Baru saja Prita hendak beranjak dari kursi, tiba-tiba ia teringat sesuatu.
Prita menepuk jidatnya secara sepontan.
Prita baru tersadar. Banyak surat yang ia sembunyikan di sela-sela bukunya. Lalu ada foto Zain yang dulu pernah ia dapatkan dari temannya.
"Wah, gawat, jangan-jangan Zain ngotak-ngatik kamar gue?" Sebab dirinya juga tak senagaja menemukan album foto dan membukanya dan bisa jadi ketidaksengajaan juga terjadi pada Zain sehingga cowok itu bisa menemukan apa pun di dalam kamar Prita.
"Jangan sampe dia nemuin surat-surat dan foto dia di dalam buku," keluh Prita seraya mencak-mencak tidak jelas..
Zain tidak boleh tahu, bahwa dulu Prita menyukai cowok itu.
Prita menatap dirinya di cermin. Kemudian menunjuk orang yang ada dalam cermin itu.
"Jangan sampai lo lancang buka-buka hal rahasia di kamar gue!" sentak Prita dengan jari telunjuk mengarah pada cermin.
Sejurus kemudian, Prita cepat-cepat pergi ke kamar mandi, karena ia
Pinka lebih baik daripada Zeno, sebab cewek itu real menunjukkan rasa bencinya pada Zain. Tetapi tidak dengan Zeno, cowok itu menyamar sebagai musuh dalam selimut.Zeno ada orang terdekat Zain. Bahkan, Zain seringkali mencurahkan isi hatinya mengenai masalah keluarganya dan rasa kesalnya terhadap ibu dan bapaknya.Zeni adalah orang kepercayaannya Zain. Dan jika Zain mengetahui Zeno hanya memanfaatkan nya saja, maka pastilah hati Zain hancur berkeping-keping.Zain memang jarang sekali bisa percaya terhadap orang, meski itu sahabatnya sendiri. Hanya Zeno lah yang mampu membuat Zain tenang jika ia berbagi suatu masalah.Sesampainya di halaman kediaman Zain, Zeno langsung masuk ke dalam.Cowok itu sudah dua hari teriak datang menemui sepupunya itu. Sebab, Zeno ditahan oleh sang adik untuk menghabiskan waktu bersama.Rumah tampak kosong. Zeno naik ke atas, tepatnya ke dalam kamar Zain.Kamarnya pun tampak tidak ada siapa-siapa. Zeno turun
Semua sudah pulang dengan motornya masing-masing, tetapi Jali masih terdiam mengamati teman-temannya yang mulai pergi satu per satu.Pada saat Prita hendak menaiki motornya, mendadak Jali menahan tangannya."Ada apa, Jal? Lo ngga pulang?" ujar Prita.Jali terlihat ragu."Gue ingin bicarakan sesuatu," kata Jali."Ngomong apa?" Prita tak jadi memakai helmnya."Ini soal—"Mendengar kalimat Jali menggantung, Prita mengerenyitkan dahi."Soal apa?"Jali mengembuskan napas berat. Sepertinya banyak keraguan yang musti dipertimbangkan."Gak jadi deh."***Sudah dua kali Prita kalah main game dari Zeno sehingga wajahnya sudah dipenuhi dengan tepung. Ya, yang kalah akan diolesi oleh tepung."Gak kayak biasanya, Zai?" Heran Zeno, sebab sepupunya itu tak pernah bisa Zeno kalahkan dalam urusan main game. Akan tetapi sekarang dengan mudahnya padat dikalahkan oleh Zeno. Bahkan Zeno sudah dua
"Umur Zain sebentar lagi kan memasuki 18 tahun dan anak itu juga sebentar lagi lulus. Apa tidak sebaiknya Zain segera mencari pasangan yang cocok?" tanya Jeffry membuat Delin mendongak dan mengerutkan kening."Lho anak saya kan sudah punya kekasih, Jef!" sahut Delon membenarkan."Iya tahu, tapi kan ini menyangkut masa depan keluargamu juga. Apa tidak sebaiknya kamu cari asal-usul gadis itu?"Mendengar perkataan Jeffry, Liana mengembangkan senyumnya. Ia berpikir apa yang baru saja dikatakan Jeffry bisa sedikit membuat sang suami mempertimbangkannya. Karena jujur saja, Liana sangat tidak setuju jika gadis bernama Prota itu menjadi istri Zain kelak, sebab Prota bukanlah gadis dari keliarga terpandang. Terlebih lagi Liana takut Prita menjadi penghalang dirinya untuk menguasai properti Amartha."Yang penting anak saya setuju sama pilihannya. Kalo dipaksa-paksa anak itu tidak akan suka," ujar Delon membuat Liana berdecak dalam diam."Yang dikatakan
Brak!Tubuh Prita terlihat membusung saking kagetnya."Bikin kaget aja!" Prita mengelus dada.Ada yang aneh dengan sikap Jali yang hanya terdiam dengan mata sembab.Cowok itu sepertinya sedang marah besar pada Prita. Namun di sisi lain juga ada rasa takut.Prita tidak bisa menerjemahkan apa yang sedang meninpa Jali."Kenapa Zai?" lirih Jali."Maksud lo?" Heran Prita menautkan kedua alisnya."Kenapa anak-anak Zaggar bisa tahu masalah gue?" Kedua tangan Jali terlihat mengepal. Namun sesaat kemudian kembali melemas."Apa?" Prita terkesiap mendengar itu. Sekarang Prita mengerti kenapa Jali membuka pintu secara tiba-tiba. Cowok itu sedang curiga padanya."Bukan gue Jal. Sumpah gue gak beritahu siapa pun!" Prita mengangjat kedua tangannya dan membentuk hirup V."Terus siapa? Yang tahu masalah gue cuma lo!" sentak Jali sekarang nadanya terdengar sarkas."Tapi gak mungkin kan gue menjerumuskan teman sendiri.
"Pagi, Mas ganteng," sapa Resti saat Joan masuk ke dalam kedai. Seperti biasa, di hari minggu cerah Joan orang pertama yang mengunjungi kedai Yumarijomblo."Pagi, Bu," sahut Joan yang langsung terduduk."Mau pesan sekarang?""Ngga dulu Bu, udah sarapan lagian masih pagi juga."Resti tersenyum dengan sebuah anggukan kefil, lalu wanita itu pergi ke ruangan sebelah untuk menurunkan kusri.Zain keliar dari dapur dengan sebuah lap yang menggantung di bahu kirinya.Melihat cewek itu tengah melaksakan aktivitas paginya, membuat Joan cepat-cepat menghampiri gadis itu."Boleh aku bantuin?" kata Joan membuat Zain cukup kaget. Is menoleh secara sepontan pada Joan yang tiba-tiba sudah ada di sebelahnya."Aduh ni si Joan ngagetin gue aja! Pagi-pagi udah ada di sini aja nih cowok. Kayaknya apa yang gue pikirkan emang bener, si Joan kayaknya punya perasaan sama si Prita," batin Zain. Matanya tak terlepas dari wajah Joan sehingga cowok i
Sebetulnya telinga Prita cukup lelah, karena sedari tadi Letta terus saja berbicara tanpa membuarkan dirinys ikut menyahut.Letta merengek meminta untuk bermain boneka koin. Boneka yang ada di dalam lemari itu."Zain kok diam aja? Lagi sariawan yah?""Gimana gue mau ngomong, dari tadi lo nuerocos mulu," gerutu Prita di dalam hati. Ia mengembuskan napas perlahan dan mencoba mengukir senyum. Meaki senyyman yang terlihat itu adalah sebauh senyuman yang dipaksakan."Ngga kok gue sehat. Yaudah kita ke sana."Mendengar itu, Letta meloncan kegirangan. Prita benar-benar dibuat tepuk jidat. Orang yangsedang kencan dengannya ini tak lebih bak anak kecil umur lima tahunan."Ayo Zain sedikit lagi!" teriak Letta saat boneka monyet hampir terangkat di dalam sana.Akan tetapi sayang beribu sayang, bonekanya terjatuh kembali membuat Letta mendesis kecewa."Ah, masa jatuh lagi bonekanya.""Ayo Zain daptein boneka monyet itu, Letta kepeng
Dengan hati yang amat mendung, Jali melangkah masuk ke dalam rumah.Namun stelah ia sampai di dalam, tak ada siapa-siapa. Jali memutuskan untuk ke kamar sang adik. Dan benar dugaannya, di sana ada seorang gadis kecil tengah meringkuk sambil memeluk lutitnya dengan kedua tangannya."Bang Jali?" Farah mendingak kala mendmegar seseorang membukakan pintu.Wajah anak itu terlihat sembab. Matanya sayu seperti kelamaan habis menangis."Farah kamu kenapa nangis?" Jali berjongkok seraya menghimpit kedua pipi Farah yang gembul."Bang, Ayah dibawa ke rumah sakit," ucap Farah kembali menangis.Sebelum Jali datang ke rumah. Dafa ditemukan pingsan di kamar mandi oleh Farah. Gadis kecil itu langsung berteriak meminta pertolongan. Pak Wira—tetangganya segera membawa Dafa, sedangkan Farah disuruh tetap diam di rumah sampai Jali datang."Apa? Kapan Far?" Wjaah Jali terlihat cengo."Barusan, tadi ayah jatuh di kamar
Entah kemana Prita perginya, Yudi sudah suntuk menunggu Prita hampir satu jam di rumahnya. Sejurus kemudian Yudi mendengar suara msin motor dan segera pergi ke luar. Sebelum itu ia terlihat pamit pada Bi Yem. "Lo ke mana aja si, Zai?" Prita mendongak. "Yudi?" "Em, gue ditahan sama keluarganya si Letta, Yud," terang Prita. Kening Yudi membentuk guratan-guratan. "Ditahan?" "Iya, jadi tadi ceritanya gue kencan sama Letta dan gue diminta dia buat nganterin dia ke rumahnya. Eh, pas gue di sama gue malah gak dibolehin balik sama si Letta dan nyokapnya. Tapi untung aja ada bokapnya si Letta yang masih normal, akhirnya gue bisa balik deh," jelas Prita panjang lebar. "Btw, tumben lo ke sini?" Prita bertanya. "Gue ada kabar buruk, Zai," balas Yudi. "Hah?" "Bokapnya Jali masuk rumah sakit." "Apa?!" Kaget Prita. Otaknya langsung berpikir ke arah penyakit yang Pak Dafa derita.