata sehitam kelam milik Biru sedang memandanginya dengan serius. Bibirnya yang
"Menikah bukanlah akhir dari sebuah kisah. Menikah memiliki artian panjang dari sebuah kisah hidup. Bersama seseorang, kita memulai kisah itu. Entah panjang atau sebentar."***"Pak, enggak pulang? Bapak kan, pengantin baru."Biru mengernyit, dan baru mengingat bahwa ia belum menghubungi Ava sama sekali seharian ini. Setelah pulang dari rumah sakit, Biru pergi ke kantor polisi untuk mengawasi interogasi yang dilakukan rekannya. Dari interogasi tersebut, Biru dan timnya dibuat pusing karena terduga yang mereka tangkap tidak memberikan informasi yang jelas. Belum lagi media sudah mendesak dan berkerumun di depan kantor polisi untuk meminta kejelasan tentang penemuan narkoba dalam jumlah besar."Untung kamu ingatkan, saya lupa," cetus Biru sambil memukul keningnya. Beberapa rekannya geleng-geleng kepala, dan bahkan ada yang berani mengolok-oloknya. Biru yang pada dasarnya bukan orang yang kaku, langsung pamer cengiran pada rekan-rekannya tersebut.Biru pun segera pamit, karena memang ia
"Manusia seperti dua sisi mata koin. Terkadang jahat, terkadang juga bisa baik. Semuanya tergantung pada bagaimana dunia memperlakukan manusia itu sendiri." *** "Setahu saya bukankah memenjarakan orang lain butuh bukti yang kuat? Bila hanya dari pengakuan saya yang tidak berdasar pada bukti kuat, bukankah bisa salah?" Biru mengangguk dengan pasti. Segala hal yang diucapkan oleh Ava ada benarnya. Mengenal atau tidaknya Ava pada keempat orang tersebut, mungkin tidak membantu banyak. Namun paling tidak Biru tahu bahwa dari keempat orang itu ada yang benar-benar terhubung dengan Djati dan Praba. Entah mengapa, begitu sulit bagi pria itu mengungkap kejahatan Djati dan Praba. Tiap Biru memiliki titik terang, pasti ada saja kendalanya yang membuat usahanya gagal. Djati dan Praba seperti berhasil mengambil langkah lebih cepat darinya. Membuat Biru benar-benar gundah dibuatnya. "Tidak apa-apa, Ava. Paling tidak saya tahu bahwa salah satu dari keempat orang ini punya hubungan dengan Djati d
"Saat kamu jatuh cinta, nyatanya tiap detik yang terlewat adalah rindu yang tak tersampaikan. Saat kamu jatuh cinta, tiap jarum jam yang bergerak berisi keinginan untuk segera bertemu, dan menebus segala gundah yang dirasa." *** "Kapan kalian bulan madu? Ibu mau kalian bersantai, dan menikmati masa-masa menjadi pengantin baru." Ava menoleh pada Biru yang hanya diam saat mendengar permintaan Tarissa. Wanita itu sedang cuti, jadi ia berada di rumah sepanjang waktu untuk bersantai. Sayangnya waktu bersantainya telah habis. Hari ini ia harus kembali beraktivitas sebagai seorang istri wakil presiden. Sebelum ia terlanjur larut dalam kegiatannya, Tarissa menyempatkan diri untuk memaksa putra bungsu dan menantu barunya pergi berbulan madu. Ia ingin melihat Biru yang selama bertahun-tahun ini bekerja keras tiada henti, pergi bersantai bersama istrinya. Tarissa berpikir putra bungsunya itu butuh menghabiskan waktu untuk melepas penat, setelah bertahun-tahun lamanya menjalani hidup yang beg
"Tiap cinta tidak melulu menggebu. Terkadang bisa luntur karena waktu. Terkadang bisa mati karena tidak dipupuk."***"Jangan bohong, Ava!"Tajamnya tatapan nyatanya mampu menyakiti hati seseorang. Itulah yang terjadi pada Djati saat ini. Pria itu kelu, namun menyerah bukanlah pilihan. Ia ingin terus mencerca Ava dengan tanya, dengan pilihan, dan dengan keinginannya untuk menggapai gadis itu kembali.Namun Ava lelah. Bersama Biru sudah menjadi kebiasaan sekarang. Terlebih fakta yang terpapar, membuat Djati jadi benar-benar berbeda di matanya. Ava tak bisa membayangkan saat tidak bersamanya, pria itu berubah jadi keji, dan mudah menyakiti orang lain yang tidak bersalah."Aku tidak tahu, Djati." Ava menghela napasnya sejenak. Ia memang benar-benar lelah. "Tidak cukupkah buat kamu melihat pernikahanku? Tidak cukupkah buat kamu berhenti bertanya apa aku mau kembali sama kamu?"Djati berang, ia menarik satu tangan Ava. Lalu membawa gadis itu mendekat. Ia ingin lebih, namun hatinya berkata b