Brttt Sebuah cahaya akhirnya muncul, cahaya tipis api dari sebuah kayu bakar yang dilapisi oleh sebuah kain lap yang ada di dapur. Aku sedikit bersyukur sekarang, karena kompor yang ada di dapur masih bisa menyalakan api pada saat itu, sehingga aku mencari cara agar aku bisa membuat obor sederhana untuk peneranganku. Hingga akhirnya, aku berhasil membuat itu. Dengan membakar kain lap yang berserakan di bawah dan di ikatkan ke sebuah kayu bakar yang aku dapatkan dari halaman belakang. Cahaya itu sepertinya bisa membantuku sekarang, membantuku menerangi jalan untuk melewati sebuah ruangan yang belum pernah aku masuki seumur hidupku, karena aku hanya tahu bahwa itu hanyalah sebuah ruangan kecil dengan toren air di atasnya. Namun, aku tidak tahu ada apa di dalam sana. Kreaaaakkk Pintu itu secara perlahan aku tarik hingga akhirnya terbuka, dan betapa terkejutnya aku ketika aku melihat bahwa di dalam sana ada sebuah tangga yang menurun kebawah. Seperti ada lorong yang lurus ke bawah ta
Hiks, hiks, hiks…Aku benar-benar tak kuasa menahan tangisku ketika aku melihat kondisi Bapak yang seperti itu, Bapak yang seharusnya sehat dan bugar kini terduduk lemas dengan banyaknya luka disana.Entah siapa yang tega membuatnya hingga seperti ini, Bapak tampaknya sudah terlihat sangat pasrah atas keadaanya sekarang.Aku mendekatinya dengan perasaan yang campur aduk, mataku terasa berkunang-kunang ketika melihat keadaannya yang parah seperti itu.Dia terus-menerus bergumam, berbicara kepadaku dengan energinya yang masih tersisa. Dia berbicara bahwa tidak seharusnya aku datang kesini untuk menyelamatkannya. Bahkan, dia terus-menerus berkata bahwa tidak seharusnya aku pulang.Karena dia tidak mau anaknya mengetahui apa yang terjadi di kampung ini sekarang.Aku sadar, apa yang dia katakan mengingatkanku akan sebuah perkataan dari Mang Ayep tentang usaha Bapak yang memenjarakanku tiga tahun yang lalu. Dan tampaknya, meskipun Bapak belum mengatakan apapun tentang ritual itu, aku sudah
“Kang, apakah semua persyaratannya sudah siap?”“Kalau sudah, coba kumpulkan di depan!”Tap, tap, tap,Tap, tap, tap,Terdengar secara perlahan, suara-suara gaduh dari orang-orang yang muncul secara tiba-tiba entah darimana.Orang-orang itu tampaknya sedang berlarian kesana kemari sibuk mempersiapkan sesuatu, mereka mengobrol satu sama lain dengan nada yang sedikit tergesa-gesa.Aku yang tidak ingat apa yang terjadi hanya bisa mendengar suara-suara itu, sebelum akhirnya aku membuka mata secara perlahan.Nyut,Arggghhh!Aku masih merasakan sakit di belakang kepala ketika aku membuka mata, rasa sakit dari balok kayu yang menghantam belakang kepalaku pada saat itu, sehingga aku langsung tidak sadar dan berakhir di tempat ini.Aku membuka mataku, dan kulihat secara samar-samar…Sebuah ruangan besar dengan obor-obor yang menerangi ruangan tersebut. Ruangan yang besarnya sebesar aula dengan dinding yang masih berupa batuan-batuan kapur yang belum dihaluskan.Namun, di beberapa dinding gua t
Wangi-wangi dari dupa berbagai bentuk dan rupa dinyalakan, ruangan yang tertutup itu kini penuh asap dupa dengan wanginya yang menusuk. Sesajen yang seharusnya dipakai untuk hal-hal baik kini dipakai sebagai persembahan agar NU MAHA AGUNG bisa datang ke hadapan mereka.Kopi hitam, bunga tujuh rupa, kelapa muda, juga rempah-rempah lainnya yang menjadi pelengkap dari sesajen itu sudah mereka sediakan.“Sembelih dan belah jadi dua ayamnya!” kata seseorang yang memimpin ritual tersebut.“Lakukan seperti yang Pak Emen katakan, cepat!”Pak Kades ikut memerintahkan orang-orang yang tertunduk disana agar membantu Pak Emen yang sedang memimpin ritual.Dia mengambil satu ekor ayam yang sudah mereka siapkan, dan memotong kepalanya hingga putus tanpa ada belas kasihan. Darahnya mengucur secara perlahan keluar dan mereka tampung dengan sebuah wadah kecil yang secara perlahan berubah menjadi merah darah.Sedangkan beberapa orang lagi, mengambil ikan mas yang besar yang sudah dipersiapkan. Kemudian
Bapak yang berdiri di tepi jurang yang merupakan pintu masuk kampung terlihat sangat pasrah. Dia sudah tidak tahu lagi harus berbuat apa untuk hidupnya kini.Dia sadar, ada yang harus dia korbankan, agar kampung ini bisa bertahan di lima puluh tahun kedepan. Pak Kades dengan anak gadis satu-satunya, Mang Ayep dengan anak semata wayangnya yang sengaja dijemput dari kota untuk di korbankan. Mereka semua sudah dikorbankan dengan ritual yang dipimpin oleh Bapak.Ternyata, Bapak adalah orang yang dipercaya untuk melakukan ritual ini, dia sengaja menunggu dan membuatku jauh dari kampung dan tidak tersentuh. Karena dia sadar, kemanapun calon tumbal pergi, mereka akan dicari dan di bawa pulang untuk dikorbankan, layaknya anak Mang Ayep yang sudah pergi dari kampung semenjak SMP.Namun, dengan dipenjaranya aku disana. Para warga lain yang tahu pun tidak bisa membawaku secara paksa, karena itu akan bertentangan dengan hukum yang terjadi di negara ini.Awalnya, para warga tidak tahu siapa tumbal
Waktu semakin larut, entah jam berapa sekarang.Malam terasa panjang ketika kabut merah ini menutupi kampung. Bahkan mungkin saja, kabut merah ini tidak akan berganti lagi sekarang.Rumah-rumah, bangunan juga suasana yang sangat berbeda terlihat sangat menyeramkan. Seperti suasana ini bukanlah suasana dari alam manusia, namun memang alam mereka yang kini meneror para manusia yang terjebak di dalamnya.Memang, para makhluk ini senang untuk mempermainkan manusia, dan para manusia yang tinggal di dalam kampung pun secara tidak sadar dipermainkan oleh mereka.Karena, di satu sisi para warga kampung meminta pertolongan kepada makhluk yang sudah dianggap dewa oleh mereka, dan di sisi lain ada makhluk-makhluk lain yang setia menunggu para manusia itu ketika mereka melakukan kesalahan. Karena ada suatu tugas yang harus mereka lakukan, yaitu melenyapkan mereka semua.Para warga kampung sebenarnya adalah korban, korban dari sebuah ritual yang dilakukan leluhurnya dari zaman dulu. Zaman dimana p
HihihihiHihihihiKakakakakakaMalam yang mencekam dengan banyak sekali warga yang sedang bersembunyi di dalam rumahnya masing-masing pada malam itu kini terasa sangat gaduh, biasanya mereka akan memaksakan dirinya untuk tertidur lelap dan bangun di pagi harinya untuk bertahan hidup karena tidak bisa berkomunikasi ke dunia luar.Namun, kali ini berbeda. Sepertinya rumah mereka sudah berpindah ke alam dimana para makhluk itu bisa merangsak masuk ke dalam rumah. Sepertinya, bapak benar-benar melakukan hal tersebut agar para makhluk bisa masuk dan meneror semua manusia yang sedang bersembunyi di dalam rumah.Banyak suara-suara anak kecil yang berlari di antara jalanan kampung yang dibeton itu, seperti sedang mencari para manusia yang bersembunyi di rumah-rumah yang ada di sekitar mereka, terdengar pula orang-orang yang duduk di pinggir jalan dengan tertawa-tertawa yang menyeramkan. Bahkan beberapa di antaranya banyak menggerak-gerakan pohon-pohon di sekitar rumahnya sehingga suara daun d
Teriakan, demi teriakan menggema di seluruh kampung. Mereka sekarang sudah tidak bisa membedakan lagi alam manusia dan alam gaib yang diliputi oleh kabut merah.Para warga yang seharusnya aman ketika bersembunyi di rumah-rumah mereka, kini tidak bisa kabur kemana-mana lagi. Karena para makhluk yang ada di dalam kabut tersebut sekarang bisa masuk ke dalam rumah-rumah warga dan mencabut nyawa mereka.Suasana tampak sangat kacau, suara berisik dan suara cekikikan terdengar di dalam kabut, bahkan anak-anak yang menangis, yang belum sempat hidup lama di kampung ini pun tak luput dari teror mereka.Parah makhluk yang sudah menunggu setelah beratus-ratus tahun lamanya, kini bisa berpesta pora. Meneror semua manusia yang ada di dalamnya, mencabut nyawa mereka satu persatu dengan cara yang tidak pernah mereka bayangkan sebelumnya hingga kondisi mereka terlihat sangat mengenaskan.Terlihat, darah-darah merah merona muncul di antara dinding-dinding rumah, darah itu mengucur secara perlahan dari