Home / Horor / KAMPUNG HALIMUN / BAB 2 - KEMBALI PULANG

Share

BAB 2 - KEMBALI PULANG

last update Last Updated: 2021-10-11 09:50:10

“Kang, Kang, Kang, Hudang Kang! (Kang, Kang, Kang bangun Kang!).”

Ada suara yang terdengar di telingaku, juga suara tepukan di bahuku yang membuat aku tersadar.

“Ini sudah sampe di perbatasan Kabupaten Bandung.”

Aku seketika membuka mataku, dan menengok ke sebelah kanan, terlihat seorang supir truk yang membangunkanku, dan memberitahuku bahwa truk yang dia kendarai sudah sampai ke lokasi yang aku tuju.

Aku baru sadar bahwa aku hari ini baru saja keluar dari penjara di kota, penjara yang selama ini menjadi tempat tinggalku selama tiga tahun kebelakang, dan sekarang adalah hari kebebasanku dan selepas aku bebas, aku memutuskan untuk kembali pulang, pulang ke kampung halamanku yang dulu.

“Eh sudah sampai ya Pak?” Jawabku.

Sopir itu mengangguk, aku lalu turun dari truk secara perlahan dan mengambil tas yang aku simpan di jok depan sebelah tempatku duduk tadi.

"Pak, Terima kasih banyak sudah memberikan tumpangan," kataku kepada sopir tersebut.

Setelah mengucapkan terima kasih aku pun mulai melangkah pergi, namun ketika beberapa langkah berjalan.

“Eh Kang tunggu sebentar!" kata sopir tersebut menghentikan langkahku.

“Emang mau ke mana? Bukanya ini hutan lebat ya?” Sopir truk itu bertanya tujuanku.

“Kampungku ada di tengah hutan ini Pak, jadi dari sini harus berjalan kaki menyusuri hutan,” Jawabku.

“Owh,” kata sopir yang merasa keheranan atas jawaban dariku.

“Ya sudah hati-hati dijalan ya Pak, terima kasih sudah memberikanku tumpangan,” kataku sambil melangkahkan kakiku kembali ke jalan setapak yang terlihat di depanku.

Sopir itu kemudian tersenyum kepadaku lalu kemudian melambaikan tangannya.

Bruum bruum

Terdengar suara truk itu melaju kembali, meninggalkan ku sendirian, aku melangkah menyusuri jalan setapak secara perlahan. Tanpa terasa, aku sudah ada di tengah hutan perbatasan Kabupaten Bandung dan Kabupaten Cianjur, namun aku tidak masalah atas hal itu, karena memang jalan setapak ini adalah jalan satu-satunya menuju kampung ku. Yaitu Kampung Halimun, sebuah kampung yang sulit diakses dan letak nya ada di tengah hutan ini.

Aku sudah meninggalkan kampung selama 3 tahun semenjak aku ditangkap dan dipenjara, karena aku dituduh melakukan pencurian emas milik Ibu oleh Bapakku sendiri yang sebenarnya sama sekali tidak aku lakukan.

Aku hanya ditugaskan oleh Ibu untuk menjual emas itu keluar kampung pada waktu itu, namun Bapak menuduhku membawa kabur emas itu dan akan menjualnya keluar kampung untuk berfoya-foya di sana. Aku sudah melakukan pembelaan ketika disidang di Balai Desa, namun para warga kampung lebih percaya pada bapak daripada pembelaanku, sehingga aku ditangkap dan dipenjara selama 3 tahun. Dan hari ini adalah hari pertama kepulanganku setelah 3 tahun keluar dari kampung.

***

Kampung Halimun adalah kampung yang tersembunyi, letaknya tepat berada di perbatasan Kabupaten Bandung dan Kabupaten Cianjur, kampung tersebut hanya bisa dilalui oleh jalan setapak yang melewati hutan, jalan setapak yang biasa digunakan oleh pejalan kaki dan motor trail ini adalah pintu masuk dan pintu keluar satu-satunya ke Kampung Halimun, kampung yang menjadi tempat tinggal sejak aku kecil.

Apabila berjalan dari jalan besar, bisa menempuh waktu selama tiga jam dengan berjalan kaki, dan bisa ditempuh dalam waktu satu jam apabila dilalui dengan motor trail. Jalanan yang masih berupa tanah dan berbatu, serta banyak terdapat kubangan-kubangan air apabila hujan turun, membuat Kampung Halimun sangat sulit diakses, saking sulitnya listrik dari pemerintah hingga saat ini masih belum sampai ke kampung tersebut, namun para warga berinisiatif membeli solar panel untuk penerangan kampung dengan swadaya sendiri.

Namun di tengah kekurangan itu, para warga memenuhi semua kebutuhannya sendiri, mereka sengaja membeli solar panel untuk  penerangan kampung, lalu mereka juga membangun beberapa bangunan untuk segala keperluan kampung. Sehingga meskipun Kampung Halimun adalah kampung terpencil, namun fasilitas di dalam kampung sungguh lengkap. Dari mulai pasar, sekolah hingga kantor desa semua ada di sana. Sehingga para warga tidak perlu keluar kampung untuk keperluan sekolah dan keperluan lainnya, kecuali apabila liburan atau mengunjungi kerabatnya yang ada di kota baru mereka keluar kampung melewati jalan setapak ini.

“Sepertinya hujan kabut akan turun,” Pikirku sembari memandang ke atas hutan.

Terasa rintik-rintik hujan membasahi kepalaku sekarang, hujan gerimis yang turun yang dibarengi kabut mulai membasahi di sepanjang perjalananku pada waktu itu, terasa pula rasa dingin di sekujur tubuhku yang membuatku harus memakai jaket tebal yang aku simpan di dalam tas.

Sesuai namanya, Kampung Halimun berarti Kampung Kabut dalam Bahasa Indonesia, karena memang di kampung ini sering sekali turun kabut dan menutupi seluruh kampung, namun karena aku sudah hidup cukup lama di kampung ini, aku sudah terbiasa dengan suasana yang seperti ini.

Dan benar saja, kepulan asap warna putih seketika turun, menutupi pepohonan hutan dan jalan setapak yang aku lewati. Jarak pandang yang tadinya luas kini terbatas, yang kulihat hanya warna putih dari kabut yang turun di jalan setapak itu.

Mungkin bagi orang luar kampung, situasi seperti ini akan membuatnya panik, namun tidak denganku, karena aku sudah hafal dengan rute ini sehingga di tengah kabut tebal pun aku terus melangkahkan kakiku menuju kampung tanpa ada rasa khawatir sama sekali.

“Wah sudah mau magrib, aku harus segera sampai kampung supaya aku tidak kemalaman di jalan,” Pikirku, sembari melihat jam tanganku yang menunjukkan pukul 16:45 sore.

Akhirnya aku mulai mempercepat langkahku, aku menyusuri hutan dengan tergesa-gesa, melewati beberapa kubangan lumpur yang menggenang di jalan setapak tersebut, juga melewati beberapa aliran air yang mengalir ke jalan, sehingga beberapa kali aku harus sedikit melompat untuk menghindari kubangan air itu.

Dan akhirnya aku sampai, sampai di ujung hutan lebat yang baru saja aku lewati, sisanya tinggal menyebrang ke sebuah jembatan bambu yang menjadi pintu masuk Kampung Halimun.

Terlihat di depanku jembatan bambu yang kokoh berdiri sebagai pembatas desa dengan hutan lebat itu. Sebuah pintu masuk desa yang sering dipakai orang-orang sebagai pintu masuk menuju kampung.

Namun seketika ada yang aneh.

Rasa dingin yang kurasakan seketika menghilang, secara tiba-tiba aku merasakan langkah yang berat ketika aku berjalan, aku seperti tidak diperbolehkan untuk melintasi jembatan itu.

Namun aku mencoba memaksakan diri, karena mungkin itu hanyalah perasaanku karena sudah tiga tahun aku meninggalkan kampung sehingga aku merasa takut akan perasaan warga kampung ketika aku kembali pulang.

Namun akhirnya aku memaksakan diri dan melewati jembatan kayu tersebut.

WUSSSSSSSSSS

Ada sensasi aneh ketika aku melintasi jembatan itu kali ini, aku seperti menembus sesuatu yang aku sendiri tidak tahu apa itu. Sesuatu yang tipis yang menyelimuti kampung dan ketika aku menembuskan diriku masuk, aku merasakan tekanan yang tipis yang terasa oleh tubuhku. Namun ketika aku berbalik aku tidak merasakan apa apa.

“Ah mungkin aku berpikir yang aneh-aneh,” Pikirku mencoba untuk tidak peduli dengan apa yang aku rasakan.

Namun tiba-tiba,

Torok tok tok tok tok

Torok tok tok tok tok

Terdengar suara ketukan dari arah kampung, suara ketukan yang terdengar sangat nyaring, seperti ada sesuatu di Kampung Halimun. Seketika aku pun berlari menuju kampung. Dan ketika aku sampai di pintu masuk kampung.

Aku dikagetkan dengan paniknya orang-orang yang ada di luar kampung, mereka berlarian ketika suara itu dibunyikan, para pemuda sembari membawa pentungan berlarian memberitahu warga untuk segera masuk ke dalam rumah sembari membunyikan pentungan berkeliling kampung.

"MASUK....!! CEPAT MASUK RUMAH KALIAN!!!"

Suasana yang awalnya tenang kini berubah menjadi kepanikan, anak-anak yang sedang bermain di luar dengan cepat di gendong oleh orang tuanya untuk masuk ke dalam rumah, para pemuda yang sedang berkumpul di depan motor trailnya sengaja meninggalkan motornya dan masuk ke dalam rumah di dekatnya, lalu para bapak-bapak yang asyik berkumpul di depan pos ronda pun mendadak panik dan bubar ke rumah masing-masing.

“KANGGGGGG, KANGGGGGG!!!”

Di tengah kepanikan itu ada seseorang yang berteriak kepadaku, berteriak dengan lantang dari tengah-tengah kampung.

“CEPETAN PULANG, SEGERA MASUK RUMAH, JANGAN SAMPE ADA DILUAR RUMAH, LIMA MENIT LAGI SEMUANYA BERUBAH!!!” Pemuda itu berteriak sembari menyembunyikan pentungan menjauh berlari ke dalam kampung.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Yani Putrisari Msi
wow seru banget rasa nya deg-degan dan JD penasaran ad ap ya?
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • KAMPUNG HALIMUN   BAB 60-AWAL YANG BARU (TAMAT)

    Pemandangan yang gelap gulita itu berubah ketika aku merasakan rasa hangat di sekujur tubuhku, rasa hangat yang secara perlahan-lahan muncul disertai dengan semilir angin dan suara kicauan burung yang semakin lama semakin jelas terdengar.Semakin lama pemandangan gelap itu menjadi terang kembali, ketika secara perlahan-lahan aku membuka mataku, dan melihat sinar matahari yang begitu terang dan menyilaukan mata muncul dari pepohonan yang sangat lebat.Apalagi, ketika aku melihat ke sekeliling tempat tersebut, aku melihat beberapa orang yang memakai pakaian lusuh dengan bambu besar yang dia gendong bersamaan dengan beberapa orang yang lainnya yang sedang berada di sekitarku.“Arggh, dimana ini?” kataku.Rupanya, apa yang aku katakan terdengar oleh beberapa orang itu, dan salah seorang dari mereka tiba-tiba berteriak dan memanggil teman-temannya yang berada tak jauh dari sana.“MANGGGGG, IEU JELEMANA GEUS SADAR MANG! (INI ORANGNYA DAH SADAR MANG!)”Dia memanggil beberapa orang dan mendek

  • KAMPUNG HALIMUN   BAB 59-GELAP

    Nyi Mas Andini kembali tersenyum, kedua tangannya dia silangkan di atas meja, seperti mengisyaratkan bahwa dirinyalah yang menjadi tuan rumah di tempat ini.“Namun, aku mempunyai suatu kekhawatiran, kekhawatiran atas sesuatu yang tidak aku perkirakan.”“Yaitu pengorbanan hidup bapakmu yang membuka semua gerbang ke tempat ini dari segala penjuru, sehingga makhluk-makhluk yang lebih kuat dariku masuk begitu saja ke tempat ini,” Ucapnya dengan nada yang tenang.“APAAAAA?”“JADI, BAPAK SU, SU, SUDAH MENINGGAL?” kataku dengan nada yang sangat kaget.Nyi Mas Andini hanya bisa mengangguk, dia meyakinkan ku bahwa dirinya berbuat suatu perjanjian kepada para makhluk itu, para makhluk yang kejam yang bisa mengambil alih hutan yang dia tinggali ketika mereka sudah terbebas dari tugasnya yang membelenggu selama ini.“Jadi, aku sekarang sudah tidak butuh kamu lagi, sudah tidak butuh warga Kampung Halimun lagi.”“Aku tidak peduli dengan kalian.”“Tapi dalam perjanjian itu, ada beberapa orang yang s

  • KAMPUNG HALIMUN   BAB 58-NEGOSIASI

    Sebuah ruangan yang terang tiba-tiba muncul, terang karena lilin-lilin yang menyala sebegitu banyaknya. Ruangan itu seperti sebuah rumah kayu yang entah berada dimana, rumah kayu yang terlihat klasik karena disertai dengan perabotan yang cantik dengan ukiran-ukiran yang khas di semua sudutnya.Aku sedang duduk disana, duduk di sebuah kursi kayu dengan sebuah meja yang penuh akan makanan yang sangat lezat dan menggugah selera.Ikan asin, ayam goreng, tempe goreng, nasi liwet panas yang masih berasap, juga beberapa sayuran seperti tumis pakis, tumis bayam, lalu ada juga sambal terasi dan lalapan seperti jengkol, pete, juga leunca sebagai tambahannya.Sebuah sajian khas dari masyarakat sunda yang paling enak menurutku.Namun, aku bingung, kenapa aku berada disini, kenapa aku tiba-tiba duduk dengan banyak sekali makanan yang ada tepat di depan mataku.Aku hanya bisa menggelengkan kepalaku beberapa kali, bahkan menggosok-gosokan kedua mataku karena aku tidak percaya atas apa yang aku rasak

  • KAMPUNG HALIMUN   BAB 57-TIDAK PERCAYA

    “Ke-kenapa ini?” “Tu-tu-tubuhku?” “Mu-mulutku?” “Kenapa bergerak sendiri?” Aku kebingungan, benar-benar heran melihat tubuhku yang diambil alih oleh sesuatu, aku tidak berbicara sekarang, pandanganku juga diatur oleh sesuatu yang menggerakan wajahku. Sepertinya, tanpa sadar, tubuhku diambil alih oleh sesosok wanita yang merupakan anak Pak Kades bernama Neng. Anak yang mayatnya aku temui di dalam gua dengan kondisi wajahnya yang hancur tak tersisa, mayat yang hidup dan berjalan ketika ada suara dan gerakan. Kali ini, jiwanya muncul dan masuk ke dalam tubuhku, karena dia berbicara panjang lebar dengan bapaknya yang ada disana. Sedangkan jiwa-jiwa yang lainnya… Deg Mataku yang digerakan oleh dirinya kini melihat jiwa-jiwa itu berada di antara Pak Kades dan Pak Emen. Mereka berdiri seperti kepulan asap yang tembus pandang. Dan jumlahnya pun bukan satu atau dua, namun banyak. Mereka yang berasal dari beberapa generasi di atasku, bahkan mungkin salah satu dari mereka adalah leluhur

  • KAMPUNG HALIMUN   BAB 56-BERBICARA

    Ritual Babad Raga, itulah yang kini dilakukan Pak Emen dengan Pak Kades sekarang. Ritual yang dulu dijalankan oleh bapak sebagai seseorang yang memimpin ritual setelah caranya diturunkan secara turun-temurun dari kakek dan kakek buyut.Namun, karena suatu hal bapak menghilang hingga saat ini. Sehingga Pak Emen yang awalnya membantu bapak memimpin ritual terakhir untuk menarik jiwaku agar dipersembahkan kepada NU MAHA AGUNG, yang saat ini sedang melayang-layang di sekitar mereka.Biasanya ada dua ritual yang harus dilakukan, yaitu ritual pemanggilan yang mengharuskan para manusia memotong sesajen berupa ayam cemani dan ikan mas, dan yang kedua adalah ritual penarikan yang kini sedang dilakukan oleh Pak Emen.Pak Emen terlihat dengan serius duduk tepat di depanku, kedua tangannya terlihat dirapatkan dan disimpan ke atas kepala seperti sedang menyembah sesuatu. Sebuah dupa panjang yang menyala terlihat menyelip di antara kedua tangan itu sehingga kepalanya terlihat berasap.Dia bergumam

  • KAMPUNG HALIMUN   BAB 55-KEMUNCULAN

    “Pak Rudii, Pakkk!”Tampak seseorang yang sedang memakai helm proyek berwarna kuning memanggil seseorang yang ada di depan sebuah Gedung tinggi yang belum selesai, dia memakai helm berwarna biru dengan banyak sekali kertas-kertas yang dia bawa.Pak Rudi yang sedang sibuk membaca rancangan proyek yang ada disana hanya mengangkat tangannya ke arah orang tersebut, dia mengisyaratkan agar dirinya mendekat kepadanya.“Pak ini rancangan atas gedung setelah konstruksinya selesai, di dalamnya juga sudah ada penambahan saluran udara, juga rancangan saluran air dan AC Pak,” katanya sambil menyodorkan beberapa kertas yang digulung pada saat itu.Pak Rudi yang sedang sibuk membawa kertas lain di tangannya akhirnya mengambil kertas itu dan diselipkan di antara tangan dan tubuhnya.“Nanti akan aku baca sekaligus mengecek semua rancangan saluran udara, air dan AC ini ke dalam ya,” kata Pak Rudi yang tampak berwibawa.Orang itu pun mengangguk, dia akhirnya berlari kembali meninggalkan Pak Rudi dan ke

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status