POV ADI
Malam ini, di rumah kami masih membicarakan Lingga. Membicarakan bagaimana kalau Lingga tidak kembali dan lebih memilih Dila. Keyla juga masih berada di sini. Mama yang memintanya untuk menginap karena perempuan itu masih saja menangis. Keluarganya berada di Jakarta. Rencana, besok dia akan kembali ke Jakarta diantar oleh karyawan Papa."Mama benar-benar tak habis pikir dengan Lingga, Pa. Bisa-bisanya dia lebih memilih anak dari perempuan gila itu!" kesal Mama. "Pokoknya Mama nggak mau, nggak rido. Amit-amit Mama harus punya besan orang gila. Nanti nikah sama Lingga, malah Lingga diselingkuhin bagaimana? Ngeri ah!" cerocos Mama. "Mama tenang saja. Lingga pasti kembali. Mana mungkin dia bisa hidup tanpa kita? Papa akan blokir semua aksesnya supaya dia tidak punya apa-apa. Mau cari kerja dimana? Sedangkan ijasah dan semua berkas ada di rumah ini. Berani dia menikahi perempuan itu, maka … Papa coret namanya dari kartuPOV KEYLA Aku masih tak habis pikir dengan kejadian yang baru saja kualami. Diputusin pacar, gara-gara pacar ketemu mantan? Emang sih aku salah. Aku yang memaksa Lingga membuka hati untukku. Dia terus menolak, tapi aku meyakinkan kalau aku bisa mengobati luka hatinya. Awalnya hanya hubungan antara bos dan karyawan. Namun, karena kelihaianku yang pandai mengambil hati semua orang, aku dan Lingga naik status jadi seorang teman. Lalu seringnya berkomunikasi, naik lagi jadi sahabat, setelah mengerti kegundahan hatinya, aku mulai ingin menjadi pasangannya. Aku juga yang mengungkapkan perasaan lebih dulu. Karyawan mana sih yang tidak jatuh hati pada bosnya yang tampan juga single? Banyak yang mencari perhatian Lingga disana, termasuk cewek asli Jepang juga ada yang mengincarnya. Tapi Lingga terlalu dingin. Pun dia mau membuka hatinya karena aku yang pengaruhi otaknya. Setiap kali bertanya, kujawab bisa saja perempuan itu sudah me
POV Lingga Kesal dengan mulut Mama yang berbicara seenaknya, kutinggal saja masuk ke kamar. Biar saja Mama bicara sampai mulut berbusa aku tak peduli. Toh mereka tidak lebih pintar dari aku. "Kak, Lo masih nyimpen kontak Bima dan Rara 'kan?" tanyaku saat Kak Adi sudah masuk ke dalam kamar. "Masih dong," jawab Kak Adi sigap. "Bagus, kita telepon Bima sekarang," ujarku. Tut…! Tut ….! Tak lama panggilan tersambung. "Halo, Di," ucap Bima. "Halo, Bim. Dimana?" tanya Kak Adi. "Masih di Bali nih. Nanti mau berangkat ke Surabaya. "Bim, Dila ada nggak?" Aku langsung menyambar ponsel Kak Adi. Kami beralih pada panggilan VC. "Ada lagi bersiap sama Gara. Kebetulan Gara libur sekolah, jadi kami semua berencana pergi ke Surabaya." Senang sekali mendengar penuturan Bima. "Dil! Telepon dari Lingga nih!" Terlihat Bima memanggil Dila. Tak lama per
POV TANIA Tiga hari berlalu …. Setelah sekian lama akhirnya aku kembali lagi ke kota ini, sudah banyak yang berubah. Mbak Lirna dia semakin maju. Hidup anaknya juga enak. Dapat menantu tampan, kaya, berpendidikan. Keluarga Bima juga sangat menyayanginya. Sementara aku dan anakku? Bernasib buruk. Keluargaku hancur, anakku hamil di luar pernikahan. Jujur saja aku iri dengan kehidupan Mbak Lirna. Kenapa dia itu selalu saja beruntung dari aku. Padahal aku yang seharusnya menang. Tapi, sekarang wajahku seperti terlempar kotoran. Wajar aku sebagai manusia biasa iri melihat kebahagiaan keluarganya. Munafik kalau aku bilang tidak sakit hati melihat Mbak Lirna bahagia. Tapi aku bisa apa selain diam dan menonton kebahagiaan mereka. Sedih sih sebenarnya. Sedih karena sekarang aku jadi seperti ini. Melihat kebahagiaan mereka entah kenapa hatiku merasa panas dan menjerit? Aku tidak suka, aku ingin mereka juga menderita sepertiku, tapi takdir berpihak baik padanya.
POV DiLA…. Setelah semua orang kembali ke kamar masing-masing, aku kembali memikirkan ucapan Mama. Meminta Lingga segera menikahiku. Gara, anak itu sudah terlelap. Mungkin kini berada di alam mimpi. Bocah kecil tampan itu memang sangat dekat dengan Ayahnya kini. [Malam, Sayang] Orang yang tengah Kupikirkan mengirim pesan. Ah, kebetulan sekali. [Malam, sedang apa kamu] balasku. [Memikirkan untuk bisa segera menikah dengan kamu. Kumpul jadi keluarga yang bahagia.] Membaca pesan darinya membuat bibirku mengulum senyum. [Hum, kalau aku mau menikah bagaimana? Rencana, Gara akan pindah sekolah disini. Dia tidak mau kembali ke Bali.] [Bagus dong. Serius kamu mau nikah meskipun tanpa restu dari orang tuaku?] [Aku serius.] [Demi Gara atau karena kamu cinta sama aku?] Dasar Lingga. [Demi Gara dan karena aku cinta sama kamu. Sepertinya aku memang tidak bisa menjauh dari
POV LINGGA Pagi ini aku sudah utarakan semua keinginanku pada semua orang untuk menikahi Dila. "Kalau memang kamu bersikekeuh untuk menikahi perempuan murahan itu, maka jangan mengakui kami sebagai orang tuamu Lingga," ucap Mama. Aku mengusap wajah gusar. "Mama!" bentak Papa. "Kalau memang itu sudah jadi keputusan Lingga, maka setujui saja pernikahan mereka. Tapi ada syaratnya," ucapnya. "Apa itu, Pa?" sigapku bertanya. "Kalian harus tinggal disini setelah menikah. Dan ya, pernikahan harus dilaksanakan secara diam-diam. Tidak ada mengundang siapapun," ujar Papa. Mama mendelik. "Tapi, Pa. Keyla bagaimana?" tanya Mama melirik Keyla. "Tante, Keyla tidak bermasalah kok. Serius. Tak apa kalau Lingga harus menikah dengan Dila. Lagipula mereka saling mencintai." Keyla menimpali. Perempuan itu memang memiliki hati yang baik. Kak Adi menyunggingkan senyum. "Tak ada masalah
POV DILA Seminggu berlalu …. "Sah!" jawab semua orang yang menjadi saksi pernikahan kami. Pernikahan yang cukup sederhana dan hanya dihadiri oleh penghulu serta keluargaku. Dari keluarga Lingga yang hadir hanya Kak Adi dan Rahma serta anaknya. Tidak nampak kedua orangtua dan Kakeknya. Kak Adi bilang, Tante Tami sedang sakit, dan Om Bram menjaga istrinya. Sementara Kakek pergi ke luar kota. Selesai akad, acara langsung bubar. Karena memang tidak ada acara syukuran sama sekali. Pernikahan ini memang sangat sederhana. Tidak ada riasan mewah ataupun pakaian pengantin yang glamor seperti acara pernikahan Rara yang kulihat di album fotonya. Tapi tidak masalah, apapun itu aku menerimanya dengan lapang, karena aku mencintai Lingga. Kami akan berkumpul menjadi keluarga bahagia. Aku akan merasakan kebahagiaan seperti Rara. **** Sore menyapa, selesai bersiap dan berganti pakaian, Lingga pun mengajak aku serta Gara untuk pindah k
Satu jam berlalu. Aku telah selesai memasak cumi balado, cah kangkung, ayam goreng juga sambal terasi. Tidak tahu mereka suka atau tidak. Karena itu bahan yang ada untuk dimasak. Ada juga bayam dua ikat yang kujadikan sayur bening. Pasti mantap jika dimakan barengan cumi balado. Setelah menyiapkan semua di meja makan, aku kembali ke ruang keluarga kalau misal masakan sudah siap. "Sayang, darimana?" tanya Lingga. Ternyata dia sudah bangun dan juga sudah siap mandi. Nampak Gara juga sudah mandi. "Abis masak untuk makan malam, Mas." Terlontar juga kata Mas untuk orang yang kini sudah menjadi suamiku itu. Sebenarnya, lidahku sedikit kelu. Mungkin karena belum terbiasa. "Wah, pasti enak. Kamu mandi gih. Nanti kita makan malam bersama. Gara sudah mandi sama aku," ujarnya. Aku mengangguk dan segera berlalu ke kamar untuk mandi. ***** "Dila!" panggil Mama. Mama ini, memanggil
POV TANIA Ini sudah dua Minggu aku tinggal di rumah Mbak Lirna tanpa Dila. Tinggal bersama mereka disini kenapa menimbulkan kecemburuan sosial. Bima dan Rara, meski keduanya belum dikaruniai seorang anak tapi rumah tangga mereka sangat bahagia. Semoga saja Dila juga merasakan hal yang seperti Rara dan Bima rasakan. Terlebih Dila telah memiliki Gara. Bocah kecil lucu yang sangat tampan. "Gara, Nenek rindu sayang." "Tania! Ayo coba lagi. Kamu sudah hampir bisa jalan," teriak Mba Lirna membuatku kembali tersadar. Setiap pagi, aku dan Mbak Lirna memang selalu terapi jalan. Disini aku juga seperti nyonya besar. Tidak kekurangan apapun dan semua kebutuhan dicukupi oleh Kakak tiriku itu. "Tania! Ayo," teriaknya lagi. Aku pun jalan tertatih menghampirinya. Dengan terpaksa pun, aku mengulas senyum ke arahnya. Aku kalah dari Lirna! Semua gara-gara Mas Adrian! Hikz … sumpah batinku menangis seperti ini. Tak suka aku dengan kebahagiaan