"Kondisi Pak Rayyan sudah jauh lebih baik. Beliau bisa dilatih dengan berjalan pelan-pelan," jelas sang dokter yang memeriksa kondisi kaki Rayyan. Hasil lab memperlihatkan keretakan di kaki laki-laki itu sudah mulai membaik. Tulang-tulangnya tampak mulai merapat kembali. Jauh dari sebelumnya yang terlihat banyak retakan.
Celine yang mendengar dan melihat hasil lab tersebut, merasa sangat lega. Perbedaan dari dua foto yang dulu dan sekarang sudah terlihat sangat jelas. Suaminya akan sembuh. Tidak sia-sia kesabarannya selama ini. Rasa haru meliputi dadanya, Celine tersenyum pada sang dokter. "Terima kasih, Dok. Saya akan ingat pesan Anda.""Ya, tetap perhatikan terus pola makannya."Sekali lagi, Celine mengangguk. Dia kemudian berdiri dari kursinya dan membantu sang suami bangkit. Memapah Rayyan keluar dengan sangat hati-hati. Tidak ada yang lebih menyenangkan selain mendengar kabar baik ini. Sepanjang lorong, Celine terus memapah Rayyan sambil tersenyum. "AkCeline tidak pernah mau menatap muka Dominic sepanjang perjalanan. Begitu sampai, dia langsung turun dari mobil sembari membukakan pintu untuk Rayyan segera turun. Mau tak mau, Celine harus menyerah saat Dominic memintanya mengantar mereka. Tentu bukan dengan sukarela, melainkan dengan sebuah ancaman secara tidak langsung.Sialan!Bisa-bisanya Dominic mengancamnya dengan memanfaatkan kejadian malam itu. Tangan Celine mengepal sempurna saat mengingatnya. Dadanya dipenuh amarah yang menggebu, ingin sekali berteriak di depan wajah laki-laki itu dan mengumpatinya. Namun apalah daya, Celine tidak mungkin mampu melawan Dominic yang memiliki segalanya. Jika dia melapor atas tindak pemerkosaan pun, pasti tidak akan ada yang percaya dan Dominic bisa berbalik menuntutnya. Lalu dia dan suaminya akan kehilangan muka di depan umum. Celine tidak mau itu terjadi."Terima kasih sudah mengantar kami. Sekarang, lebih baik kau cepat pergi," usir Celine dengan nada ketus tanpa mau menata
Plak ....Sebuah tamparan keras mendarat tepat di pipi seorang pria yang kini tengah menyambut kedatangannya dengan senyuman. Tanpa sedikit pun terlihat bersalah atas apa yang telah diperbuatnya. Berengsek! Tidak tahu diri! Segala umpatan rasanya ingin sekali dia keluarkan. Celine benci laki-laki seperti ini!"Celine, kenapa kau menamparku?" tanyanya dengan wajah tak berdosa. Kaget saat wanita yang dia tahu hampir tidak pernah bertindak kasar, bisa menamparnya seperti ini. Padahal niatnya hanya ingin mengembalikan tas milik wanita itu yang tertinggal, mengingat kemarin dan hari ini Celine tidak masuk kerja. Alhasil, dia mendatangi rumahnya. Namun Celine justru mengajaknya untuk berbincang cukup jauh dari rumah. Namun dekat dengan jalan utama."Kau harusnya tahu apa yang terjadi, dasar sialan!"Celine serta merta merebut tas miliknya yang ada di tangan Simon. Mendorong tubuh laki-laki itu dengan tatapan penuh kebencian. Amarah yang tidak tertahankan kare
"Tolong cari tahu semua yang berhubungan dengan Celine," perintah Dominic lewat telepon yang dengan cepat dia tutup begitu urusannya selesai.Dominic terdiam di balkon kamarnya sambil menghembuskan napas kasar. Berpegangan pada sebuah pagar besi sambil menatap langit malam dan bulan yang kini tampak sangat terang. Menikmati udara malam yang dingin menusuk hingga menyentuh tulang-tulangnya. Bibirnya kemudian membentuk senyum kecut tatkala dia ingat saat Celine menolak panggilannya.Nomornya di-blacklist.Wanita itu seperti benar-benar ingin menjauh dan tidak mau berhubungan lagi dengannya. Baru pertama kali Dominic mendapati wanita seperti Celine. Biasanya, wanita yang sudah menikah sekali pun akan tidak akan berpikir ulang untuk mendekati atau pun mencari perhatiannya. Terlebih klien-klien orang tuanya atau bahkan tunangannya sendiri. Semua wanita mengantre dan memelas cinta darinya. Meski sudah biasa, terkadang itu terasa memuakkan baginya, karena hal itu
"Celine, tunggu sebentar! Siapa laki-laki tadi?"Celine terdiam saat lengannya tiba-tiba ditahan saat dia baru saja keluar dari restoran. Ini sudah waktunya pulang dan dia buru-buru pergi karena tidak ingin berpapasan dengan orang paling tidak tahu diri. Simon. Namun sepertinya, keberuntungan sama sekali tidak berpihak padanya.Hari ini, Celine sedang sial karena harus bertemu dengan dua orang yang ingin sekali dia hindari, terutama lelaki yang saat ini dengan sangat lancang menyentuh lengannya. Cih, Celine segera menepisnya kasar dan menatap penuh ketidaksukaan. "Jangan kurang ajar dan menyentuhku sembarangan!""Maaf, aku penasaran kenapa kau menghindariku. Padahal aku sangat ingin bicara denganmu," ucap Simon pelan.Celine mengernyit, lalu melirik ke sekitar di mana beberapa rekan kerjanya, terlihat melewati mereka dengan pandangan yang sesekali mencuri-curi pandang ke arahnya. Di sini terlalu ramai dan Celine tidak suka dengan itu. "Itu bukan alasa
"Kenapa berhenti?"Celine menatap Dominic dengan kening berkerut saat mobil yang ditumpanginya tiba-tiba berhenti di jalan yang cukup sepi. Ada perasaan waswas yang hinggap dalam hatinya. Terutama pada laki-laki yang kini tampak tenang saat menatapnya."Sepertinya mogok.""Kau bercanda?" Celine mendecih tak percaya. Mengusap rambutnya sembari menatap ke luar mobil. Matahari sudah terbenam, langit sore pun berganti malam dan sialnya dia masih ada dalam perjalanan pulang. Bersama pria asing yang pernah menghabiskan malam bersama. Celine tidak bisa menolak saat Dominic tiba-tiba menariknya masuk ke dalam mobil. Dia seperti diculik paksa."Tidak," ucap Dominic sambil kembali men-stater mobilnya, namun mesin mobilnya sama sekali tidak menyala.Hah. Tidak ada yang bisa Celine lakukan selain menatap Dominic dengan sorot tidak mengerti. Tidakkah laki-laki di sebelahnya ini men-service kendaraannya atau paling tidak, mengeceknya sebelum berpergian? Sulit
"Kau menyukainya?" tanya Jerry yang saat ini tengah menyetir. Melalui kaca spion, dia menatap anak majikannya dengan sorot penasaran. Mereka baru saja pulang setelah mengantar Celine ke rumahnya. Pria dingin yang juga mantan atasannya sebelum dia berkhianat, tampak mengangkat kepalanya. Ada ketidaksukaan terlihat di sana.Jerry tahu, dia salah telah bermain-main dengan seorang Dominic. Bahkan maut pun seolah takut pada pria itu. Dominic seperti bukan manusia. Bibirnya terkekeh pelan saat membayangkan kembali kejadian di malam ketika dia menusuknya. Harusnya, sulit untuk Dominic bisa berjalan dan hidup seperti sekarang. Lelaki itu kekurangan banyak darah, tapi Tuhan terlalu menyanyanginya dan mengirimkan malaikat untuk membantu Dominic. Sampai sekarang, dia sendiri penasaran, siapa orang yang telah menyelamatkan lelaki itu?"Jangan ikut campur dengan urusanku."Nada dingin yang khas untuk menggambarkan sosok pria yang berhati dingin itu sudah tidak asing ba
"Celine, bagaimana bisa kamu salah membuat laporan? Ini data bulan lalu," tegur sang manajer begitu Celine dibawa masuk ke ruangannya saat baru tiba. Memberikan laporan yang kemarin dibuat olehnya.Celine mengambilnya dan menatap laporan itu dengan saksama. Melihat beberapa berkas yang ada di atas meja dan kembali memeriksanya. Matanya menyamakan analisis data bulan lalu dengan bulan sekarang. Jelas terlihat kalau keduanya sama. Dia sama sekali tidak memerhatikan ini, dia tanpa sadar menulis ulang berkasnya. Kesalahannya fatal."Maafkan saya, Pak. Saya akan memperbaiki semuanya," ujarnya dengan gugup."Tidak perlu, masalah ini sudah saya urus. Saya hanya tidak mengerti, sebenarnya apa yang ada dalam kepalamu saat mengerjakan ini? Apa kamu memiliki masalah?"Celine adalah wanita yang pintar. Meski pendidikannya hanya berakhir di jenjang SMA, tapi wanita itu memiliki daya serap yang kuat dan cepat belajar. Itulah nilai plus kenapa sang manajer mem
"Ini lumayan, bagaimana kamu tahu tempat bagus seperti ini?" tanya Daisy begitu dirinya bersama Dominic tiba di sebuah restoran yang berada tak cukup jauh dari kantor sang anak. Restoran dengan nuansa alami yang diusung dan beberapa tanaman hijau yang sengaja dipasang untuk menyegarkan mata pengunjung yang melihatnya, membuat Daisy merasa nyaman. Tidak terlalu kaku dan tempat yang tepat untuk menyantap makan siang setelah disibukkan oleh pekerjaan."Dari seseorang."Dominic mengajak mamanya duduk di sebuah meja yang ada di sudut ruangan. Dia tidak mau kehadirannya di sana menjadi pusat perhatian. Jelas karena perawakan dan parasnya yang terlalu mencolok dari orang kebanyakan. Matanya kemudian menjelajahi dan mencari-cari seseorang. Restoran sedang cukup ramai hari ini dan para pelayan tampak sibuk. Meski terlihat seorang wanita datang menghampiri meja mereka, lengkap dengan sebuah senyuman."Permisi, ada yang bisa saya bantu, Tuan, Nyonya?"Diminic menatap