"Tapi, Yah..."Gunawan menunduk melihat raut wajah putranya yang begitu galau dengan apa yang akan dia putuskan. "Nggak papa, Nak. Ayah tau kamu pasti akan membela Roro, istrimu. Apa lagi ada anakmu, pasti kamu akan lebih memilih dia, kan?" Senyuman tidak ikhlas itu mengembang di wajah Gunawan yang memastikan keputusan Jaka sebelum putranya mengucap apa yang akan dia putuskan.Jaka tidak menjawab, dia masih terlalu takut untuk mengucap karena sejak kecil pria yang duduk di sampingnya ini selalu mengajarkan kepadanya untuk tidak mengingkari janji meskipun itu sebuah janji yang remeh.Sosok cahaya itu lalu berdiri kemudian melangkah menjauhi Jaka tanpa mengucap sepatah katapun dan kepergian Gunawan sungguh membuat Jaka semakin tidak tau apa yang harus dia putuskan saat ini.Tok!Tok!Ketukan itu membuyarkan lamunan Jaka yang segera bergerak menuju pintu. "Iya, siapa?" tanya Jaka lalu menarik gagang pintu."Ka, ini Ibu," ucap Wati dari balik pintu."Oh, Ibu. Gimana kabar Roro, Bu?""Ka,
"Ka--ka---ka..." Lidah Jaka kelu, dia ingin teriak tapi rasa takut membuatnya tidak mampu mengucap sepatah katapun."Mas Jaka," Bowo yang baru tiba menepuk bahu rekannya tapi belum sadar jika di samping mereka hadir sosok Dumadi. "Kenapa?" tanya Bowo melihat mata Jaka yang terbelalak ketakutan."Itu..." tunjuk Jaka pada Dumadi yang sayangnya tidak dapat dilihat oleh Bowo."Siapa?" tanya Bowo lalu terkekeh. "Di situ nggak ada siapa-siapa, Mas. Mas tadi belum mandi, ya. Kok kayak habis lihat hantu,""Mandi?" Jaka teringat kalau dia memang belum mandi pagi ini dan bergegas pergi kerja karena takut kesiangan. "Me--mangnya ngefek kalau aku belum mandi, Wo?""Iya, lah. Apa lagi kalau Mas belum mandi besar. Semakin nampak sosok-sosok astral di tempat ini,""Astaga!" Jaka menepuk jidatnya lalu menggelengkan kepala menyadari kebodohan yang dia lakukan pagi ini. "Kalau gitu, aku mandi dulu aja. Lagi pula kayaknya peti yang harus kita antar juga belum siap," kata Jaka yang cepat-cepat menuju kam
Awas!Teriak Dumadi begitu kencang saat patang pohon besar siap menimpa mobil pick up yang sedang dikendarai oleh Bowo.Ahh!Bowo meemejamkan mata pasrah jika sampai batang besar itu akan mencelakainya dan Jaka, tapi...Cekit!Mata Jaka yang juga terpejam perlahan membuka kemudian melihat ke bagian atas mobil yang tidak terjadi benturan."Apa itu?" tanya Jaka lalu membuka pintu untuk melihat lebih jelas apa yang sebenarnya terjadi. "Tidak ada," bisiknya sambil melangkah masuk ke dalam mobil. "Ternyata tidak ada apa-apa di sana," tunjuknya dengan wajah masih tidak percaya."Maksudmu tidak ada apa, Mas?" tanya Bowo masih tidak mengerti."Batang pohon itu tidak ada. Itu hanya...""Maksudmu itu hanya cara agar kita celaka?" Bowo mulai mengerti apa yang terjadi. "Sial! Dia mencoba membuat kita celaka dengan cara yang konyol,""Syukurlah," ucap Dumadi lalu menghela nafas lega. "Nggak mungkin juga kan aku sampai celaka dua kali karena satu orang menyebalkan itu,""Jadi itu tadi cuma kamuflas
"Kenapa kaget gitu?" tanya Bowo sambil tersenyum keucut ke arah Jaka yang pucat melihat roh putri pemilik rumah duka."Ke--na--pa dia masih di sini? Bu--bukannya dia sudah lama meninggal?" tanya Jaka terbata.Dumadi tertunduk mendengar pertanyaan Jaka yang seolah masih belum paham tentang takdir dan kenyataan hidup. Pria paruh baya itu ingin sekali menampar ketidaktauan Jaka tapi dia tau pertanyaan ini adalah pertanyaan dari orang yang benar-benar polos."Katakan padaku?" tanya Jaka menyadari jika Dumadi tau jawabannya.Dumadi menghela nafas lalu melirik ke arah Jaka. "Sebenarnya kami ini...""Pak, bukakan baknya," pinta seorang petugas keamanan memotong percakapan Dumadi dan Jaka.Melihat pria tinggi besar itu menghampirinya, Jaka dan Bowo sontak turun untuk serah terima peti.Setelah ikatan peti dibuka dan semua syarat administarasi selesai Jaka kembali teringat pada Dumadi yang hampir saja memberikan jawaban yang dia mau. Baru saja akan melangkah kembali ke mobil, seorang wanita be
"Apa kita akan kembali?" tanya Jaka karena jarak dari tempat mereka berada sekarang belum terlalu jauh dari rumah duka tempat terakhir supir ini bertemu Dumadi."Tidak. Aku rasa dia bisa pulang sendiri," ucap Bowo lalu menginjak gas dalam membuat mobil melaju dengan begitu cepat menyusuri jalan yang sama yang mereka lewati tadi.Jaka tidak bertanya lagi. Dia hanya diam sampai akhirnya mobil kembali ke kampung mereka.Entah kenapa dia merasa ada yang salah dengan Bowo yang meninggalkan Dumadi di Kediri padahal dia masih bisa menyusulnya."Aku turun di depan rumahku aja, ya. Nggak ikut ke pabrik," pinta Jaka saat halaman rumahnya mulai tampak di pelupuk mata."Ya, Mas. Nggak apa-apa. Aku juga cuma nyimpen mobil aja terus pulang,""Iya," Jaka menunggu sampai Bowo tiba di depan rumah lalu melangkah turun. Dia sempat melambaikan tangan sebentar lalu masuk ke dalam rumah dengan kepala yang tertunduk. "Padahal kalau dia mau menyusul Dumadi, pertanyaan itu pasti sudah terjawab," gumam Jaka s
"Ka, kamu harus tau kalau aku dan beberapa anggota keluarga lain menderita karena ini. Kami harap kamulah yang akan menuntut pembalasan ini hingga kami bisa kembali ke dunia yang seharusnya,""Apa?" tanya Jaka tidak mengerti."Iya, itulah alasan kenapa kamu harus membalas Irawan. Aku dan keluarga yang lain menunggu pintu pulang kami terbuka dan kalau tidak ada yang membantu kami maka kami akan selamanya seperti ini,"Jaka menatap pria yang membesarkannya ini dan kembali galau bukan kepalang. Mungkin ini alasan jawaban yang akan dikatakan Dumadi tadi, tapi keburu kepotong pekerjaan mereka, tapi dia semakin yakin jika dia harus menghadapi Irawan."Jadi kamu mau, kan?" tanya Gunawan sekali lagi."Iya, Yah. Kalau seperti itu adanya, aku akan menghadapi polisi jahat itu,""Bagus, kalau gitu Ayah pergi dulu. Kamu makan yang banyak biar besok bisa kerja lagi,"Gunawan kemudian melangkah mundur dan menghilang dari hadapan Jaka yang kembali me
"Kalau dia bukan ayahku, lalu siapa dia?" tanya Jaka menyadari jika penampakan wajah sosok yang ada di depannya kemarin bukanlah ayahnya."Iya, Mas. Kalau gitu, Mas harus hati-hati. Jangan sampai Mas diperdaya sosok jahat,""Benar, aku jadi paham kenapa kakakmu melarangku menuntut balas. Ternyata ini maksud perkataan Mbak Roro,"Jaka dan Darma melanjutkan langkah mereka menuju warung. Jaka sudah sangat lapar hingga begitu tiba dia langsung memesan makanan yang dia mau lalu melahapnya.Darma juga serupa. Pemuda yang ditinggal kedua orang tuanya ke kampung ini segera memesan menu yang memang menjadi favoritnya. Dia lalu makan dengan lahap dan siap membayar pesanannya setelah semua makanan pindah ke perutnya."Alhamdulillah," ucap Darma sambil menyodorkan uang 20ribu kepada pemilik warung."Ma, nggak usah. Biar Mas saja yang bayar,""Eh, Mas, jangan. Ibu tinggalin uang kok untuk Darma.""Jangan," Jaka melipat uang yang disodorkan Jaka lalu memasukkannya ke dalam saku bajunya. "Ini aja,"
"Aku nggak pernah tau kalau Irawan punya kembaran, Pak," lirih Jaka sambil mencoba memutar ingatannya. "Yang aku tau dia punya saudara laki-laki, tapi tidak tau kalau itu kembarannya,""Mmm,""Eh, tapi kenapa Bapak bertanya soal saudara Irawan?""Itu sebenarnya yang aku ingin tau lebih lanjut. Kabarnya, yang jahat itu kembarannya Irawan. Bukan Irawannya,""Kenapa begitu?""Irawan itu orang yang berbeda. Dia lembut dan sangat menyenangkan. Jadi kalau ada yang bilang dia jahat, ternyata banyak yang tidak percaya,"Jaka mengerutkan keningnya semakin dalam, menggaruk tengkuknya lalu menatap Dumadi yang sepertinya tau sesuatu tapi belum mau mengatakannya. "Apa tidak mungkin dia berubah karena karirnya di kepolisian?""Bisa saja, tapi aku tidak yakin. Apa mungkin dia berubah karena jabatan sampai dia mengorbankan keluarganya sendiri padahal dulu dia orang yang baik?""Aku bingung kalau kayak gini adanya.""Sama,""Astaga, padahal tadinya aku mau tanya Bapak, ternyata Bapak juga nggak tau,"