Share

PART 3

Sepulang dari kantor, aku langsung menuju ke rumah Mas Bondan. Dia adalah sahabat suamiku. Tapi entah kenapa, justru dia lah yang waktu itu menyelamatkanku dari kecelakaan yang telah direncanakan oleh Afika dan Mas Adjie itu. 

 

Turun dari taksi online, aku bergegas masuk ke dalam rumah seperti biasa. Aku tak perlu khawatir jika ada orang yang melihatku di rumah ini, bahkan jika itu Mas Adjie sekalipun. Karena setahu orang-orang di kompleks ini, aku adalah saudara jauh Mas Bondan yang datang dari luar kota.

 

Saat mobilku disabotase waktu itu dan aku mengalami kecelakaan dalam perjalananku menuju tempat Mas Adjie mengajakku untuk bertemu, Mas Bondan yang pernah secara tidak sengaja mendengar percakapan rahasia antara suamiku dan Afika pun ternyata membuntutiku. 

 

Tepat saat mobilku hilang kendali di jalanan pegunungan lalu jatuh ke jurang hingga membuatku terluka parah, Mas Bondan yang telah menyiapkan beberapa orangnya menolongku dan segera membawaku ke rumah sakit. 

 

Awalnya dia berniat melaporkan tindakan biadab Afika dan suamiku ke pihak berwajib, tapi rupanya gerak mereka lebih cepat. Entah bagaimana caranya kedua penjahat itu membuat bukti bahwa mobilku mengalami kecelakaan dan aku meninggal di dalamnya. 

 

Mas Bondan tak bisa berbuat banyak karena lebih memikirkan kondisiku yang sangat parah saat itu dan wajahku juga nyaris tak dikenali. 

 

Untuk itulah, saat aku sadar dari koma, dia segera membawaku ke seorang dokter yang yang juga masih merupakan sahabatnya. Dia juga yang bahkan membiayai semua kebutuhanku yang tentunya tak main-main besarnya. 

 

Saat aku tanya kenapa dia melakukan semua itu padaku, dia hanya bilang bahwa dia melakukan itu bukan semata-mata untukku. Dia juga memiliki rencana tersendiri atas apa yang dilakukannya itu. Namun sampai sekarang pun aku tak pernah tahu apa yang dia rencanakan.

 

Setelah merasa sangat berhutang budi pada Mas Bondan, aku pun menuruti semua apa yang dia perintahkan. Dan ternyata, dia sudah merencanakan semuanya dengan matang. Bahkan rencana dia merekomendasikanku sebagai sekretaris pribadi Mas Adjie pun semuanya sudah diatur dengan rapi olehnya.

 

"Gimana hari pertamamu, An? Lancar?" tanyanya sambil mengulurkan sekaleng minuman dingin untukku. 

 

"Aku berhasil mendapatkan disk nya, Mas. Ini dia." Aku segera menyerahkan disk yang aku ambil dari ruang arsip perusahaan itu pada Mas Bondan. 

 

"Oke, Bagus! Aku copy sebentar. Besok Kamu harus kembalikan lagi ke tempatnya. Jangan sampai ada orang yang curiga bahwa ada barang yang hilang dari kantor itu," katanya.

 

"Iya, Mas. Aku juga sudah memikirkan hal itu."

 

Mas Bondan segera mengambil laptopnya, lalu mulai mentransfer file dari disk ke benda pipih di depannya. Cukup lama dia melakukan itu karena ukuran file nya yang cukup besar. Aku pun sampai ketiduran di sofa karena kelelahan. 

 

Saat akhirnya aku membuka mata karena kurasakan ada hangat yang menjalar di tubuhku, kulihat ternyata Mas Bondan sedang menyelimutiku. Dan dia tersenyum saat melihatku terbangun.

 

"Kamu tidur saja dulu. Sepertinya Kamu capek, An," ucapnya.

 

Tapi aku justru bangkit. 

 

"Aku harus kembali ke apartemen, Mas. Sepertinya malam ini Mas Adjie akan menghubungiku. Di kantor tadi dia sudah memberikan sinyal-sinyal itu padaku," jelasku padanya. 

 

"Sungguh?" Kulihat lelaki yang sama mempesonanya dengan Mas Adjie itu nampak mengerutkan dahi.

 

"Yaa, sepertinya dia sudah mulai tertarik padaku," ucapku sambil tersenyum. 

 

"Bagus kalau begitu! Ternyata kerjaan Okan sangat sempurna. Dalam sekejap saja Kamu bisa membuat suamimu takhluk," katanya dengan senyun puas. 

 

"Itu baru pemikiranku sih, Mas. Belum pasti. Makanya aku harus stand by di apartemen. Agar jika dia menghubungiku, aku segera bisa menemuinya." 

 

"Oke kalau begitu. Hati-hati di jalan. Biar aku pesankan taksinya," tawarnya. Dan aku pun mengangguk setuju. 

 

Setelah menyimpan kembali disk yang sudah selesai di copy oleh Mas Bondan ke dalam tasku, aku pun segera meluncur ke apartemen yang telah disewakan Mas Bondan untukku dengan taksi online. 

 

Tubuhku sejujurnya sudah sangat lelah, tapi perjuangan ini masih belum seberapa. Kami baru saja mulai. Masih banyak hal yang menanti di depan untuk kami lakukan. 

.

.

.

Dan ternyata dugaanku benar. Sesaat setelah selesai mandi, tiba-tiba ponsel yang kuletakkan di atas nakas samping tempat tidurku berbunyi. 

 

Itu panggilan dari 'Pak Direktur'. Tentu saja, aku harus menamai kontaknya seperti itu di ponselku. Segala sesuatunya memang harus sangat rapi dan tidak boleh ada celah yang membuat penyamaranku sebagai saudara Mas Bondan terbongkar. 

 

"Ya halo, selamat malam, Pak," sapaku. 

 

"Kamu di apartemen sekarang, Livia?"

 

"Iya, Pak. Ada? Apa ada yang harus saya kerjakan?"

 

"Aku menunggumu di parkiran bawah. Ada klien yang harus kita temui sekarang. Bisa Kamu keluar?" tanyanya. 

 

Aku melirik jam dinding di apartemen. Sudah hampir jam 10 malam. Orang ini begitu nekat ternyata. Klien model apa yang harus ditemui malam-malam begini? Aku bergidik ngeri membayangkan kelakuan suamiku itu. 

 

Baru sekarang aku tahu bahwa ternyata bertahun-tahun lamanya aku telah dibohonginya. Dulu saat kami masih bersama, saat setiap malam dia bilang kerja lembur, ketemu klien, meeting, ternyata inilah yang dia lakukan. Mangajak sekretarisnya untuk jalan. 

 

Hebat benar Kamu, Mas Adjie! Hatiku bergumam.

Bertahun-tahun kamu menipuku dan aku tidak menyadari itu. Apakah memang aku yang terlalu bodoh atau kamu yang terlalu pintar, Mas?

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status